They've come a long, long way from the farm to you. delicious coffee bean... fadilprojectkopi@gmail.com
Sabtu, 29 Oktober 2011
LMDH Margamulya
Lmdh margamulya berdomisili di desa margamulya kec.pangalengan kab.bandung jumlah anggota 350 kk membudidayakan kopi jenis arabika, peternakan sapi, kelinci,ulat sutra, lebih jelas hub. : 085624161958
Kopi Luwak Produksi Masih Terbatas
Kopi Indonesia sudah dikenal di mancanegara seperti kopi Java, Mandailing, Toraja, dan Bali. Kini yang juga ramai dan menjadi trend di beberapa Negara Eropah seperti di Jerman, Belanda, Swiss, Inggris dan lain sebagianya adalah Kopi Luwak (kopi yang difermentasi dari perut luwak/Paradoxurus hermaphrodirus). Permintaan kopi luwak yang tinggi datang dari beberapa negara, seperti Jerman, Jepang, Amerika Serikat dan Negara Eropa lainnya.
Sementara itu, kemampuan produksi dari beberapa produsen kopi luwak pun sangat terbatas. Kopi Luwak mengalami keterbatasan produksi karena proses fermentasi kopi itu yang harus dilakukan di dalam perut binatang Luwak. Proses produksinya hanya bisa dilakukandengan cara budidaya binatang Luwak.
Akibatnya, Kopi luwak yang memiliki ciri khas tersendiri, baik secara proses dan citarasanya, produksinya terbatas dan naiknya permintaan ekspor kopi luwak sengaja dibatasi oleh produsen.
Hal tersebut mengemuka dalam diskusi penerapan pasca panen kopi luwak Kelompok Tani Kopi Rahayu dan launching Kopi Malabar arabika regular dan arabika luwak di Desa Margahayu Pangalengan Jawa Barat, Kamis (6/10).
Sementara itu, Kelompok Tani Kopi Rahayu Supriatna Dinuri mengatakan, banyak pembeli atau eksportir kopi yang akan membeli kopi di tempatnya bertanya mengenai keaslian kopi yang dijualnya tersebut. “Memang belum ada sertifikasinya tapi kami biasanya mengajak pembeli tersebut untuk melihat langsung prosesnya,” kata Supriatna di sela-sela acara diskusi.
Kopi luwak memang memiliki ciri khas tersendiri, baik secara proses dan citarasanya. Tapi, kopi luwak bukan menjadi produk unggulan bagi kelompok Tani Kopi Rahayu tapi yang utama adalah kopi Arabika. Sebab kopi luwak ini hanya 10% dari total produksi kelompok tani yang mencapai 80 ton per tahun. “Kami belum mampu memproduksi besar-besaran karena keterbatasan dari luwak yang kami miliki,” tambahnya.
Kerjasama Dengan Ahli Kopi
“Kopi luwak ini sangat unik dan memiliki rasa yang fantastis dibandingkan kopi lainnya, dan jenis kopi ini di dunia baru ada di Indonesia sebagai Negara pengahasil kopi luwak satu-satunya,” jelas Ahli Kopi dari PUM Netherlands Senior Expert (NSE), Sipke de Schiffart di sela-sela acara kunjungan ke penagkaran Kopi Luwak di Pangalengan.
Tentunya, tambah Sipke cara-cara yang dilakukan oleh petani di desa Margahayu tersebut sudah sesuai dengan animal walfare (kesejahteraan hewan), sebab luwak di pelihara di tempat yang disesuaikan dengan habitat aslinya, dan dipelihara seperti binatang peliharaan yang berproduksi seperti ayam yang menghasilkan telur.Kebersihan kandang, makanan juga menjadi perhatian yang tidak boleh ditinggalkan dan sesuai dengan kebiasaan luwak tersebut.
Untuk itu, Sipke tetap memberikan arahan agar kopi luwak ini bisa dikembangkan dan tetap berpatokan pada animal walfare. Memahami jika terjadi pertentangan masalah animal walfare ini, pihaknya dan PUM akan memfasilitasi kelompok tani ini untuk mendapatkan sertifikasi agar tetap bisa memproduksi kopi luwak untuk dipasarkan ke Eropah.
Kerjasama ini, tambah Sipke, dilakukan tidak hanya sebatas peningkatan kualitas saja tapi juga produksinya dan pascapanen hingga packaging sehingga kelompok tani ini bisa memiliki nilai tambah dari produksi kopi tersebut. Selain itu, kopi dari kaki gunung Malabar ini lebih dikenal di dunia.
Sementara itu, menurut Supriatna, PUM NSE telah banyak memberikan masukan kepada kelompok tani bagaimana menghasilkan kualitas kopi yang terbaik dan bisa masuk ke pasar internasional. Hasilnya, sangat signifikan terhadap produksi kopi di sini, sebelumnya kelompok tani hanya bisa menghasilkan sekitar 58 ton arabika dalam setahun, kini sudah bisa 80 ton setahun dan mutunya semakin meningkat. “Kalau dulu gradenya mungkin hanya 2 dan 3 sekarang sudah grade 1, dulu dijual dalam bentuk biji kini kami memiliki pengolahannya,”katanya.
Supriatna berharap kerjasama dengan PUM Netherlands Senior Expert (NSE) bisa berkembang lebih luas dan memberikan dampak positif bagi petani.
Sementara itu, kemampuan produksi dari beberapa produsen kopi luwak pun sangat terbatas. Kopi Luwak mengalami keterbatasan produksi karena proses fermentasi kopi itu yang harus dilakukan di dalam perut binatang Luwak. Proses produksinya hanya bisa dilakukandengan cara budidaya binatang Luwak.
Akibatnya, Kopi luwak yang memiliki ciri khas tersendiri, baik secara proses dan citarasanya, produksinya terbatas dan naiknya permintaan ekspor kopi luwak sengaja dibatasi oleh produsen.
Hal tersebut mengemuka dalam diskusi penerapan pasca panen kopi luwak Kelompok Tani Kopi Rahayu dan launching Kopi Malabar arabika regular dan arabika luwak di Desa Margahayu Pangalengan Jawa Barat, Kamis (6/10).
Sementara itu, Kelompok Tani Kopi Rahayu Supriatna Dinuri mengatakan, banyak pembeli atau eksportir kopi yang akan membeli kopi di tempatnya bertanya mengenai keaslian kopi yang dijualnya tersebut. “Memang belum ada sertifikasinya tapi kami biasanya mengajak pembeli tersebut untuk melihat langsung prosesnya,” kata Supriatna di sela-sela acara diskusi.
Kopi luwak memang memiliki ciri khas tersendiri, baik secara proses dan citarasanya. Tapi, kopi luwak bukan menjadi produk unggulan bagi kelompok Tani Kopi Rahayu tapi yang utama adalah kopi Arabika. Sebab kopi luwak ini hanya 10% dari total produksi kelompok tani yang mencapai 80 ton per tahun. “Kami belum mampu memproduksi besar-besaran karena keterbatasan dari luwak yang kami miliki,” tambahnya.
Kerjasama Dengan Ahli Kopi
“Kopi luwak ini sangat unik dan memiliki rasa yang fantastis dibandingkan kopi lainnya, dan jenis kopi ini di dunia baru ada di Indonesia sebagai Negara pengahasil kopi luwak satu-satunya,” jelas Ahli Kopi dari PUM Netherlands Senior Expert (NSE), Sipke de Schiffart di sela-sela acara kunjungan ke penagkaran Kopi Luwak di Pangalengan.
Tentunya, tambah Sipke cara-cara yang dilakukan oleh petani di desa Margahayu tersebut sudah sesuai dengan animal walfare (kesejahteraan hewan), sebab luwak di pelihara di tempat yang disesuaikan dengan habitat aslinya, dan dipelihara seperti binatang peliharaan yang berproduksi seperti ayam yang menghasilkan telur.Kebersihan kandang, makanan juga menjadi perhatian yang tidak boleh ditinggalkan dan sesuai dengan kebiasaan luwak tersebut.
Untuk itu, Sipke tetap memberikan arahan agar kopi luwak ini bisa dikembangkan dan tetap berpatokan pada animal walfare. Memahami jika terjadi pertentangan masalah animal walfare ini, pihaknya dan PUM akan memfasilitasi kelompok tani ini untuk mendapatkan sertifikasi agar tetap bisa memproduksi kopi luwak untuk dipasarkan ke Eropah.
Kerjasama ini, tambah Sipke, dilakukan tidak hanya sebatas peningkatan kualitas saja tapi juga produksinya dan pascapanen hingga packaging sehingga kelompok tani ini bisa memiliki nilai tambah dari produksi kopi tersebut. Selain itu, kopi dari kaki gunung Malabar ini lebih dikenal di dunia.
Sementara itu, menurut Supriatna, PUM NSE telah banyak memberikan masukan kepada kelompok tani bagaimana menghasilkan kualitas kopi yang terbaik dan bisa masuk ke pasar internasional. Hasilnya, sangat signifikan terhadap produksi kopi di sini, sebelumnya kelompok tani hanya bisa menghasilkan sekitar 58 ton arabika dalam setahun, kini sudah bisa 80 ton setahun dan mutunya semakin meningkat. “Kalau dulu gradenya mungkin hanya 2 dan 3 sekarang sudah grade 1, dulu dijual dalam bentuk biji kini kami memiliki pengolahannya,”katanya.
Supriatna berharap kerjasama dengan PUM Netherlands Senior Expert (NSE) bisa berkembang lebih luas dan memberikan dampak positif bagi petani.
Liputan Khusus : Kelompok Tani Kopi Rahayu Kembalikan Kejayaan Java Coffee
Kunci sukses kelompok ini adalah penerapan kata “saling” yang positif, yaitu saling bantu, saling memberi, dan saling mengingatkan.
Pada era kolonial, bangsa Eropa pernah begitu terkesan dengan kenikmatan kopi dari Pulau Jawa. Rasa kopi arabikanya bercitarasa khas. Namun belakangan Jawa, khususnya Jabar, malah lebih dikenal sebagai sentra sayuran dan susu. Petani banyak meninggalkan kopi lantaran masa panennya setahun sekali, tidak seperti sayuran yang empat bulan sekali bisa dipanen. Bahkan masyarakat di Pangalengan, Bandung, sampai mencap kopi sebagai komoditas yang hanya cocok bagi kaum tua atau para pemalas.
Pandangan keliru tersebut dipatahkan Supriatna Dinuri, penduduk Kp. Pasirmulya, Desa Margamulya, Pangalengan. Dengan kerja keras dan ketelatenan, ia mampu hidup sejahtera hanya dari kopi. Bersama Kelompok Tani Kopi Rahayu (KTKR), ia bangkit menapaki sukses besar. Kini aset KTKR mencapai Rp30 miliar. Kopi produksi kelompok ini merambah Eropa, Korea, dan Australia. Pendapatan bersih setiap anggotanya Rp3 juta per bulan. Supriatna sendiri mengantongi laba bersih Rp10 juta sebulan.
Pilihan
Mengawali pekerjaan sebagai petani kopi bukan hal mudah bagi Supriatna. Cercaan datang dari warga sekitar dan juga keluarga. Pengetahuan minim tentang kopi dan sejarah keluarga sebagai petani sayuran adalah salah satunya. Parahnya lagi, ia lulusan Sekolah Pertanian Menengah Atas (SPMA) jurusan peternakan.
Sempat menjadi inseminator selama 9 tahun di Koperasi Peternak Bandung Selatan (KPBS), ia memilih berhenti untuk memberi kesempatan kerja bagi adik kelasnya. Keluar dari KPBS, lelaki 45 tahun ini terpaksa menekuni sayuran selama empat tahun. Dari pengalamannya, ia menyimpulkan, “Risiko kerugian di bisnis sayuran tinggi. Komoditas ini tak akan bisa kita kuasai dari hulu sampai hilir. Di posisi tengah, yang ditempati petani malah kempes, yang gemuk adalah pengumpul,” jelas penerima penghargaan Ketahanan Pangan 2009 ini.
Dengan berbagai pertimbangan dan momen hancurnya harga sayuran pada 1998 akibat krisis, Supriatna berganti komoditas. Gencar mencari informasi komoditas yang cocok, akhirnya pilihan jatuh pada kopi. “Jawa Barat dulu terkenal dengan Java Coffee-nya. Dan Pangalengan cocok untuk pengembangan kopi Arabika,” paparnya.
Haus Ilmu
Berbekal tabungan tersisa, ayah dua anak itu menukar 10.000 bibit kopi dengan sebuah mobil miliknya senilai Rp12 juta. Belum cukup, ia rela melepas sebuah mobilnya lagi untuk biaya tanam kopi senilai Rp48 juta.
Bermodal nyali saja tanpa mempelajari budidaya, memang bukan langkah terbaik. Memasuki masa panen, tahun ketiga penanaman, semua pohon kopinya mati. Modal Rp80 jutaan pun ludes. Tak patah arang, Supriatna terus belajar dan mencari tahu seluk-beluk budidaya kopi. Semakin dalam belajar, semakin tinggi rasa ingin tahunya. Makin yakin dengan pilihannya, ia membentuk Kelompok Tani Kopi Rahayu pada tahun 2000. Meski beranggotakan 6 orang, itu pun kalangan sanak-saudara, ia terus maju. Luasan kebunnya waktu itu baru 8 ha yang ditanami 45 ribu batang. Produksinya sekitar 0,5 kg per pohon.
Supriatna dan kelompoknya kemudian sering ditunjuk Dinas Perkebunan mengikuti berbagai pelatihan. Lantaran dianggap berprestasi, beberapa kali pula KTKR mendapat bantuan, termasuk mesin pengolah kopi.
Melek Teknologi
Enam tahun berselang, KTKR semakin besar. Apalagi dengan bantuan mesin pengolah kopi, KTKR tak lagi menjual kopi gelondongan, tapi sudah dalam bentuk fermentasi. “Pendapatan petani waktu belum diolah hanya Rp500 per kg. Tapi setelah diolah menjadi bean (biji) Rp11.500 per kg atau sekitar Rp3 juta per bulan,” jelas pemilik lahan seluas 18 ha ini.
Kini KTKR beranggotakan 67 petani dengan luasan 59 ha. Tak berhenti sampai di situ, KTKR menjalin kerjasama dengan Perhutani untuk penanaman kopi pada lahan hutan yang rusak. Luasannya mencapai 338 ha dan baru tergarap sepertiganya. Dengan populasi tanaman menghasilkan 42.000 pohon, produksi KTKR sekarang 32 ton biji. Semuanya diproses secara organik, dari mulai penanaman sampai pengolahan.
Kopi termasuk primadona ekspor sehingga harganya mengacu ke pasar internasional. Karena itu mau tak mau KTKR mesti melek teknologi. KTKR pun menggaji staf khusus untuk memantau harga melalui internet. “Kopi bean, saya buka harga US$4, sekitar Rp30 ribu. Setelah saya kasih spec produk saya, mereka tawar lebih mahal dari harga di internet. Enaknya kopi, yang menentukan harga ya petani, tapi sayuran yang menentukan harga pengumpul,” ucap Supriatna yang menargetkan produksi tahun ini sebanyak 40 ton.
Disinggung soal perdagangan bebas Asean-China, Supriatna dan kelompoknya tidak gentar. “Dengan terus meningkatkan kualitas produk, kita bisa bicara banyak di dunia internasional,” kilahnya. Menurut suami Rina Yuliani ini, setiap pembeli menghendaki spesifikasi produk berbeda. Australia contohnya, minta produk kopi hasil fermentasi 24 jam. Sedangkan Eropa dan AS memilih fermentasi 12 jam dan 36 jam. Harga kopi terbaik terjadi saat puncak musim panen raya, Mei—Agustus.
Selain dalam bentuk fermentasi, KTKR juga mengusahakan kopi luwak. Setidaknya 18 ekor musang (luwak) dipelihara untuk membantu produksi kopi istimewa ini. Per tahun KTKR baru bisa memproduksi 60 kg kopi luwak. Ke depan KTKR akan menyiapkan satu hektar lahan guna melepas bebas musang-musang tersebut. “Biarkan saja mereka hidup bebas di lahan tersebut dan kita tinggal memanen kopi luwak,” cetusnya.
Kendala terbesar adalah mendapatkan bibit berkualitas. Menurut pengguna klon Arabika S795 buatan Puslitkoka, Jember ini, bibit adalah fondasi. Untuk itu KTKR memproduksi bibit sendiri dan menjualnya. Saat ini produksi bibitnya 400 ribu polibag per tahun yang dibanderol Rp1.600 per batang.
Tahun ini KTKR berkeinginan, semua anggotanya bisa terhubung dengan perbankan atau lembaga keuangan lainnya. Keinginan tersebut didasari harapan membangun perkebunan yang berintegrasi dengan ternak sapi.
Supriatna mengakui, kunci sukses KTKR adalah saling bantu, saling memberi, dan saling mengingatkan. “Tujuan utama kami berkebun adalah agar bisa mengeluarkan zakat. Kita bisa ibadah dari kopi, makanya kelompok kami solid,” ucap Supriatna bersahaja.
Kelompok Tani Kopi Rahayu, Gandeng Ahli Kopi Belanda
Kelompok Tani Kopi Rahayu, Gandeng Ahli Kopi Belanda
Pangalengan tercatat dalam sejarah sebagai penghasil teh, kina, dan kopi. Bahkan ekspor kopi dari daerah ini sempat memenuhi permintaan kopi dunia dengan sebutan kopi arabica dari Malabar.
Keunikan kopi Malabar ini karena ditanam pada lahan berketinggian 1.400-1800 m di atas permukaan laut tepatnya di kaki Gunung Malabar. Bibitnya klon S 795 dari India yang cocok dengan karakteristik Pangalengan. Lahan budidaya tersebut sangat subur sehingga cukup menggunakan pupuk organik, tanaman tumbuh subur hingga 12 tahun lebih.
Harga kopi hasil panen dari kebun itu mengacu pada harga internasional karena memang bahan minuman ini menjadi komoditas primadona ekspor. Karena itu kualitasnya pun harus terbaik agar bisa merambah ke pasar internasional.
Raih Pasar Lebih Luas
“Kami sangat bersemangat untuk mengembalikan kejayaan kopi dari Malabar yang dikenal sebagai java coffee di pasar luar negeri,” ucap Supriatna Dinuri, Ketua Kelompok Tani Kopi Rahayu (KTKR) antusias di sela diskusi tentang Penerapan Pascapanen Kopi Arabika, Kopi Luwak, dan launching Kopi Malabar Arabika Regular dan Malabar Arabika Luwak di Desa Margahayu, Kec. Pangalengan, Kab. Bandung, Jabar (6/9).
Kelanjutan tentang tulisan ini baca di Tabloid AGRINA versi Cetak volume 7 Edisi No. 164 yang terbit pada Rabu, 26 Oktober 2011.
Data Kopi Amburadul
http://kopigayo.blogspot.com/
Takengen | Lintas Gayo : Data-data teknis berupa angka-angka terkait kopi Gayo yang diproduksi di Kabupaten Aceh Tengah dan Bener Meriah dinilai amburadul alias kacau balau oleh seorang pemerhati kopi Gayo, Wiknyo yang dinyatakan kepada Lintas Gayo, Rabu (22/6) di Takengon.
Amburadulnya data seperti luas kebun kopi menurut Wiknyo penyebabnya adalah adanya dualisme data, data proyek dan data riil. “Jika ada bantuan untuk bibit misalnya, maka yang muncul adalah data proyek. Jika harusnya hamparan lahan hanya sekitar tigaperempat hektar maka ditulis menjadi satu hektar,” ujar Wiknyo seraya menyarankan agar kedepan dilakukan pendataan ulang yang lebih objektif sesuai kondisi lapangan.
Mantan Penyuluh Pertanian di Aceh Tengah ini juga mengeluhkan tidak adanya data-data terkait klimatologi (iklim) yang harusnya juga menjadi rujukan penting dalam pertanian dan perkebunan. “Sejak lama kita tidak punya data terkait iklim seperti curah hujan,” kata Wiknyo.
Padahal, katanya, data curah hujan sangat penting dalam memantau produksi kopi. “Jika tahun ini terjadi hujan sepanjang tahun, maka produksi kopi tahun depan dipastikan akan turun drastis. Dan jika terjadi kemarau minimal 3 bulan, maka produksi tahun berikutnya akan naik,” papar Wiknyo.
Selain pengaruh cuaca, ada sejumlah factor lain yang menentukan prouksi kopi. “Faktor bibit, teknis budidaya, tipe tanah dan agroklimat sangat menentukan kualitas dan kuantitas kopi,” imbuh Wiknyo.
Wiknyo juga mengungkap pengalaman dilapangan bahwa petani yang mengelola kebun kopi dengan luas kurang dari 1 hektar hidupnya lebih makmur daripada petani yang mengurus lahan kopi lebih dari itu. “Umumnya yang punya lahan 1 hektar bisa menghasilkan kopi sebanyak 700 kilogram pertahun. Tapi yang punya lahan kurang dari 1 hektar malah bisa memproduksi sebanyak 2 ton,” banding Wiknyo.
Artinya, lanjutnya, kelola saja lahan kopi lebih kecil dari 1 hektar dengan semaksimal mungkin daripada mengelola lebih luas dari itu akan tetapi tidak dikelola dengan baik.
Terakhir terkait pernyataan Ketua Asosiasi Eksportir Kopi Indonesia (AEKI) Provinsi Aceh, Samsul Bahri seperti dirilis sejumlah situs berita online, Selasa (21/6) yang menyatakan produksi kopi di Aceh lebih baik dimasa konflik, 48.000 ton pertahun dan dimasa damai Aceh hanya 20.000 ton pertahunnya, Wiknyo kembali menegaskan agar dilakukan pendataan ulang dan koreksi secara menyeluruh.
“Saya bingung juga, mereka ambil data darimana. Jika dari timbangan di perbatasan seperti di Km 35, terus terang saja saya tidak percaya dan data disitu tidak bisa jadi pegangan,” pungkasnya.
Terkait data kopi yang dinilai amburadul ini, Lintas Gayo belum berhasil mengkonfirmasi pihak-pihak terkait di Aceh Tengah dan Bener Meriah.(Khalis/Foto Win Ruhdi)
Takengen | Lintas Gayo : Data-data teknis berupa angka-angka terkait kopi Gayo yang diproduksi di Kabupaten Aceh Tengah dan Bener Meriah dinilai amburadul alias kacau balau oleh seorang pemerhati kopi Gayo, Wiknyo yang dinyatakan kepada Lintas Gayo, Rabu (22/6) di Takengon.
Amburadulnya data seperti luas kebun kopi menurut Wiknyo penyebabnya adalah adanya dualisme data, data proyek dan data riil. “Jika ada bantuan untuk bibit misalnya, maka yang muncul adalah data proyek. Jika harusnya hamparan lahan hanya sekitar tigaperempat hektar maka ditulis menjadi satu hektar,” ujar Wiknyo seraya menyarankan agar kedepan dilakukan pendataan ulang yang lebih objektif sesuai kondisi lapangan.
Mantan Penyuluh Pertanian di Aceh Tengah ini juga mengeluhkan tidak adanya data-data terkait klimatologi (iklim) yang harusnya juga menjadi rujukan penting dalam pertanian dan perkebunan. “Sejak lama kita tidak punya data terkait iklim seperti curah hujan,” kata Wiknyo.
Padahal, katanya, data curah hujan sangat penting dalam memantau produksi kopi. “Jika tahun ini terjadi hujan sepanjang tahun, maka produksi kopi tahun depan dipastikan akan turun drastis. Dan jika terjadi kemarau minimal 3 bulan, maka produksi tahun berikutnya akan naik,” papar Wiknyo.
Selain pengaruh cuaca, ada sejumlah factor lain yang menentukan prouksi kopi. “Faktor bibit, teknis budidaya, tipe tanah dan agroklimat sangat menentukan kualitas dan kuantitas kopi,” imbuh Wiknyo.
Wiknyo juga mengungkap pengalaman dilapangan bahwa petani yang mengelola kebun kopi dengan luas kurang dari 1 hektar hidupnya lebih makmur daripada petani yang mengurus lahan kopi lebih dari itu. “Umumnya yang punya lahan 1 hektar bisa menghasilkan kopi sebanyak 700 kilogram pertahun. Tapi yang punya lahan kurang dari 1 hektar malah bisa memproduksi sebanyak 2 ton,” banding Wiknyo.
Artinya, lanjutnya, kelola saja lahan kopi lebih kecil dari 1 hektar dengan semaksimal mungkin daripada mengelola lebih luas dari itu akan tetapi tidak dikelola dengan baik.
Terakhir terkait pernyataan Ketua Asosiasi Eksportir Kopi Indonesia (AEKI) Provinsi Aceh, Samsul Bahri seperti dirilis sejumlah situs berita online, Selasa (21/6) yang menyatakan produksi kopi di Aceh lebih baik dimasa konflik, 48.000 ton pertahun dan dimasa damai Aceh hanya 20.000 ton pertahunnya, Wiknyo kembali menegaskan agar dilakukan pendataan ulang dan koreksi secara menyeluruh.
“Saya bingung juga, mereka ambil data darimana. Jika dari timbangan di perbatasan seperti di Km 35, terus terang saja saya tidak percaya dan data disitu tidak bisa jadi pegangan,” pungkasnya.
Terkait data kopi yang dinilai amburadul ini, Lintas Gayo belum berhasil mengkonfirmasi pihak-pihak terkait di Aceh Tengah dan Bener Meriah.(Khalis/Foto Win Ruhdi)
KOMODITAS UNGGULAN DARI MASA KOLONIAL DI DATARAN TINGGI GAYO KABUPATEN ACEH TENGAH
http://kopigayo.blogspot.com
I. Pendahuluan
Kopi yang saat ini sudah dikenal luas sebagai minuman dengan cita rasa khas dan dipercaya mempunyai manfaat besar bagi peminumnya, telah dikenal sejak abad-abad sebelum Masehi. Menurut sumber tertulis kopi berasal dari daerah jazirah Arab. Keterkaitan dunia Arab dengan kopi juga dibuktikan dengan adanya kenyataan bahwa istilah “kopi” berasal dari bahasa Arab, quahweh. Dari dunia Arab, istilah tadi diadopsi oleh negara-negara lainnya melalui perubahan lafal menjadi cafe (Perancis), caffe (Italia), kaffe (Jerman), koffie (Belanda), coffee (Inggris), dan coffea (Latin). Namun diantara pakar masih belum ada persesuaian pendapat tentang daerah asal kopi. Berbagai daerah telah diindentifikasikan sebagai daerah dan habitat asal tanaman kopi oleh pakar dari berbagai keahlian.
Linnaeus seorang botanikus dalam sebuah tulisannya yang terbit tahun 1753 berpendapat bahwa habitat kopi terletak diantara daerah subur Saudi Arabia yang disebut Arabia Felix, yang kemudian dikenal dengan nama Mekkah. Karenanya dia memberi nama tanaman tadi Coffea arabica. Akan tetapi di dalam tulisannya kemudian di tahun 1763 dia menyebutkan daerah asal kopi sebagai “Arabia” dan “Ethiopia”, meskipun dia lebih memberi titik tekan pada Arabia, dan hanya menyebutkan Ethiopia dalam kaitannya dengan Arabia.
Pendapat lain dari Lankester (1832) mengatakan bahwa Coffea arabica dibawa dari Persia ke Saudi Arabia. Sedangkan kajian historis yang dilakukan oleh Southard (1918 membawa pada kesimpulan bahwa pada abad XI bangsa Arablah yang membawa biji-bijian kopi dari suatu daerah di Ethiopia yang disebut Harar. De Condolle, sebagaimana dilaporkan oleh Fauchere (1927) berpendapat bahwa kopi merupakan tanaman liar yang tumbuh di Abyssiria, Ethiopia, Sudan, Mozambique dan Guinea.
Berdasarkan berbagai pendapat di atas, nampaknya sebagian besar para ahli mengidentifikasikan Ethiopia sebagai daerah asal Coffea arabica. Jenis kopi yang kemudian diketemukan di pegunungan Ruwenzeri (Uganda), sekitar 450-600 km di selatan habitat asal Coffea arabica, ternyata dari spesies yang meskipun dekat, akan tetapi berbeda.
Adapun penyebaran tumbuhan kopi ke Indonesia dibawa seorang berkebangsaan Belanda pada abad ke-17 yang mendapatkan biji Arabika mocca dari Arabia ke Batavia (Jakarta). Kopi arabika itu pertama-tama ditanam dan dikembangkan di sebuah tempat bagian timur Jatinegara, Jakarta yang menggunakan tanah partikelir Kesawung yang kini lebih dikenal Pondok Kopi. Penyebaran selanjutnya dari tanaman kopi tersebut sampai juga ke kawasan dataran tinggi Gayo, Kabupaten Aceh Tengah. Dari masa kolonial Belanda hingga sekarang Kopi Gayo khususnya telah menjadi mata pencaharian pokok mayoritas masyarakat Gayo bahkan telah menjadi satu-satunya sentra tanaman kopi kualitas ekspor di daerah Aceh Tengah. Selain itu bukti arkeologis berupa sisa pabrik pengeringan kopi masa kolonial Belanda di Desa Wih Porak, Kecamatan Silih Nara, Aceh Tengah telah memberikan kejelasan bahwa kopi di masa lalu pernah menjadi komoditas penting perekonomian di sana. Untuk lebih jelas mengenai sejarah dan sisa pabrik pengeringan kopi di Tanah Gayo itu, berikut uraiannya.
II. Kopi Indonesia pada masa kolonial
Tanaman kopi (Coffea spp) adalah spesies tanaman berbentuk pohon yang termasuk dalam famili rubiaceae dan genus coffea. Tanaman ini tumbuhnya tegak, bercabang dan bila dibiarkan tumbuh dapat mencapai tinggi 12 m. Daunnya bulat telur dengan ujung agak meruncing, daun tumbuh berhadapan dengan batang, cabang dan ranting-ranting. Tanaman kopi umumnya akan mulai berbunga setelah berumur sekitar 2 tahun. Salah satu jenis kopi yaitu kopi arabika termasuk varietas unggul yang memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
Ditanam di daerah dengan ketinggian antara 700-1700 dpl dan suhu 16º-20º C.
Di tanam di daerah yang iklimnya kering selama 3 bulan/tahun secara berturut-turut yang sesekali mendapat hujan kiriman.
Umumnya peka terhadap serangan penyakit HV (cendawan Hemileia vastatrix), terutama bila ditanam di dataran rendah atau ketinggian kurang dari 500 dpl.
Rata-rata produksi sedang, harga dan kualitas relatif lebih tinggi dari kopi lainnya.
Umumnya berbuah sekali dalam setahun.
Komoditas kopi ini telah memainkan peranan penting dalam sejarah perekonomian Indonesia semenjak periode awal penetrasi kapitalisme internasional ke dalam masyarakat pra-kapitalis Indonesia. Semenjak diperkenalkannya kopi jenis Arabika oleh kaum kapitalis Belanda ke tanah Jawa (Batavia), tanaman kopi ini mengalami perkembangan yang amat pesat. Jenis kopi tersebut kemudian menyebar ke berbagai daerah di Jawa Barat, seperti Bogor, Sukabumi, Banten, dan Priangan melalui sistem tanam paksa (cultur stelsel) yang diperkenalkan Pemerintah Kolonial Belanda pada tahun 1830. Melalui sistem tanam paksa ini rakyat diwajibkan untuk menanam komoditi ekspor milik pemerintah, termasuk kopi pada seperlima luas tanah yang digarap, atau bekerja selama 66 hari di perkebunan-perkebunan milik pemerintah. Dari sistem tanam paksa ini telah menghasilkan komoditi kopi yang cukup meyakinkan. Di antara tahun 1830-1834 produksi kopi arabika di Jawa mencapai 26.600 ton, selang 30 tahun kemudian produksi kopi tadi meningkat menjadi 79.600 ton (Creutzberg, 1975 dalam Retnandari & Moeljarto,1991:15).
Berkembangnya tanaman kopi ini di Jawa khususnya dan daerah-daerah lain pada umumnya karena didukung oleh kondisi tanah yang subur dan iklim yang cocok serta tersedianya tenaga kerja yang cukup, apalagi dengan diterapkannya sistem tanam paksa. Dengan dipegangnya monopoli perdagangan kopi di tangan Pemerintah Kolonial Belanda, telah memungkinkan eksploitasi dan pentransferan nilai lebih (surplus values) yang cukup besar ke Negeri Belanda, yang ikut menopang pertumbuhan ekonominya secara tajam. Dalam pada itu diundangkannya Agrarische Wet (UU Agraria) pada tahun 1870 yang memberi peluang bagi kaum kapitalis untuk menyewa tanah dalam jangka panjang telah mendorong tumbuhnya sejumlah koffie onderneming terutama sekali di Jawa Timur. Penanaman kopi telah memberikan kepada pemerintah kolonial penghasilan yang besar, sebelum penanaman oleh negara lainnya melebihi kopi sesudah tahun 1870-an (Bachri, 2005:125).
Berkembang pesatnya tanaman kopi sangat menguntungkan sehingga pada akhirnya penanaman kopi meluas, diantaranya hampir ke seluruh karesidenan Jawa. Kesemuanya telah membawa produksi kopi ke titik puncaknya di abad ke XIX yang pada tahun 1880-1884 mencapai 94.400 ton (Creutzberg,1975 dalam Retnandari & Moeljarto,1991:15). Kopi memainkan peranan yang jauh lebih penting dibandingkan dengan gula tebu. Kalau nilai ekspor kopi rata-rata antara tahun 1865-1870 mencapai 25.965.000 gulden, maka dalam periode yang sama nilai ekspor rata-rata gula tebu hanyalah mencapai 8.416.000 gulden (Handelsstatistiek Java 1823-75, Tabel 10-11, p.39-41).
Namun berjangkitnya penyakit tanaman kopi, pes dan teknik budi daya tanaman kopi yang tidak memadai, telah membawa penurunan produksi kopi secara drastis, yang diantara tahun 1910-1914 mencapai titik terendahnya sebesar 35.400 ton. Peristiwa tragis tadi justru membuka frontiers baru dalam budi daya tanaman kopi dalam wujud diperkenalkannya varietas kopi Robusta yang lebih tahan penyakit dan mempunyai produktivitas yang lebih tinggi. Varietas kopi Robusta ini segera menyebar ke daerah lain, khususnya Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Lampung dan Aceh/NAD. Varietas kopi Arabika yang lebih sulit pembudidayaannya tinggal menempati lahan-lahan pertanian sempit pada ketinggian antara 900 – 1.000 meter di atas permukaan air laut, dan merupakan enclave di daerah Aceh (Takengon), Sumatera Utara (Sidikalang, Lintongnihuta, dan Mandailing), Jawa Timur (Besuki), dan Sulawesi Selatan (Toraja). Produksi puncak tanaman kopi dalam era sebelum Perang Dunia II terjadi di antara tahun 1935-1940 dengan produksi sebesar 124.600 ton. Pertumbuhan kopi varietas Robusta ini segera melampaui jenis Arabika sehingga pada saat ini mewujudkan 90 persen dari produksi yang ada.
Masa-masa Perang Dunia II ketika Indonesia diduduki Jepang dan masa pasca Perang Dunia II pada saat Revolusi Kemerdekaan merupakan masa-masa suram bagi produksi kopi. Banyak koffie onderrneming yang hancur sebagai akibat langsung maupun tidak langsung dari peperangan tadi serta adanya kecenderungan petani beralih ke tanaman produksi untuk subsistensi telah mengakibatkan turunnya produksi kopi secara drastis yang pada tahun 1950-an hanya mencapai 12-13% dari puncak produksi sebelum perang. Hal ini mengakibatkan hilangnya pasaran kopi Indonesia di pasaran internasional. Apa yang dikemukakan di atas tidak dapat dilepaskan dari moralitas petani, yang menekankan pada ekonomi survival dan wawasan mendahulukan keselamatan (safety-first philosophy). Kalau menurunnya harga kopi di pasaran internasional cenderung mendapatkan reaksi dari perkebunan kopi berupa menurunkan jumlah kopi yang dipetik dan mengurangi lahan usaha, maka reaksi petani kopi terhadap penurunan harga kopi tadi justru berwujud meningkatkan jumlah kopi yang dipetik untuk dapat mempertahankan derajat kehidupan subsistensi atau survival tadi.
III. Kopi Gayo dalam kajian sejarah dan sisa kepurbakalaannya
Kehadiran kekuasaan Belanda di Tanah Gayo tahun 1904 serta merta diikuti pula dengan hadirnya pendatang-pendatang yang menetap di sini. Pada masa itu wilayah Aceh Tengah dijadikan onder afdeeling Nordkus Atjeh dengan Sigli sebagai ibukotanya. Di sisi lain kehadiran Belanda juga telah memberi penghidupan baru dengan membuka lahan perkebunan, salah satunya kebun kopi di Tanah Gayo (di ketinggian 1.000 - 1.700 m di atas permukaan laut). Kondisi ini berbeda dengan lokasi tanam di Sumatera Timur, kopi ditanam di areal bekas tanaman tembakau Deli yang kurang baik (Sinar, tt:316). Tanaman Tembakau Deli dikatakan kurang baik karena masa depan tembakau Deli waktu itu masih belum pasti.
Sebelum kopi hadir di dataran tinggi Gayo tanaman teh dan lada telah lebih dulu diperkenalkan di sana. Menurut ahli pertanian Belanda JH Heyl dalam bukunya berjudul “Pepercultuur in Atjeh” menerangkan asalnya tanaman lada dibawa dari Mandagaskar (Afrika Timur) dalam abad VII atau VIII ke tanah Aceh (Zainuddin, 1961:264). Sayangnya kedua tanaman itu kurang mendapat perhatian serius dari pemerintah kolonial. Pada akhirnya Belanda kemudian memperkenalkan dan membuka perkebunan kopi pertama seluas 100 ha pada tahun 1918 di kawasan Belang Gele, yang sekarang termasuk wilayah Kecamatan Bebesen, Aceh Tengah. Selain dibukanya lahan perkebunan, di tahun 1920 muncul kampung baru masyarakat Gayo di sekitar perkebunan kopi Belanda itu, dan pada tahun 1925-1930 mereka membuka sejarah baru dengan membuka kebun-kebun kopi rakyat. Pembukaan itu didasari oleh pengetahuan yang diperoleh petani karena bertetangga dengan perkebunan Belanda itu. Pada akhir tahun 1930 empat buah kampung telah berdiri di sekitar kebun Belanda di Belang Gele itu, yaitu Kampung Belang Gele, Atu Gajah, Paya Sawi, dan Pantan Peseng (Melalatoa, 2003:51).
Salah satu bukti kepurbakalaan yang berkaitan dengan komoditas kopi ini adalah temuan berupa sisa pabrik pengeringan kopi (biji kopi) di dekat Mesjid Baitul Makmur, Desa Wih Porak, Kecamatan Silih Nara, Kabupaten Bener Meriah (dulu Aceh Tengah), Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (Susilowati,2007). Secara astronomis terletak pada 040 36.640′ LU dan 0960 45.660′ BT (47 N 0251594 UTM 0510018). Bekas pabrik pengeringan kopi tersebut menempati lahan berukuran 110 m x 60 m, sebagian kini telah menjadi lahan Pesantren Terpadu Darul Uini. Pada lahan tersebut terdapat sisa bangunan berupa sisa pondasi, sisa tembok bangunan, bekas tempat kincir air, dan beberapa kolam tempat proses pengeringan kopi.
Tempat kincir air ditandai dengan 3 buah tembok berketebalan 15 cm, tinggi sekitar 2 m dan di bagian permukaan atasnya dijumpai masing-masing 2 buah baut besi yang diperkirakan sebagai tempat bertumpunya kincir angin. Di dekat bekas tempat kincir air tersebut dijumpai dua buah kolam tempat pemrosesan kopi, salah satunya berukuran panjang sekitar 2,65 m, lebar, 2,33 m dan tinggi sekitar 1,25 m. Pada bagian selatan terdapat saluran air yang menuju ke kolam di bagian selatan. Selain itu juga terdapat bekas tembok kolam pengering gabah kopi di bagian paling selatan setelah tembok saluran air. Pada bekas tembok kolam tersebut masih terdapat lubang saluran air di bagian utara.
Setelah masa kemerdekaan pabrik tersebut pernah terlantar, selanjutnya sekitar tahun 1960-an hingga tahun 1979 pabrik tersebut pernah dikelola oleh PNP I, kemudian kepemilikannya berpindah ke PT Ala Silo dan terakhir lahannya kini dimiliki oleh Dinas Perkebunan Pemerintah Daerah Kab. Aceh Tengah.
Sekitar 40 m arah baratdaya dari lokasi pabrik berada, dijumpai rumah-rumah lama peninggalan masa kolonial, dan sekitar 85 m arah barat laut pabrik terdapat bekas bangunan rumah pejabat Belanda yang kondisinya kini sudah rata dengan tanah. Di bagian dalam bekas rumah tersebut terdapat bunker. Menurut informasi dahulu pernah digunakan untuk tempat persembunyian Mr. Syafrudin Prawiranegara (Pimpinan Sementara Pemerintah Darurat RI ketika terjadi Agresi Militer Belanda II). Rumah tersebut dibongkar pada tahun 1966 dan dijadikan sebagai rumah pekerja PNP I. Objek lainnya sekitar 1,2 km arah timurlaut pabrik, masuk dalam wilayah Desa Wih Pesam terdapat kolam pemandian air panas yang sudah ada sejak masa kolonial Belanda.
Pada paruh kedua tahun 1950-an setelah lepas dari gangguan keamanan akibat pergolakan DI/TII yang menyebabkan keadaan ekonomi rakyat morat-marit, orang Gayo mulai berkebun kopi. Pada periode itu hutan-hutan dibabat untuk dijadikan kebun kopi. Pada tahun 1972 Kabupaten Aceh Tengah tercatat sebagai penghasil kopi terbesar dibandingkan dengan kabupaten lainnya di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Luas areal kebun kopi di Kabupaten Aceh Tengah pada tahun 1972 adalah 19.962 ha.
Berikut tabel luas areal perkebunan kopi rakyat di sana tahun 1970-1975 per kecamatan:
No
Kecamatan
1970
(ha)
1971
(ha)
1972
(ha)
1973
(ha)
1974
(ha)
1975
(ha)
1
Kota Takengon
125
129
133
137
145
650
2
Bebesan
4.500
4.635
4.774
4.918
5.066
5.218
3
Bukit
4.000
4.120
4.244
4.372
4.503
4.638
4
Bandar
4.750
4.893
5.040
5.191
5.347
5.507
5
Silih Nara
3.500
3.605
3.713
3.825
3.940
4.058
6
Timang Gajah
1.500
1.595
2.058
2.610
2.688
2.768
7
Linge
-
-
-
-
-
-
Total
18.375
18.977
19.962
21.053
21.689
22.839
(Sumber: Nasir,1976:3 dalam Melalatoa,2003:51)
Perkebunan kopi bagi warga Kabupaten Bener Meriah (pemekaran dari Kab. Aceh Tengah) dan Kabupaten Aceh Tengah merupakan urat nadi perekonomian yang paling menonjol, selain perdagangan sayur mayur seperti kol/kubis, wortel, cabai, dan cokelat. Sebagai komoditas ekspor, 27.953 keluarga di Aceh Tengah menggantungkan hidup mereka pada budi daya kopi dengan luas areal 46.392 ha, dan dengan rata-rata 720,7 kg/ha/tahun (BPS Kab. Aceh Tengah 2005:144-145). Konflik yang berkepanjangan menyebabkan sedikitnya 6.440 ha lahan kopi telantar dan 5.037 keluarga kehilangan lapangan kerja.
Setelah konflik mereda dan ditandatanganinya perjanjian damai RI-GAM pada akhir tahun 2005, para petani kopi kini mulai berani bercocok tanam di kebun kopi yang terletak jauh di lereng gunung, tidak sekedar menanam kopi di pekarangan rumah. Harga jual kopi pun -meski dipengaruhi harga kopi dunia- relatif stabil dan terus menguat karena jalur perdagangan antara Takengon-Bireun-Lhoksemauwe-Medan dapat dilalui kendaraan angkut tanpa resiko besar.
IV. Penutup
Komoditas kopi merupakan sokoguru perkebunan di daerah Tanah Gayo, Kabupaten Aceh Tengah sejak masa kolonial Belanda. Kopi bukan sekedar dikonsumsi di lokal Aceh, tetapi kini sudah menjadi komoditas ekspor. Sejak dibukanya perkebunan kopi, di tanah Gayo muncul beberapa perkampungan baru. Munculnya perkampungan-perkampungan baru tersebut merupakan salah satu upaya Pemerintah Kolonial Belanda untuk menjadikan tanah gayo sebagai lumbung kopi karena kualitas jenis kopi (kopi arabika) yang ditanam memiliki harga yang cukup tinggi di pasaran internasional. Dalam beberapa dekade berikutnya produksi kopi mengalami pasang surut, puncaknya adalah ketika terjadi konflik bersenjata antara Pemerintah RI dan GAM. Banyak perkebunan kopi terbengkalai bahkan ditinggalkan, hingga kemudian tercapai nota kesepahaman bersama pada akhir tahun 2005, aktivitas perkebunan kopi mulai bangkit kembali dan kini telah menjadi tulang punggung perekonomian di Kabupaten Aceh Tengah dan Bener Meriah.
Kepustakaan
Bachri, Saiful, 2005. Sejarah Perekonomian. Surakarta: Lembaga Pengembangan Pendidikan UNS dan UNS Press
BPS Aceh Tengah, 2005. Aceh Tengah Dalam Angka 2005. Takengon: BPS Kab. Aceh Tengah dan Bappeda Kab. Aceh Tengah
Hurgronje, C. Snouck, 1996. Gayo, Masyarakat dan Kebudayaannya Awal Abad ke-20, terjemahan oleh Hatta Hasan Aman Asnah. Jakarta: Balai Pustaka
Kartodirdjo, Sartono, 1999. Pengantar Sejarah Indonesia Baru: 1500-1900, Dari Emporium Sampai Imperium Jilid I. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama
Marsden, William, 1999. Sejarah Sumatra, terjemahan oleh A.S Nasution dan Mahyuddin Mendim. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Melalatoa, M.Junus, 2003. Gayo, Etnografi Budaya Malu. Jakarta: Yayasan Budaya Tradisional dan Kantor kementerian dan Pariwisata RI
Nasir, 1977. Pola Perdagangan Kopi Rakyat: Kasus Studi di Desa Ratawali dan Bukit Menjangan Kabupaten Aceh Tengah. Banda Aceh: Pusat Latihan Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial Aceh.
Retnandari dan Moeljarto Tjokrowinoto,1991. Kopi, Kajian Sosial-Ekonomi. Yogyakarta: Aditya Media
Sinar, Tengku Luckman, tt. Bangun dan Runtuhnya Kerajaan Melayu di Sumatera Timur. Medan: tp
Susilowati, Nenggih, 2007. LPA, Penelitian Arkeologi di Kabupaten Aceh Tengah, Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Medan: Balai Arkeologi Medan (belum diterbitkan).
Zainuddin, H.M, 1961. Tarich Atjeh dan Nusantara, Jilid I. Medan: Pustaka Iskandar Muda
I. Pendahuluan
Kopi yang saat ini sudah dikenal luas sebagai minuman dengan cita rasa khas dan dipercaya mempunyai manfaat besar bagi peminumnya, telah dikenal sejak abad-abad sebelum Masehi. Menurut sumber tertulis kopi berasal dari daerah jazirah Arab. Keterkaitan dunia Arab dengan kopi juga dibuktikan dengan adanya kenyataan bahwa istilah “kopi” berasal dari bahasa Arab, quahweh. Dari dunia Arab, istilah tadi diadopsi oleh negara-negara lainnya melalui perubahan lafal menjadi cafe (Perancis), caffe (Italia), kaffe (Jerman), koffie (Belanda), coffee (Inggris), dan coffea (Latin). Namun diantara pakar masih belum ada persesuaian pendapat tentang daerah asal kopi. Berbagai daerah telah diindentifikasikan sebagai daerah dan habitat asal tanaman kopi oleh pakar dari berbagai keahlian.
Linnaeus seorang botanikus dalam sebuah tulisannya yang terbit tahun 1753 berpendapat bahwa habitat kopi terletak diantara daerah subur Saudi Arabia yang disebut Arabia Felix, yang kemudian dikenal dengan nama Mekkah. Karenanya dia memberi nama tanaman tadi Coffea arabica. Akan tetapi di dalam tulisannya kemudian di tahun 1763 dia menyebutkan daerah asal kopi sebagai “Arabia” dan “Ethiopia”, meskipun dia lebih memberi titik tekan pada Arabia, dan hanya menyebutkan Ethiopia dalam kaitannya dengan Arabia.
Pendapat lain dari Lankester (1832) mengatakan bahwa Coffea arabica dibawa dari Persia ke Saudi Arabia. Sedangkan kajian historis yang dilakukan oleh Southard (1918 membawa pada kesimpulan bahwa pada abad XI bangsa Arablah yang membawa biji-bijian kopi dari suatu daerah di Ethiopia yang disebut Harar. De Condolle, sebagaimana dilaporkan oleh Fauchere (1927) berpendapat bahwa kopi merupakan tanaman liar yang tumbuh di Abyssiria, Ethiopia, Sudan, Mozambique dan Guinea.
Berdasarkan berbagai pendapat di atas, nampaknya sebagian besar para ahli mengidentifikasikan Ethiopia sebagai daerah asal Coffea arabica. Jenis kopi yang kemudian diketemukan di pegunungan Ruwenzeri (Uganda), sekitar 450-600 km di selatan habitat asal Coffea arabica, ternyata dari spesies yang meskipun dekat, akan tetapi berbeda.
Adapun penyebaran tumbuhan kopi ke Indonesia dibawa seorang berkebangsaan Belanda pada abad ke-17 yang mendapatkan biji Arabika mocca dari Arabia ke Batavia (Jakarta). Kopi arabika itu pertama-tama ditanam dan dikembangkan di sebuah tempat bagian timur Jatinegara, Jakarta yang menggunakan tanah partikelir Kesawung yang kini lebih dikenal Pondok Kopi. Penyebaran selanjutnya dari tanaman kopi tersebut sampai juga ke kawasan dataran tinggi Gayo, Kabupaten Aceh Tengah. Dari masa kolonial Belanda hingga sekarang Kopi Gayo khususnya telah menjadi mata pencaharian pokok mayoritas masyarakat Gayo bahkan telah menjadi satu-satunya sentra tanaman kopi kualitas ekspor di daerah Aceh Tengah. Selain itu bukti arkeologis berupa sisa pabrik pengeringan kopi masa kolonial Belanda di Desa Wih Porak, Kecamatan Silih Nara, Aceh Tengah telah memberikan kejelasan bahwa kopi di masa lalu pernah menjadi komoditas penting perekonomian di sana. Untuk lebih jelas mengenai sejarah dan sisa pabrik pengeringan kopi di Tanah Gayo itu, berikut uraiannya.
II. Kopi Indonesia pada masa kolonial
Tanaman kopi (Coffea spp) adalah spesies tanaman berbentuk pohon yang termasuk dalam famili rubiaceae dan genus coffea. Tanaman ini tumbuhnya tegak, bercabang dan bila dibiarkan tumbuh dapat mencapai tinggi 12 m. Daunnya bulat telur dengan ujung agak meruncing, daun tumbuh berhadapan dengan batang, cabang dan ranting-ranting. Tanaman kopi umumnya akan mulai berbunga setelah berumur sekitar 2 tahun. Salah satu jenis kopi yaitu kopi arabika termasuk varietas unggul yang memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
Ditanam di daerah dengan ketinggian antara 700-1700 dpl dan suhu 16º-20º C.
Di tanam di daerah yang iklimnya kering selama 3 bulan/tahun secara berturut-turut yang sesekali mendapat hujan kiriman.
Umumnya peka terhadap serangan penyakit HV (cendawan Hemileia vastatrix), terutama bila ditanam di dataran rendah atau ketinggian kurang dari 500 dpl.
Rata-rata produksi sedang, harga dan kualitas relatif lebih tinggi dari kopi lainnya.
Umumnya berbuah sekali dalam setahun.
Komoditas kopi ini telah memainkan peranan penting dalam sejarah perekonomian Indonesia semenjak periode awal penetrasi kapitalisme internasional ke dalam masyarakat pra-kapitalis Indonesia. Semenjak diperkenalkannya kopi jenis Arabika oleh kaum kapitalis Belanda ke tanah Jawa (Batavia), tanaman kopi ini mengalami perkembangan yang amat pesat. Jenis kopi tersebut kemudian menyebar ke berbagai daerah di Jawa Barat, seperti Bogor, Sukabumi, Banten, dan Priangan melalui sistem tanam paksa (cultur stelsel) yang diperkenalkan Pemerintah Kolonial Belanda pada tahun 1830. Melalui sistem tanam paksa ini rakyat diwajibkan untuk menanam komoditi ekspor milik pemerintah, termasuk kopi pada seperlima luas tanah yang digarap, atau bekerja selama 66 hari di perkebunan-perkebunan milik pemerintah. Dari sistem tanam paksa ini telah menghasilkan komoditi kopi yang cukup meyakinkan. Di antara tahun 1830-1834 produksi kopi arabika di Jawa mencapai 26.600 ton, selang 30 tahun kemudian produksi kopi tadi meningkat menjadi 79.600 ton (Creutzberg, 1975 dalam Retnandari & Moeljarto,1991:15).
Berkembangnya tanaman kopi ini di Jawa khususnya dan daerah-daerah lain pada umumnya karena didukung oleh kondisi tanah yang subur dan iklim yang cocok serta tersedianya tenaga kerja yang cukup, apalagi dengan diterapkannya sistem tanam paksa. Dengan dipegangnya monopoli perdagangan kopi di tangan Pemerintah Kolonial Belanda, telah memungkinkan eksploitasi dan pentransferan nilai lebih (surplus values) yang cukup besar ke Negeri Belanda, yang ikut menopang pertumbuhan ekonominya secara tajam. Dalam pada itu diundangkannya Agrarische Wet (UU Agraria) pada tahun 1870 yang memberi peluang bagi kaum kapitalis untuk menyewa tanah dalam jangka panjang telah mendorong tumbuhnya sejumlah koffie onderneming terutama sekali di Jawa Timur. Penanaman kopi telah memberikan kepada pemerintah kolonial penghasilan yang besar, sebelum penanaman oleh negara lainnya melebihi kopi sesudah tahun 1870-an (Bachri, 2005:125).
Berkembang pesatnya tanaman kopi sangat menguntungkan sehingga pada akhirnya penanaman kopi meluas, diantaranya hampir ke seluruh karesidenan Jawa. Kesemuanya telah membawa produksi kopi ke titik puncaknya di abad ke XIX yang pada tahun 1880-1884 mencapai 94.400 ton (Creutzberg,1975 dalam Retnandari & Moeljarto,1991:15). Kopi memainkan peranan yang jauh lebih penting dibandingkan dengan gula tebu. Kalau nilai ekspor kopi rata-rata antara tahun 1865-1870 mencapai 25.965.000 gulden, maka dalam periode yang sama nilai ekspor rata-rata gula tebu hanyalah mencapai 8.416.000 gulden (Handelsstatistiek Java 1823-75, Tabel 10-11, p.39-41).
Namun berjangkitnya penyakit tanaman kopi, pes dan teknik budi daya tanaman kopi yang tidak memadai, telah membawa penurunan produksi kopi secara drastis, yang diantara tahun 1910-1914 mencapai titik terendahnya sebesar 35.400 ton. Peristiwa tragis tadi justru membuka frontiers baru dalam budi daya tanaman kopi dalam wujud diperkenalkannya varietas kopi Robusta yang lebih tahan penyakit dan mempunyai produktivitas yang lebih tinggi. Varietas kopi Robusta ini segera menyebar ke daerah lain, khususnya Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Lampung dan Aceh/NAD. Varietas kopi Arabika yang lebih sulit pembudidayaannya tinggal menempati lahan-lahan pertanian sempit pada ketinggian antara 900 – 1.000 meter di atas permukaan air laut, dan merupakan enclave di daerah Aceh (Takengon), Sumatera Utara (Sidikalang, Lintongnihuta, dan Mandailing), Jawa Timur (Besuki), dan Sulawesi Selatan (Toraja). Produksi puncak tanaman kopi dalam era sebelum Perang Dunia II terjadi di antara tahun 1935-1940 dengan produksi sebesar 124.600 ton. Pertumbuhan kopi varietas Robusta ini segera melampaui jenis Arabika sehingga pada saat ini mewujudkan 90 persen dari produksi yang ada.
Masa-masa Perang Dunia II ketika Indonesia diduduki Jepang dan masa pasca Perang Dunia II pada saat Revolusi Kemerdekaan merupakan masa-masa suram bagi produksi kopi. Banyak koffie onderrneming yang hancur sebagai akibat langsung maupun tidak langsung dari peperangan tadi serta adanya kecenderungan petani beralih ke tanaman produksi untuk subsistensi telah mengakibatkan turunnya produksi kopi secara drastis yang pada tahun 1950-an hanya mencapai 12-13% dari puncak produksi sebelum perang. Hal ini mengakibatkan hilangnya pasaran kopi Indonesia di pasaran internasional. Apa yang dikemukakan di atas tidak dapat dilepaskan dari moralitas petani, yang menekankan pada ekonomi survival dan wawasan mendahulukan keselamatan (safety-first philosophy). Kalau menurunnya harga kopi di pasaran internasional cenderung mendapatkan reaksi dari perkebunan kopi berupa menurunkan jumlah kopi yang dipetik dan mengurangi lahan usaha, maka reaksi petani kopi terhadap penurunan harga kopi tadi justru berwujud meningkatkan jumlah kopi yang dipetik untuk dapat mempertahankan derajat kehidupan subsistensi atau survival tadi.
III. Kopi Gayo dalam kajian sejarah dan sisa kepurbakalaannya
Kehadiran kekuasaan Belanda di Tanah Gayo tahun 1904 serta merta diikuti pula dengan hadirnya pendatang-pendatang yang menetap di sini. Pada masa itu wilayah Aceh Tengah dijadikan onder afdeeling Nordkus Atjeh dengan Sigli sebagai ibukotanya. Di sisi lain kehadiran Belanda juga telah memberi penghidupan baru dengan membuka lahan perkebunan, salah satunya kebun kopi di Tanah Gayo (di ketinggian 1.000 - 1.700 m di atas permukaan laut). Kondisi ini berbeda dengan lokasi tanam di Sumatera Timur, kopi ditanam di areal bekas tanaman tembakau Deli yang kurang baik (Sinar, tt:316). Tanaman Tembakau Deli dikatakan kurang baik karena masa depan tembakau Deli waktu itu masih belum pasti.
Sebelum kopi hadir di dataran tinggi Gayo tanaman teh dan lada telah lebih dulu diperkenalkan di sana. Menurut ahli pertanian Belanda JH Heyl dalam bukunya berjudul “Pepercultuur in Atjeh” menerangkan asalnya tanaman lada dibawa dari Mandagaskar (Afrika Timur) dalam abad VII atau VIII ke tanah Aceh (Zainuddin, 1961:264). Sayangnya kedua tanaman itu kurang mendapat perhatian serius dari pemerintah kolonial. Pada akhirnya Belanda kemudian memperkenalkan dan membuka perkebunan kopi pertama seluas 100 ha pada tahun 1918 di kawasan Belang Gele, yang sekarang termasuk wilayah Kecamatan Bebesen, Aceh Tengah. Selain dibukanya lahan perkebunan, di tahun 1920 muncul kampung baru masyarakat Gayo di sekitar perkebunan kopi Belanda itu, dan pada tahun 1925-1930 mereka membuka sejarah baru dengan membuka kebun-kebun kopi rakyat. Pembukaan itu didasari oleh pengetahuan yang diperoleh petani karena bertetangga dengan perkebunan Belanda itu. Pada akhir tahun 1930 empat buah kampung telah berdiri di sekitar kebun Belanda di Belang Gele itu, yaitu Kampung Belang Gele, Atu Gajah, Paya Sawi, dan Pantan Peseng (Melalatoa, 2003:51).
Salah satu bukti kepurbakalaan yang berkaitan dengan komoditas kopi ini adalah temuan berupa sisa pabrik pengeringan kopi (biji kopi) di dekat Mesjid Baitul Makmur, Desa Wih Porak, Kecamatan Silih Nara, Kabupaten Bener Meriah (dulu Aceh Tengah), Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (Susilowati,2007). Secara astronomis terletak pada 040 36.640′ LU dan 0960 45.660′ BT (47 N 0251594 UTM 0510018). Bekas pabrik pengeringan kopi tersebut menempati lahan berukuran 110 m x 60 m, sebagian kini telah menjadi lahan Pesantren Terpadu Darul Uini. Pada lahan tersebut terdapat sisa bangunan berupa sisa pondasi, sisa tembok bangunan, bekas tempat kincir air, dan beberapa kolam tempat proses pengeringan kopi.
Tempat kincir air ditandai dengan 3 buah tembok berketebalan 15 cm, tinggi sekitar 2 m dan di bagian permukaan atasnya dijumpai masing-masing 2 buah baut besi yang diperkirakan sebagai tempat bertumpunya kincir angin. Di dekat bekas tempat kincir air tersebut dijumpai dua buah kolam tempat pemrosesan kopi, salah satunya berukuran panjang sekitar 2,65 m, lebar, 2,33 m dan tinggi sekitar 1,25 m. Pada bagian selatan terdapat saluran air yang menuju ke kolam di bagian selatan. Selain itu juga terdapat bekas tembok kolam pengering gabah kopi di bagian paling selatan setelah tembok saluran air. Pada bekas tembok kolam tersebut masih terdapat lubang saluran air di bagian utara.
Setelah masa kemerdekaan pabrik tersebut pernah terlantar, selanjutnya sekitar tahun 1960-an hingga tahun 1979 pabrik tersebut pernah dikelola oleh PNP I, kemudian kepemilikannya berpindah ke PT Ala Silo dan terakhir lahannya kini dimiliki oleh Dinas Perkebunan Pemerintah Daerah Kab. Aceh Tengah.
Sekitar 40 m arah baratdaya dari lokasi pabrik berada, dijumpai rumah-rumah lama peninggalan masa kolonial, dan sekitar 85 m arah barat laut pabrik terdapat bekas bangunan rumah pejabat Belanda yang kondisinya kini sudah rata dengan tanah. Di bagian dalam bekas rumah tersebut terdapat bunker. Menurut informasi dahulu pernah digunakan untuk tempat persembunyian Mr. Syafrudin Prawiranegara (Pimpinan Sementara Pemerintah Darurat RI ketika terjadi Agresi Militer Belanda II). Rumah tersebut dibongkar pada tahun 1966 dan dijadikan sebagai rumah pekerja PNP I. Objek lainnya sekitar 1,2 km arah timurlaut pabrik, masuk dalam wilayah Desa Wih Pesam terdapat kolam pemandian air panas yang sudah ada sejak masa kolonial Belanda.
