Kawasan hutan, sejatinya memberikan kontribusi terhadap upaya
mencegah terjadinya bencana alam, terutama tanah longsor. Oleh karena
itu, fungsi hutan mesti dioptimalkan. Inilah langkah yang dilakukan
terhadap kawasan hutan yang berada di wilayah Kabupaten Garut. Berbagai
penyuluhan dan langkah pengamanan dilakukan secara kontinyu oleh
Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Garut. Salah satunya, melalui
pengelolaan hutan bersama masyarakat (PHBM), dengan pengusahaan tanaman
kopi.
Masyarakat yang semula merambah hutan dengan menanam sayuran diajak
beralih komoditas. Pada sejumlah wilayah, upaya itu mulai cukup
menampakkan hasil. Dari hari ke hari, warga yang mengusahakan tanaman
kopi terus bertambah. Soalnya, belakangan, mereka paham bahwa kopi
memberikan dampak yang cukup signifikan terhadap ekonomi mereka.
Apalagi, kopi juga diketahui berguna untuk melindungi areal yang berada
di bawahnya dari ancaman bencana tanah longsor.
Selain itu, KPH Garut pun tengah menyusun program penguatan lahan.
Nantinya, sejumlah wilayah yang berada di perbatasan antara hutan dengan
lahan masyarakat akan ditanami dengan komoditas bambu. Dalam penilaian
mereka, selain berfungsi sebagai penahan longsor, bambu juga memiliki
potensi ekonomi yang tinggi karena tergolong komoditas bisnis.
KPH Garut sendiri mengelola areal seluas 81.510,65 hektare yang
tersebar dari utara hingga ke selatan. Wilayah utara yang berbatasan
dengan Kabupaten Bandung memiliki kondisi topografi yang mirip. Wilayah
perbukitan yang sangat subur. Di sana, di wilayah pinggir hutan,
masyarakat mengusahakan sayur-mayur.
Menurut Administratur KPH Garut M. Yusuf Norhajianto, senada Wakil
Administratur Cecep Mahmudin, 93 persen areal yang dikelola KPH Garut
merupakan kawasan hutan lindung. Oleh karena itu, areal itu harus
dilindungi dan perannya pun harus diperkuat.
Berdasarkan kenyataan tersebut, KPH Garut seoptimal mungkin
meningkatkan pemahaman masyarakat agar mau bersama-sama memelihara
kelestarian dan keamanan hutan. Apalagi, manfaat dan dampak semua itu
akan ikut mereka rasakan pula.
Ia menyinggung sejumlah bencana tanah longsor yang terjadi di wilayah
tersebut. Dalam pandangan dia, peristiwa itu merupakan dampak dari ulah
sejumlah oknum perusak hutan. Ini disebabkan karena sejumlah titik yang
seharusnya mampu menahan longsor menjadi rawan karena lahannya tak
optimal lagi akibat ditanami sayuran.
Disebutkan, tingginya penanaman sayuran pada sebagian wilayah
kehutanan di masa lalu, di antaranya, disebabkan oleh persepsi
masyarakat yang keliru terhadap status kepemilikan kawasan hutan negara.
Mereka masih sering beranggapan, kawasan kehutanan negara statusnya
mirip dengan perkebunan dengan dikenai hak guna usaha (HGU) dengan masa
yang ditentukan.
Padahal, status kawasan kehutanan di Pulau Jawa merupakan hak milik
mutlak pengelola, yaitu Perhutani dan lembaga lain di bawah naungan
Kementerian Kehutanan. Status kepemilikannya diatur melalui berita acara
tata batas (BATB).
Hanya, dalam periode itu, ada provokasi dari pihak ketiga secara tak
bertanggung jawab, baik berlatar politis maupun bisnis. Sebagian
masyarakat pun terhasut untuk melakukan perambahan dan ingin menguasai
lahannya. Akibatnya, tak sedikit tegakan-tegakan di hutan dibabat untuk
kemudian ditanami sayuran.
Parahnya, banyak lahan-lahan milik masyarakat yang berbatasan dengan
kehutanan pun juga sudah menjadi ladang sayuran yang luas. Repotnya,
lahan-lahan tersebut tak dilengkapi dengan sistem pengamanan yang mampu
mengantisipasi ancaman bencana tanah longsor dari hutan. Soalnya, mereka
lebih mementingkan hasil produksi.
“Menanam sayuran diketahui sangat berbahaya pada lahan-lahan yang
curam dan berisiko tinggi terjadi longsor. Namun, risiko ini dianggap
remeh oleh para pelaku. Apalagi, ada kebiasaan banyak orang, mereka
barus tersadarkan setelah adanya kejadian yang berakibat fatal,” ujar
Yusuf, senada Cecep.
Hal senada diungkapkan Administratur KPH Tasikmalaya Jejen.
Kekeliruan persepsi itulah yang kemudian menyebabkan banyak orang yang
meminta hak pengelolaan hutan. Repotnya lagi, mereka berniat membongkar
tegakan-tegakan yang telah ada.
Dalam hal ini, kata dia, hal yang diperbolehkan hanyalah berupa
kemitraan dalam pengelolaan dan pemanfaatan sebuah kawasan hutan. Dengan
cara ini, berbagai tegakan tetap dapat berfungsi sebagaimana mestinya,
termasuk upaya perlindungan dari bencana alam. (Kodar Solihat/”PR”) ***
Nama Media : PIKIRAN RAKYAT
Tanggal : Senin, 13 Desember 2010
Penulis : Kodar Solihat
Tanggal : Senin, 13 Desember 2010
Penulis : Kodar Solihat
Dear,Import Dept,
BalasHapusDengan Hormat,
Perkenankan kami PT. INTI PRAKARSA LOGISTIK adalah perusahaan Jasa Import Specialist dalam bidang Jasa Customs Clearance di Kepabeanan baik via Bandara maupun Pelabuhan di seluruh Nusantara.
Bersama ini kami PT. INTI PRAKARSA LOGISTIK berminat untuk bermitra dengan perusahaan Bapak/Ibu dalam bidang Jasa sebagai berikut :
1. Under name Import
2. Borongan Import
3. Custom Clearance
4. Door to Door, Port to Door, dari ke seluruh dunia
5. By Air or Sea (Local and International)
6. Untuk semua jenis barang termasuk Dangerous, Cargo atau Personal
7. Jasa EDI/PPJK
HS CODE JENIS BARANG
Bag VI (HS NO. 2801 s/d 3826) KIMIA
Bag VII (HS NO. 3901 s/d 4017) PLASTIK
Bag VIII (HS NO. 4101 s/d 4304) KULIT
Bag X (HS NO. 4701 s/d 4911) KERTAS
Bag XII (HS NO. 6401 s/d 6704)ALAS KAKI
Bag XIII (HS NO. 6801 s/d 7020) KACA
Bag XV (HS NO. 7201 s/d 8311) BESI BAJA
Bag XVI (HS NO. 8401 s/d 8548) MESIN
Bag XVII (HS NO. 8601 s/d 8908) KENDERAAN AIR
Bag XVIII(HS NO. 9001 s/d 9209) INSTRUMEN
Bag XX (HS NO. 9401 s/d 9619) BARANG HASIL PABRIK
Best regards,
ANDIKA
Sea & Air
Import
INTI Kargo / Jln. Dewi Sartika No. 148, Jakarta 13630 Indonesia
Email : andika.intikargo@gmail.com
T : 021 80878873
F : 622180878381
Hp : 082311424631,089616672822