Komoditi perkebunan Indonesia memang selalu menjadi incaran bangsa asing sejak zaman negeri ini belum merdeka. Salah satunya adalah kopi. Bahkan, setelah 64 tahun Indonesia bebas dari belenggu penjajahan, komoditi perkebunan kita terus menjadi incaran bangsa asing.
Nyatanya, kopi arabika hasil petani kopi di daerah Pengalengan Jawa Barat, kini menjadi incaran kalangan pengusaha kopi asal Australia. Bahkan, di bulan ini, kopi made in Pengalengan akan di ekspor sebanyak 30 ton ke negeri Kanguru tersebut. "Kami akan eskpor bulan ini satu kontainer," kata Direktur Utama PT Morning Glory Coffee, Nathanael Charis kemarin. (7/9).
Perusahaan Natanael sebelumnya adalah perusahaan pengolahan kopi (Coffee Roastery) di Bandung Jawa Barat. Perusahaan ini awalnya hanya memproduksi untuk kebutuhan kafe kopi yang dimilikinya di Bandung. Namun karena pemesanan naik, banyak kafe kopi lain yang ada di Bandung memesan Coffee Roastery milik Natanael.
Tidak hanya di Bandung, beberapa cafee kopi yang ada di Jakarta juga mulai memesan kopi arabica yang diolah oleh Morning Glory Coffe. Sampai kemudian, Natanael mengundang pembeli coffe dari Australia untuk datang ke Pengalenggan. "Mereka sudah datang dan melihat sendiri kopi disini (Pengalengan," jelas Natanael.
Saat ini lahan kopi Arabika yang produktif di Pengalengan berada diluas lahan 1000 hektare. Menurut Natanael, jumlah produksi rata-rata 1 ton per hektare untuk satu kali panen. Soal ciatarasa, Natanael bilang sudah diakui oleh pembeli Australia "Beberapa pembeli dari Asutralia meminta pengiriman satu kontainer per dua bulan," jelas.
Mengenai kopi Arabica dari Pengalenggan tersebut memang sudah diketahui sejak lama. Namun, sayang pengembangan merek kopi pengalengan tersebut sangat minim dilakukan oleh duania usaha atau dari pemerintah. "Harus ada promosi agar kopi pengalenggan itu dikenal seperti kopi arabika gayo," kata Rachim Kartabrata, Sekretaris Asosiasi Eksportir Kopi Indonesia.
Rachim bilang, soal harga kopi Arabica lebih mahal dibanding kopi robusta, sehingga menjadi incaran dari pembeli di luar negeri. Akan tetapi, kopi arabica yang ada di Pengalengan maupun di Priangan belum banyak dikenal di pembeli di luar negeri. "Kopi Arabica harus menjadi kopi yang speciality," tambah Rachim.
Soal keberadaan lahan, Pengalengan yang berada di ketingghian memang cocok untuk dijadikan perkebunan kopi Arabika. Namun sebelum dikembangkan, dirinya berharap agar pelaku yang berkepentingan disana membuat kebijakan yang terpadu untuk penambahan lahan. "Jika produksi banyak tapi pasar tidak ada, maka itu akan sia-sia," katanya.
Saat ini, produksi kopi yang sudah dihasilkan dari Pengalengan itu sekitar 20 ton perbulan dengan harga Rp 600 juta. Bahkan Natanel sudah mendapatkan order pesanan sampai 6 bulan kedepan. "Kami sudah dapat rekomendasi ekspor dari Dinas perdagangan dan perindustrian Jawa Barat," jelasnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar