Rabu, 22 Juni 2011

Surip Mawardi - Bapak Kopi Indonesia



Kalau ada orang yang selalu sibuk melayani sapaan dan pertanyaan dari para undangan termasuk petanikopi  selama berlangsungnya acara Temu lapang Kopi 2011 kemarin, DR. Surip Mawardi lah orangnya. Namanya tak pernah berhenti disebutkan dalam setiap acara diskusi saat para petani kopi menyampaikan apresiasinya terhadap peneliti senior Puslit Koka ini. Perjalanan saya ke perkebunan kopi di Toraja yang sudah dirancang jauh-jauh hari sengaja ditunda demi memenuhi undangan mendadak yang disampaikan oleh beliau. Sebuah keputusan yang tentu saja tak pernah disesali untuk bisa berkunjung ke sebuah lembaga sepenting  Puslit Koka dan bertemu dengan banyak peneliti kopi dan tentu saja Surip Mawardi (51).



Menempuh pendidikan dibidang pertanian di Universitas Gajah Mada bidang Agronomi dan mengambil spesialisasi pemuliaan tanaman, lulus di tahun 1980. Berhak menyandang gelar Doktor di fakultas yang sama pada tahun 1996 . Saat ini ia tengah gencar menjalankan Motramed atau Model Kemitraan Bermediasi dengan meningkatkan mutu produksi kopi dan sistem pemasaran dengan bekerjasama dengan eksportir kopi.
Prestasi yang baru saja ia raih bersama tim dari Puslit adalah mentransformasi para petani di Kecamatan Sumberweringin, Kabupaten Bondowoso  yang berhasil meningkatkan mutu kopi mereka dan diekspor sebanyak lebih dari 6 ton ke negara tujuan Swiss. Sebuah kerjsama antara kelompok tani Bondowoso dengan pihak Bank Indonesia, Puslit Koka, PT Indokom Citrapersada, dan Pemda setempat.


Suheri, salah satu petani kopi di Bondowoso yang menemui saya dalam kesempatan terpisah menyinggung peran yang dimainkan Puslit Koka khususnya Surip Mawardi yang membekali petani dengan sistem olah basah.”Dulunya kami hanya panen lalu langsung menjualnya ke pihak lain dengan harga murah karena masih berbentuk gelondong merah atau tidak diproses  sama sekali. Belum lagi hasil panen yang kurang baik, maklum waktu itu kami hanya ngasal saja”.

Bukan saja pengolahan basah yang diajarkan oleh Surip karena sebagai ahli pemuliaan tanaman ia paham betul tentang hama tanaman kopi seperti karat daun yang menjadi momok menakutkan para petani. Ia memberikan cara-cara penanggulangan untuk menghadapi jamur ini agar petani bisa mengatasi dengan pengendali hama yang ramah lingkungan sebagaimana dipamerkan pada Temu Lapang Kopi kemarin.
Bondowoso adalah daerah kesekian karena  bapak yang dikaruniai tiga anak ini  telah lama melakukan model Motramed di berbagai daerah seperti Lampung untuk kopi robusta, Dampit Malang, Tabanan, Bali dan daerah-daerah lainnya. Sejak tahun 2011 suami dari Titik Daryati (49)  ini  juga gencar mengkampanyekan perlindungan Geographical Identification (GI) misalnya untuk petani kopi Arabika di Kintamani yang bekerjasama dengan kedutaan Prancis.

Dalam sebuah seminar International Coffee Organization di London tahun 2008 Surip sudah mewanti-wanti agar semua pihak yang berkepentingan untuk menyebarluaskan pengetahuan tentang GI agart idak terjadi konflik dibidang hak cipta yang pada akhirnya akan merugikan banyak pihak terutama para petani itu sendiri.

Tidak akan pernah habis bercerita tentang orang penting di dunia kopi ini.  Jika F. Scott Fitzgerald mengatakan action is character, dialah Surip Mawardi seorang yang  cukup berbicara dengan tindakan nyata dan petani kopi pun akan menyebut namanya dengan rasa hormat.

cikopi.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar