Rasanya sulit mencari orang di bumi ini yang tak pernah minum kopi. Mungkin pembaca salah seorang penikmat kopi. Berbagai fakta manfaat kopi bagi kesehatan manusia telah banyak diungkap. Namun demikian, apakah kesukaan anda akan terus dapat dirasakan pada waktu-waktu mendatang seperti yang anda nikmati hari ini?
Secangkir kopi, selain enak menemani kita saat berdiskusi atau sambil kerja, juga merupakan salah satu komoditas perkebunan penting di Indonesia. Selain itu, kopi juga penting secara sosial yang menghangatkan hubungan di dalam masyarakat, mulai dari rumah, kedai tradisonal sampai kafe dan restoran dengan gaya moderen.
Mengapa kopi penting secara ekonomi dan sosial?
Berdasarkan statistik perkebunan, pada tahun 2009, terdapat 1.266.235 ha perkebunan kopi di Indonesia. Sebagian besar perkebunan kopi tersebut berupa perkebunan rakyat (1.217.506 ha atau 95,2%) dan sisanya perkebunan milik pemerintah (22.794 ha atau 1,8%) dan swasta (25.935 ha atau 2,0%). Hasil kopi yang dihasilkan perkebunan tersebut, selain dikonsumsi di dalam negeri, juga menjadi salah satu komoditas ekspor unggulan, sehingga menghasilkan devisa bagi negara. Tentunya dengan fakta ini, kopi penting sebagai sumber pendapatan petani dan juga pendapatan daerah dan negara.
Sumatera merupakan salah satu sentra penghasil kopi di dunia. Sudah sejak lama, pasar internasional mengenal kawasan di Sumatera bagian utara ini sebagai produsen kopi unggulan, yaitu (1) kopi Sidikalang yang berasal dari kebun kopi di dataran tinggi Dairi dan sekitarnya (Sumatera Utara), dan (2) kopi Gayo yang berasal dari kebun kopi di dataran tinggi Gayo, terutama yang tersebar di kabupaten seperti Aceh Tengah, Bener Merian, dan Gayo Luwes.
Daerah dataran tinggi Gayo dan Dairi serta sekitarnya, secara alami, baik faktor iklim dan geografisnya cocok untuk budidaya kopi. Namun dengan perubahan iklim yang telah terjadi, misalnya dalam bentuk meningkatnya suhu permukaaan bumi dan perubahan curah hujan, baik jumlah maupun distribusi akan berpengaruh pada produktivitas kopi.
Mengapa produktivitas kopi rentan terhadap perubahan iklim? Rupanya, tumbuhan kopi hanya dapat berproduksi optimal dalam kisaran suhu yang relatif sempit, yakni antara 18-20 oC (Witgens, 2009). Di kisaran suhu itu, meski kopi dapat tumbuh namun kemampuannya menghasilkan buah kopi jauh berkurang. Hasil penelitian Fakultas Pertanian USU bekerjasama dengan Conservation International Indonesia (Bakti et al, 2011) menunjukkan bahwa pada periode 2006-2010 di sentra penghasil kopi Dairi, suhu rata-rata berkisar 20,25 - 21,85 oC, sehingga sudah berada di luar kisaran suhu optimal berbuah dan berproduksi.
Hasil olahan data statistik Kabupaten Aceh Tengah dalam angka menunjukkan bahwa sejak tahun 2007 sampai 2010 telah terjadi penurunan secara terus menerus produktivitas rata-rata kebun kopi per hektar, dari 0,83 ton/ha pada tahun 2007 menjadi hanya 0,52 ton/ha. Sementara buah kopi merupakan hasil yang sangat diharapkan oleh petani sebagai sumber pendapatannya.
Meskipun belum tersedia data serangan hama dan penyakit dalam kurun waktu yang lama, namun secara teori kehidupan hama dan penyakit kopi membutuhkan kondisi lingkungan yang sesuai, termasuk iklim. Nah, dengan demikian patut diduga perubahan iklim akan berpengaruh pada serangan hama dan penyakit tumbuhan kopi. Mengapa demikian? Hasil penelitian, seperti disampaikan oleh Zell (2004), Kovats et al. (2005), McMichael & Lindgren (2011), bahwa perubahan iklim telah mempengaruhi perubahan sebaran beberapa vektor penyakit infeksi (seperti kutu pada daerah lintang yang lebih tinggi atau malaria menjangkau ke dataran yang lebih tinggi). Sehingga, perubahan iklim telah mempengaruhi kesehatan manusia.
Bagaimana hubungan antara perubahan iklim dengan produktivitas kopi? Berdasarkan hasil-hasil penelitian terkait perubahan iklim dengan perubahan penyakit pada manusia, sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, patut diduga perubahan iklim juga akan mempengaruhi populasi, keanekaragaman dan sebaran vektor penyakit dan hama tanaman kopi, sehingga pada akhirnya akan berpengaruh pada produktivitas kopi. Akibat selanjutnya, hasil panen yang diperoleh petani tentu berkurang.
Dr Hasanuddin, ahli penyakit tumbuhan dari FP USU mengungkapkan perlunya antisipasi kemungkinan berubahnya status populasi dan serangan hama dan penyakit menjadi gangguan yang serius pada produktivitas kopi akibat perubahan iklim. Oleh karena itu, diperlukan penelitian yang berkelanjutan terkait hama dan penyakit kopi kaitannya dengan berbagai faktor iklim, sehingga akan dapat diduga secara lebih tepat keterkaitan antara perubahan iklim terhadap kejadian dan tingkat serangan hama dan penyakit kopi.
Bumi makin panas, daerah yang sesuai untuk kebun kopi berubah!
Peningkatan suhu permukaan bumi sebagai salah satu bentuk perubahan iklim disebabkan oleh meningkatnya konsentrasi gas-gas rumah kaca (GRK) di atmosfir, salah satunya adalah gas karbondiokasida (CO2). Secara global, konsentrasi gas CO2 di atmosfir terus meningkat secara cepat, dari sekitar 285 ppm pada tahun 1880, terus mencapai 315 ppm pada tahun 1960, dan saat ini melebihi 390 ppm, seperti diungkap oleh peneliti NASA (Cole & McCarthy, 2012).
Bank Dunia tahun 2007 dan peneliti perubahan iklim lainnnya menyatakan bahwa kerusakan (degradasi) dan kehilangan (deforestasi) hutan menyumbang 20% sampai 25% dari total emisi tahunan CO2 dunia, sehinga hal ini menjadi salah satu faktor yang sangat nyata sebagai penyebab meningkatnya suhu global (global warming) sebagai salah satu bentuk dari perubahan iklim.
Sementara itu, hasil invetarisasi GRK Nasional oleh Bappenas tahun 2010 mendapat fakta bahwa 2/3 emisi GRK di Indonesia diakibatkan oleh kebakaran hutan dan lahan gambut serta konversi hutan, termasuk menjadi kebun kopi atau penggunaan lahan lainnya. Semakin tinggi emisi yang dilepas ke atmosfir, semakin tinggi perubahan suhu yang akan terjadi. Oleh karena itu, terlihat hubungan yang saling melingkar antara produksi kopi dengan perubahan iklim dan perilaku kita dalam menggunakan lahan. Lalu dengan demikian, upaya apa yang bisa kita lakukan?
Terry Hills, seorang peneliti Conservation International yang berbasis di Brisbane, Australia menyatakan bahwa kopi sangat rentan terhadap perubahan iklim, termasuk naiknya suhu sebagai akibat meningkatnya emisi GRK. Pada akhirnya areal yang sesuai untuk budidaya kopi di Sumatera bagian utara akan semakin sempit.
Tindakan lokal saat ini, dampaknya menyelamatkan kesempatan generasi berikutnya
Fakta ilmiah telah menjelaskan kepada kita bahwa peningkatan konsertrasi emisi GRK, termasuk gas karbon akibat berbagai aktivitas manusia telah memicu perubahan iklim, berubah naiknya suhu permukaan bumi serta berubahnya pola, jumlah dan distribusi curah hujan. Oleh karena itu, harus ada upaya untuk mencegah (mitigasi) meningkatnya gas-gas GRK yang lepas ke udara.
