Jumat, 20 Mei 2011

Petani Kopi dan MOU dari Perhutani

Ketika Pudek I FE Untar menemui salah seorang Guru Besar UNPAD untuk memastikan jadwal kuliah umum di fakultas Ekonomi, secara tak terduga dalam perjalanan pulang dengan kendaraan dinasnya, seorang kepala kelompok tani desa pangalengan menyampaikan keluhannya, tentang nasib para petani kopi jawa barat yang sampai saat ini belum memperoleh kepastian, baik dalam hal legalitas lahan, pola pendanaan dan hasil garapannya. Mereka mengulas bahwa hingga saat ini, ribuan hektare lahan kopi yang telah ditanam, eksistensinya masih belum dalam keadaan “aman”. artinya, area yang telah ditanami kopi terancam oleh dihentikannya MOU dari Perhutani, jika saja pemda Jawa barat mengurangi dukungannya terhadap petani, agar hasil produksi kopi tetap menjadi hak milik mereka ketika tanaman sudah siap panen.
Kelompok petani kopi ini, lebih lanjut menyatakan bahwa persoalan MOU antara petani kopi dengan Perhutani hanya diberikan dalam waktu 5 tahun, apabila suatu saat nanti jumlah panen yang diperoleh makin berlipat seiring bertambahnya usia pohon kopi, maka ketika MOU tahap berikutnya dilakukan, dikhawatirkan PIHAK PERHUTANI akan menuntut bagi hasil lebih besar dari 25%, padahal bibit dan seluruh proses pemeliharaan tanaman ditanggung sendiri oleh masing-masing petani. Kondisi ini terbukti ketika panen yang munurun akibat musim hujan yang berkepanjangan, Oknum perhutani tetap menagih haknya berdasarkan kondisi normal. Oleh sebab itu perlakuan yang merugikan petani kopi ini dibutuhkan perhatian serius dan penanganan secara komprehensif.
Mereka menyadari sepenuhnya bahwa, bahwa keberadaan mereka sangat individualistis, sehingga jika salah satu petani mengalami musibah akibat perilaku buruk dari oknum BUMN, atau ketika memohon dukungan dana untuk memperoleh bibit baru/pupuk dan keperluan lain yang terkait dengan perawatan, maka pemda, perhutani, koperasi bahkan perbankan belum mau membantu mengurangi penderitaan yang menimpa kalangan profesi ini. Sepertinya tak ada lagi tempat bagi petani negeri ini untuk menjadi pemilik hasil pertanian. Tidak ada perhatian terhadap mereka, tak ada perlindungan, bantuan, kecuali hanya sekedar dimanfaatkan untuk kepentingan tetentu.
Dalam konteks ini posisi petani memang kian terjepit, bukan saja karena situasi alam dengan musim yang tidak bisa diduga karena perubahan iklim. Tapi bibit unggul, pestisida dan bahan pertanian lainnya kini harganya kian kontra produktif, bahkan menjadi langka ketika dibutuhkan. Anehnya, ketika petani bingung mencari perhatian, Pemda, BUMN dan lembaga terkait, selain kurang tetarik untuk mencarikan solusi yang efektif dan produktif, akan tetapi justru membiarkan komoditi asli bangsa ini dipatentkan oleh Negara lain. Singkat kata, petani kopi disamping tidak memperoleh perlindungan serius dari pihak terkait, tetapi juga mereka harus berkompetisi dengan produk impor yang dilindungi oleh Negara asalnya
Atas dasar keluhan, tantangan, kebutuhan dan kurangnya keberpihakan dari kebijakan pemerintah daerah, pada tanggal 7 s/d 10 April 2011, team pengadian masyarakat FE Untar melakukan auduensi dengan para petani kopi jawa barat, dalam rangka baik terkait dengan pencarian bapak asuh guna mensupport kebutuhan dana, mencari cara untuk memperkenalkan hasil produksi maupun pemikiran tentang strategi pemasarannya. Setelah mendapat penjelasan dari mereka, team ini sadar bahwa kopi Jawa Barat memiliki kelemahan, yaitu kualitas dari biji kopi yang masih bervariasi, karena sebagian besar produksinya adalah hasil perkebunan yang dikelola secara tradisional. Dibalik itu terbuka peluang besar untuk mengembangkan industri hilir kopi yang berfungsi untuk mengantisipasi kejenuhan pasar biji kopi local dan import, meningkatkan nilai tambah, mengurangi resiko fluktuasi harga biji kopi dan meningkatkan peran Jawa Barat dalam perkopian Indonesia.
Budidaya dan pengembangan Kopi sejogyanya menjadi prioritas dalam penyusunan program daerah. Keberpihakan angggaran, kebijakan, dan perhatian terhadap sektor unggulan sangat diperlukan terutama untuk mendukung sektor perkebunan yang memberikan dampak langsung pada peningkatan pendapatan masyarakat petani.
Untuk mempercepat tercapainya rencana tersebut dibutuhkan kerja sama antara Pemerintah Daerah dengan DPRD setempat untuk mengatur kebijakan penggunaan anggaran baik dari APBD, Dana Alokasi Khusus (DAK) dan dana perimbangan. Selain itu dukungan perbankan sungguh sangat diperlukan. Pelaku perbankan diharapkan dapat mengucurkan dana kepada para petani, bukan hanya menyalurkan kredit konsumtif, tetapi memprioritaskan sektor budidaya kopi yang lebih produktif,”
Dalam konteks ini team PKM fakultas ekonomi berobsesi selain mampu berfungsi untuk menjembatani kebutuhan petani atas pembiayaan yang mudah diakses, memfasilitasi tersedianya subsidi kredit sebagai bentuk keberpihakan pemerintah dalam pemberdayaan pertanian, peningkatan nilai tambah dan daya saing produksi kopi yang bermuara kepada peningkatan kesejahteraan hidup mereka.
Dalam jangka pendek Team FE akan mengupayakan adanya sumber pendanaan dan pembinaan petani yang berasal dari unit usaha swasta, yang berkomitmen untuk mengoptimalkan hasil perkebunan kopi rakyat, mengingat kualitas Kopi jawa barat sangat khas dan berpeluang besar untuk dikenal oleh penikmat kopi pada berbagai belahan dunia, Atas dasar itu team FE akan merangkul Lembaga Swadaya Masyarakat agar secara bersama sama ikut menumpahkan perhatian dan mendorong pemda jawa barat, perbankan dan instansi terkait lainnya untuk menata kembali kebijakan anggaran maupun regulasi yang mengatur sistem budidaya, pengolahan, hingga pemasaran cenderung berpihak kepada para petani kopi.
Apabila program ini terealisasi dalam waktu dekat, maka sasaran berikutnya adalah membangun hubungan langsung antara para petani dengan eksportir dari satu usaha swasta untuk terlibat dalam pemasaran kopi. Hubungan langsung antara para petani dan perusahaan swasta akan memperpendek rantai pemasaran, sekaligus menjamin para importir dan para pabrikan kopi bahwa mereka akan memperoleh mutu kopi biji yang sesuai dengan spesifikasi yang mereka harapkan. Dengan demikian usaha swasta akan memperoleh keuntungan dari harga produk yang lebih mahal, yang selanjutnya dapat dinikmati bersama dengan petani kopi binaannya..
Untuk mewujudkan sasaran ini beberapa unsur perlu dipenuhi. Para petani perlu ditata dalam wadah kelompok tani, dan berhubungan langsung dengan pemasaran yang dilakukan oleh perusahaan swasta. Perusahaan swasta kudu mampu mengorganisasikan pengumpul hasil panen dari para petani, melaksanakan pengolahan yang sesuai, dan mengelola transaksi keuangan secara transfaran, baik dengan pembeli maupun dengan petani. Kondisi semacam ini diperlukan untuk memperkuat kapasitas usaha swasta agar dapat berfungsi secara baik sebagai titik penghubung pertama dalam rantai pasok, sekaligus mereduksi praduga tak sehat dari petani yang seolah olah mereka dijadikan sapi perah demi going concern pengusaha swasta (tengkulak) tetentu.

Darmawan Achmad
Team Pemantau Petani Kopi

http://darmawanachmad.wordpress.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar