BONDOWOSO – Salah satu cita rasa khas kopi Indonesia yang dikenal hingga manca negara adalah Kopi Luwak. Biji kopi hasil fermentasi alami yang dilakukan binatang bernama Luwak (musang, Red.) itu, begitu dikenal karena mampu memberikan positioning tersendiri bagi produk kopi asal Indonesia ini. Selain cita rasanya yang khas, juga harganya yang selangit. Rp 2 juta per kilogram, barangkali tak ada duanya di dunia harga sekilo kopi bubuk, jika bukan Kopi Luwak.
Persoalannya, selama ini produksi kopi luwak belum mampu maksimal, karena sangat bergantung oleh binatang itu. Dalam area perkebunan biji kopi hasil fermentasi musang itu seringkali baru bisa ditemukan 2-3 hari. Oleh sebab itu salah satu cara yang dilakukan oleh PTPN 12 adalah dengan menangkarkan luwak sehingga produksinya bisa dioptimalkan.
“Selama ini kendala kopi luwak adalah permasalahan lokasi biji kopi hasil fermentasi dari luwak yang kadang ditemukan di kebun bisa sampai dua tiga hari baru ditemukan. Belum lagi kepastian apakah yang ditemukan itu hasil fermentasi luwak atau tidak, karena yang memakan kopi bisa saja monyet ataupun tikus.” ujar Ardi Iriantono, Manager kebun Kalijampit.
Ardi mengatakan, untuk mengantisipasi hal-hal demikian maka pihaknya melakukan cara baru dengan menangkarkan musang. Penangkaran ini merupakan solusi terhadap ketidak pastian yang menjadi kendala kopi luwak.
Sampai saat ini PTPN 12 telah memiliki 600 ekor luwak yang dipelihara di empat kebun, yang dikhususkan untuk memproduksi kopi luwak. Empat kebun tersebut yaitu Kalisat Jampit, Blawan, Pancor, dan Kalimas. Tahun 2010 kemarin produksi total kopi arabika yang digunakan sebagai bahan dasar kopi luwak mencapai 2.520 ton.
Harga kopi luwak di pasaran sangat tinggi. Harga untuk green bean kopi luwak per kilogramnya mencapai Rp1,3 juta, sementara untuk kopi luwak yang sudah dalam bentuk sangrai per kilogramnya Rp1,9 juta, dan yang sudah menjadi bubuk kopi harganya bisa mencapai Rp2 juta per kilogram.
Setyo Wilianto, manager Unit Industri Hilir PTPN 12 menambahkan, selama ini sebagian besar kopi luwak arabika produksi PTPN 12, 90% untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Namun PTPN 12 mulai menargetkan pasar ekspor ke luar negeri, terutama di Asia.
“Sekitar 90 persen kita masih memenuhi kebutuhan dalam negeri, terutama di outlet kami. Di kafe-kafe kami seperti Ijen café, di mal Surabaya sudah ada di Tunjungan Plaza, di City of Tomorrow, di kampus Unair dan juga di Pasar Krampung Plaza. Produk kami juga digunakan oleh berbagai kafe lain yang menjual kopi luwak,” ujarnya.
“Kita juga mulai merintis kopi luwak masuk ke Korea, karena sudah ada permintaan dari sana. Salah satu perusahaan besar Korea sudah datang ke kami untuk melakukan pembicaraan lebih lanjut. Kopi luwak yang beredar di sana rasanya tidak ada yang sama, oleh sebab itu kami menawarkan kopi luwak asli,” imbuhnya.
Selama ini PTPN 12 pernah mengekspor kopi luwak ke beberapa negara di Asia seperti Jepang dan China dan juga ke Eropa. “Kita sudah pernah mengekspor ke luar seperti China dan Jepang. Sementara ekspor ke Eropa tapi masih dicoba,” sambungnya.
Terkait kompetitior kopi luwak Setyo tidak khawatir. Ia mengatakan selama ini kompetitornya hanyalah para pengepul yang mengumpulkan kopi dari para petani di kebun. Beda halnya dengan pihaknya yang sudah meproduksi kopi luwak secara sistematis dengan penangkaran. “Kita lebih terjamin kualitasnya,” tandasnya. m24
Tidak ada komentar:
Posting Komentar