Hills, antara lain menyarankan untuk menggunakan pohon naungan dalam budidaya kopi sebagai salah satu bentuk adaptasi perubahan iklim. Hasil simulasi Terry Hills menunjukkan pemberian pohon naungan pada kebun kopi dapat menurunkan suhu mikro antara 3-4 oC. Selain itu, keberadaan pohon naungan akan mengurangi kecepatan angin, meningkatkan kelembaban udara, melindungi bunga dari curah hujan yang terus menerus, menghindari penurunan temperatur yang besar pada malam hari, menghindari puncak produksi dua tahunan dan membantu dalam pengelolaan hama/penyakit.
Hasil penelitian kami pada tahun 2010 dan 2011 di kebun kopi di dataran tinggi Gayo menunjukkan bahwa kapasitas kebun kopi untuk menyerap CO2 (karbon) dari udara dan menyimpannya dalam bagian tumbuhan masih dapat ditingkatkan menjadi dua kali dari kondisi budidaya kopi saat ini. Hal itu dapat dilakukan dengan pengaturan jenis dan jumlah pohon naungan.
Penambahan pohon naungan tersebut, selain dapat meningkatkan serapan dan simpanan karbon juga menghadirkan iklim mikro (suku) yang optimal bagi kopi untuk berbuah. Pada akhirnya akan meningkatkan pendapatan petani, karena kopinya semakin produktif dibandingkan yang diusahakan saat ini, juga petani mendapat sumber tambahan penghasilan dari berbagai jenis pohon pelindung penghasil buah komersial seperti alpukad, jeruk dan nangka.
Tentunya dengan berbagai perbaikan budidaya kopi, baik berupa aktivitas adaptasi maupun mitigasi perubahan iklim, produktivitas kopi akan tetap terjaga. Apabila itu dilakukan, tentu generasi yang dapat menikmati kelezatan kopi akan semakin panjang.
Dear,Import Dept,
BalasHapusDengan Hormat,
Perkenankan kami PT. INTI PRAKARSA LOGISTIK adalah perusahaan Jasa Import Specialist dalam bidang Jasa Customs Clearance di Kepabeanan baik via Bandara maupun Pelabuhan di seluruh Nusantara.
Bersama ini kami PT. INTI PRAKARSA LOGISTIK berminat untuk bermitra dengan perusahaan Bapak/Ibu dalam bidang Jasa sebagai berikut :
1. Under name Import
2. Borongan Import
3. Custom Clearance
4. Door to Door, Port to Door, dari ke seluruh dunia
5. By Air or Sea (Local and International)
6. Untuk semua jenis barang termasuk Dangerous, Cargo atau Personal
7. Jasa EDI/PPJK
HS CODE JENIS BARANG
Bag VI (HS NO. 2801 s/d 3826) KIMIA
Bag VII (HS NO. 3901 s/d 4017) PLASTIK
Bag VIII (HS NO. 4101 s/d 4304) KULIT
Bag X (HS NO. 4701 s/d 4911) KERTAS
Bag XII (HS NO. 6401 s/d 6704)ALAS KAKI
Bag XIII (HS NO. 6801 s/d 7020) KACA
Bag XV (HS NO. 7201 s/d 8311) BESI BAJA
Bag XVI (HS NO. 8401 s/d 8548) MESIN
Bag XVII (HS NO. 8601 s/d 8908) KENDERAAN AIR
Bag XVIII(HS NO. 9001 s/d 9209) INSTRUMEN
Bag XX (HS NO. 9401 s/d 9619) BARANG HASIL PABRIK
Best regards,
ANDIKA
Sea & Air
Import
INTI Kargo / Jln. Dewi Sartika No. 148, Jakarta 13630 Indonesia
Email : andika.intikargo@gmail.com
T : 021 80878873
F : 622180878381
Hp : 082311424631,089616672822