Hutan merupakan kekayaan alam yang dianugerahkan
Allah SWT kepada manusia sebagai sumber kehidupan. Karena itu, sudah
sewajarnya bila setiap manusia berkewajiban untuk memanfaatkan hutan
tersebut secara optimal dan menjaga kelestariannya.
Sayangnya, dalarn perkembanganya, sumber daya alam kususnya hutan ini
telah mengalami degradasi yang luar biasa karena berbagai faktor. Di
antaranya karena pengolahan hutan yang tidak tepat, pembukaan hutan
dalam skala besar untuk pembangunan di luar kehutanan, perambahan,
penjarahan, kebakaran, termasuk juga klaim atas kepemilikan tanah di
kawasan hutan dari pihak pihak tertentu.
Akibat dari tindakan ini, adalah terancamnya kelestarian sumberdaya
alam hayati dan ekosistem, menurunnya kualitas lingkungan hidup serta
berkurangnya penerimaan negara dati sektor kehutanan. Memang, tidak
dipungkiri, faktor rendahnya tingkat ekonomi masyarakat merupakan hal
yang berpengaruh pada faktor rendahnya tingkat kepedulian masyarakat
terhadap kelestarian alam (hutan).
Berdasarkan hal tersebut, Perum Perhutani akhirnya menerapkan
kegiatan pengelolaan hutan berbasiskan masyarakat (community based
forest resource management). Dalam kegiatan ini, masyarakat adalah
sebagai pelaku ataupun mitra pemerintah dalam pengelolaan hutan.
Kegiatan Inl disebut Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM).
Pasal 151 Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2002 tentang Tata Hutan
dan Penyusunan Rencana Pengelolaan, Pemanfaatan Hutan dan Penggunaan
Kawasan Hutan, disebutkan kegiatan social forestry dimaksudkan untuk
mewujudkan kelestarian sumberdaya hutan dan meningkatkan kesejahteraan
masyarakat melalui pemberdayaan masyarakat setempat di dalam dan atau
sekitar hutan. Pemberdayaan masyarakat setempat itu, dapat di lakukan
melalui hutan desa, hutan kemasyarakatan, dan kemitraan.
Apalagi dari pengamatan di lapangan, PHBM ditempuh dalam rangka
meningkatkan kemampuan dan kemandirian masyarakat setempat dalam
pemanfaatan sumber daya hutan. Dalam PHBM masyarakat dilibatkan secara
aktif pada pengelolaan hutan baik itu dalam hal perencanaan maupun
pelaksanaan kegiatan kehutanan.
Karenanya, PHBM ini, merupakan upaya membangun kerjasama sinergis
antara masyarakat dan pemerintah dalam mengelola hutan. Diharapkan, dari
pola pengelolaan ini, masyarakat tidak Iagi merasa sebagai obyek dalam
pengelolaan sumber daya hutan.
Sayangnya, masyarakat yang sudah menjadi penggarap di kawasan hutan
itu, akhir-akhir ini terusik dengan klaim pihak Keraton Kasepuhan, Kota
Cirebon. sejumlah kaki tangan orang orang yang mengaku utusan dari
keraton telah memengaruhi para penggarap dengan iming iming akan
mendapat kapling garapan tanah di kawasan hutan untuk penanaman pohon
jabon (jati kebon).
Bahkan, tindakan itu pun dilanjutkan dengan pembangunan mes/gudang
pupuk di petak 33 blok Cidodol dan penarnan pohon jabon di petak di RPH
Cipondoh BKPH Cikawung, serta sejumlah tempat lainnya. Kon disi itu,
bila dibiarkan dapat mengakibatkan terancamnya perekonomian penggarap.
Padahal, pihak Perhutani KPH Indramayu sebagai pemilik lahan sudah
berkerja sama dan memberikan keluasaan bagi penggarap uptuk memanfaatkan
lahan di kawasan hutan. Pemanfaatan lahan untuk peningkatan
kesejahteraan penggarap itu, misalnya dilakukan pada lahan kayu putih
dengan mengubah luas guludan.
Semula, pada tahun 2003, luasan guludan untuk kayu putih itu berjarak
3 m x 1 m. N amun, jarak itu kemudian diubah menjadi 6 m x 1 m,
sehingga penggarap dapat memanfaatkan guludan untuk menanam padi maupun
palawija lainnya yang memiliki nilai ekonomi.
Yang terpenting, penggarap pun bisa menjaga guludan itu sehingga
syarat tumbuh optimal tanaman utama kayu putih bisa optimal. Sejak
Oktober 2010, luas guludan itu terus bertambah dan mencapai 9.000
hektare dari sebelumnya yang hanya 40 hektare.
Tentunya, para penggarap itu harus terlebih dulu memiliki kartu tanda
anggota (KTA), atau setidaknya sudah terdaftar di register Perum
Perhutani KPH Indramayu. Langkah ini, dimaksudkan sebagai antisipasi
dari klaim klairn pihak tertentu yang akan menguasai lahan milik
Perhutani.
Di sisi lain, dalam pertemuan yang digagas pihak Keraton Kasepuhan
dengan mengundang juga berbagai pihak, belum lama ini, Perum Perhutani
pun mempersilakan pihak keraton untuk membuktikan klaim kepemilikan
tanahnya di kawasan hutan KPH Indramayu, melalui jalur hukum. Hal ini,
agar permasalahannya menjadi jelas.
Sejumlah petani penggarappun mempertanyakan klaim yang dikeluarkan
pihak Keraton Kasepuhan. “Kami mohon, janganlah ada pihak-pihak yang
mernbohongi petani lagi dengan janji-janji memberikan lahan garapan,”
kata Adang, petani penggarap asal Kabupaten Subang, yang sudah 11 tahun
menggarap tanah lindung di BKPH Sanca.
Adang mengaku, selama menjadi penggarap, sudah tiga kali dirinya
dimintai foto kopi KTP nya oleh orang orang yang mengaku utusan keraton.
Namun ternyata, janji janji itu tak pernah terealisasi karena orang
suruhan tersebut malah melepas tanggungjawabnya.
“Kami menggarap di lahan ini sudah cukup enak. Bahkan, hasil yang
diperoleh dari menggarap lahan tumpangsari ini, dapat nenghidupi
keluarga,” kata Jaenudin (48 tahun), penggarap Kelompok Tani Rutan KTH)
Wanajaya, Cikawung. Bahkan, dari ~asil garapannya itu, anak-anaknya ada
yang menjadi seorang anggota Polri, TNI, mahasiswa dan pelajar.
Sebelumnya, Sultan Sepuh XIV Keraton Kasepuhan Cirebon, PRA Arief
Natadiningrat mengatakan, bahwa tanah yang diklaim pihaknya memang tanah
milik Keraton Kasepuhan berdasarkan peta kadaster 1854-l857. Karenanya,
pihaknya pun kemudian nengeluarkan surat hak garap kepada penggarap di
Iahan yang merupakan hak turun-temurun Sultan Sepuh Keraton Kasepuhan
Cirebon tersebut.
Kabag Humas Pemkab Indramayu, Wawan Idris mengatakan, persoalan yang
muncul antara Perum Perhutani KPH Indramayu dengan Keraton Kasepuhan,
hendaknya diselesaikan secara bijak dengan tidak mengorbankan para
petani penggarap. “Bila masalah itu pun harus berujung ke meja hijau,
hendaknya juga tidak menyengsarakan masyarakat sekitar hutan yang
menjadi penggarap tersebut,” katanya.
Wawan mengatakan, Pemkab Indramayu memang berkepentingan terhadap
Perhutani. Pasalnya, selain mendapatkan pedapatan asli daerah (PAD) dari
sektor kehutanan yang mlahnya sekitar Rp 1,3 miliar, juga membuka
lapangan kerja. Karenanya, bila kemudian muncul kasus klaim oleh pihak
keraton, maka dikhawatirkan hal itupun ikan menimbulkan persoalan sosial
lainnya. Kami hanya mengingatkan, jangan mudah diadu domba oleh pihak
pihak tertentu, karena dibalik klaim itu ada tujuan tujuan tertentu
pula,” ucapnya.
Nama Media : REPUBLIKA
Tanggal : Selasa, 31 Mei 2011/h. 19
Penulis : Yul
TONE : POSITIVE
Tanggal : Selasa, 31 Mei 2011/h. 19
Penulis : Yul
TONE : POSITIVE
Dear,Import Dept,
BalasHapusDengan Hormat,
Perkenankan kami PT. INTI PRAKARSA LOGISTIK adalah perusahaan Jasa Import Specialist dalam bidang Jasa Customs Clearance di Kepabeanan baik via Bandara maupun Pelabuhan di seluruh Nusantara.
Bersama ini kami PT. INTI PRAKARSA LOGISTIK berminat untuk bermitra dengan perusahaan Bapak/Ibu dalam bidang Jasa sebagai berikut :
1. Under name Import
2. Borongan Import
3. Custom Clearance
4. Door to Door, Port to Door, dari ke seluruh dunia
5. By Air or Sea (Local and International)
6. Untuk semua jenis barang termasuk Dangerous, Cargo atau Personal
7. Jasa EDI/PPJK
HS CODE JENIS BARANG
Bag VI (HS NO. 2801 s/d 3826) KIMIA
Bag VII (HS NO. 3901 s/d 4017) PLASTIK
Bag VIII (HS NO. 4101 s/d 4304) KULIT
Bag X (HS NO. 4701 s/d 4911) KERTAS
Bag XII (HS NO. 6401 s/d 6704)ALAS KAKI
Bag XIII (HS NO. 6801 s/d 7020) KACA
Bag XV (HS NO. 7201 s/d 8311) BESI BAJA
Bag XVI (HS NO. 8401 s/d 8548) MESIN
Bag XVII (HS NO. 8601 s/d 8908) KENDERAAN AIR
Bag XVIII(HS NO. 9001 s/d 9209) INSTRUMEN
Bag XX (HS NO. 9401 s/d 9619) BARANG HASIL PABRIK
Best regards,
ANDIKA
Sea & Air
Import
INTI Kargo / Jln. Dewi Sartika No. 148, Jakarta 13630 Indonesia
Email : andika.intikargo@gmail.com
T : 021 80878873
F : 622180878381
Hp : 082311424631,089616672822