Pada paruh kedua tahun 1950-an setelah lepas dari gangguan keamanan akibat pergolakan DI/TII yang menyebabkan keadaan ekonomi rakyat morat-marit, orang Gayo mulai berkebun kopi. Pada periode itu hutan-hutan dibabat untuk dijadikan kebun kopi. Pada tahun 1972 Kabupaten Aceh Tengah tercatat sebagai penghasil kopi terbesar dibandingkan dengan kabupaten lainnya di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Luas areal kebun kopi di Kabupaten Aceh Tengah pada tahun 1972 adalah 19.962 ha.
Berikut tabel luas areal perkebunan kopi rakyat di sana tahun 1970-1975 per kecamatan:
No
Kecamatan
1970
(ha)
1971
(ha)
1972
(ha)
1973
(ha)
1974
(ha)
1975
(ha)
1
Kota Takengon
125
129
133
137
145
650
2
Bebesan
4.500
4.635
4.774
4.918
5.066
5.218
3
Bukit
4.000
4.120
4.244
4.372
4.503
4.638
4
Bandar
4.750
4.893
5.040
5.191
5.347
5.507
5
Silih Nara
3.500
3.605
3.713
3.825
3.940
4.058
6
Timang Gajah
1.500
1.595
2.058
2.610
2.688
2.768
7
Linge
-
-
-
-
-
-
Total
18.375
18.977
19.962
21.053
21.689
22.839
(Sumber: Nasir,1976:3 dalam Melalatoa,2003:51)
Perkebunan kopi bagi warga Kabupaten Bener Meriah (pemekaran dari Kab. Aceh Tengah) dan Kabupaten Aceh Tengah merupakan urat nadi perekonomian yang paling menonjol, selain perdagangan sayur mayur seperti kol/kubis, wortel, cabai, dan cokelat. Sebagai komoditas ekspor, 27.953 keluarga di Aceh Tengah menggantungkan hidup mereka pada budi daya kopi dengan luas areal 46.392 ha, dan dengan rata-rata 720,7 kg/ha/tahun (BPS Kab. Aceh Tengah 2005:144-145). Konflik yang berkepanjangan menyebabkan sedikitnya 6.440 ha lahan kopi telantar dan 5.037 keluarga kehilangan lapangan kerja.
Setelah konflik mereda dan ditandatanganinya perjanjian damai RI-GAM pada akhir tahun 2005, para petani kopi kini mulai berani bercocok tanam di kebun kopi yang terletak jauh di lereng gunung, tidak sekedar menanam kopi di pekarangan rumah. Harga jual kopi pun -meski dipengaruhi harga kopi dunia- relatif stabil dan terus menguat karena jalur perdagangan antara Takengon-Bireun-Lhoksemauwe-Medan dapat dilalui kendaraan angkut tanpa resiko besar.
IV. Penutup
Komoditas kopi merupakan sokoguru perkebunan di daerah Tanah Gayo, Kabupaten Aceh Tengah sejak masa kolonial Belanda. Kopi bukan sekedar dikonsumsi di lokal Aceh, tetapi kini sudah menjadi komoditas ekspor. Sejak dibukanya perkebunan kopi, di tanah Gayo muncul beberapa perkampungan baru. Munculnya perkampungan-perkampungan baru tersebut merupakan salah satu upaya Pemerintah Kolonial Belanda untuk menjadikan tanah gayo sebagai lumbung kopi karena kualitas jenis kopi (kopi arabika) yang ditanam memiliki harga yang cukup tinggi di pasaran internasional. Dalam beberapa dekade berikutnya produksi kopi mengalami pasang surut, puncaknya adalah ketika terjadi konflik bersenjata antara Pemerintah RI dan GAM. Banyak perkebunan kopi terbengkalai bahkan ditinggalkan, hingga kemudian tercapai nota kesepahaman bersama pada akhir tahun 2005, aktivitas perkebunan kopi mulai bangkit kembali dan kini telah menjadi tulang punggung perekonomian di Kabupaten Aceh Tengah dan Bener Meriah.
Kepustakaan
Bachri, Saiful, 2005. Sejarah Perekonomian. Surakarta: Lembaga Pengembangan Pendidikan UNS dan UNS Press
BPS Aceh Tengah, 2005. Aceh Tengah Dalam Angka 2005. Takengon: BPS Kab. Aceh Tengah dan Bappeda Kab. Aceh Tengah
Hurgronje, C. Snouck, 1996. Gayo, Masyarakat dan Kebudayaannya Awal Abad ke-20, terjemahan oleh Hatta Hasan Aman Asnah. Jakarta: Balai Pustaka
Kartodirdjo, Sartono, 1999. Pengantar Sejarah Indonesia Baru: 1500-1900, Dari Emporium Sampai Imperium Jilid I. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama
Marsden, William, 1999. Sejarah Sumatra, terjemahan oleh A.S Nasution dan Mahyuddin Mendim. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Melalatoa, M.Junus, 2003. Gayo, Etnografi Budaya Malu. Jakarta: Yayasan Budaya Tradisional dan Kantor kementerian dan Pariwisata RI
Nasir, 1977. Pola Perdagangan Kopi Rakyat: Kasus Studi di Desa Ratawali dan Bukit Menjangan Kabupaten Aceh Tengah. Banda Aceh: Pusat Latihan Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial Aceh.
Retnandari dan Moeljarto Tjokrowinoto,1991. Kopi, Kajian Sosial-Ekonomi. Yogyakarta: Aditya Media
Sinar, Tengku Luckman, tt. Bangun dan Runtuhnya Kerajaan Melayu di Sumatera Timur. Medan: tp
Susilowati, Nenggih, 2007. LPA, Penelitian Arkeologi di Kabupaten Aceh Tengah, Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Medan: Balai Arkeologi Medan (belum diterbitkan).
Zainuddin, H.M, 1961. Tarich Atjeh dan Nusantara, Jilid I. Medan: Pustaka Iskandar Muda
Peranan Uji Citarasa dalam Perdagangan Kopi
Pasar Kopi Dunia
Dalam pasar kopi dunia dikenal dua jenis pasar kopi, yaitu Pasar Kopi Komersial dan Pasar Kopi Spesialti. Sifat kedua pasar kopi tersebut sangat berbeda, untuk pasar kopi komersial sifatnya mutu kurang diperhatikan, volumenya cendrung besar dan harga sangat berfluktuatif, sedangkan pasar kopi spesialti mutu sangat diperhatikan, volume terbatas dan harga lebih tinggi.
Kopi spesialti (coffee specialty) adalah kopi yang memiliki cita rasa enak, berciri rasa khas dan unik yang biasanya diberi nama sesuai daerah asal kopi diproduksi, jadi bisa dikatakan bahwa kata kunci dari kopi spesialti adalah terletak pada mutu citarasa. Penikmat kopi spesialti sangat peka terhadap citarasa kopi yang mereka konsumsi, untuk itulah citarasa kopi sangat penting dalam pasar kopi spesialti. Saat ini telah ada organisasi kopi spesialti di dunia, seperti SCCA (Specialty Coffee Association of America), SCAE (Specialty Coffee Association of Europe), SCAJ (Specialty Coffee Association of Japan.
Di Indonesia pada tanggal 12 Februari 2008 telah dideklarasikan organisasi spesialti yang diberi nama AKSI (Asosiasi Kopi Spesialti Indonesia) atau SCAI (Specialty Coffee Association of Indonesia). Citarasa kopi sangat dipengaruhi oleh mutu biji kopi, oleh sebab itu teknologi pasca panen kopi harus benar-benar diperhatikan sehingga kopi tidak cacat dan rusak.
Sebelum abad 20 penentuan mutu biji kopi untuk transaksi penjualan ke AS hanya dilakukan dengan cara yang sederhana, yaitu dengan penampilan fisik biji kopi dan penampilan fisik biji kopi yang telah disangrai. Uji citarasa atau sering disebut coffee cupping dipelopori oleh Clarence E. Bickford dari Sanfransisco (AS) pada pertengahan abad 19. Metode ini terus berkembang dan mengalami penyempurnaan, dan akhirnya pada saat ini setiap transaksi kopi menggunakan cupping untuk penentuan mutu kopi, khususnya disegmen specialty.
Pentingnya Uji Citarasa
Banyak orang awam yang menanyakan apa pentingnya uji citarasa kopi (coffee taster) dilakukan?. Menurut Kenneth Davids (coffee expert international), mengatakan bahwa seorang cup tester yang berpengalaman mampu membedakan citarasa kopi dari daerah penghasil dalam campuran (blending) dengan cara yang sederhana yaitu dari mencium dan merasakan, dengan demikian asal kopi yang akan ditransaksikan dapat diketahui. Untuk menjadi seorang cup taster haruslah melakukan pelatihan dasar dan melakukan latihan berulang-ulang sehingga peka terhadap aroma dan rasa kopi.
Begitu juga pendapat dari Ted Lingle (Executive Director of the Specialty Coffee Association of America), Cupping adalah metoda sistimatik dalam mengevaluasi aroma dan rasa contoh kopi. Cupping berasosiasi dengan tujuan ekonomi, seperti pembelian dan pembuatan campuran. Donald Schoenholt (Gillies Coffee Newyork), mengatakan bahwa uji cita rasa kopi merupakan ketrampilan kunci dalam pengendalian mutu, beberapa alasan adanya cupping adalah untuk menilai biji kopi yang akan dijual, pengendalian mutu produk, pengembangan dan evaluasi produk baru atau campuran (blend), untuk menyakinkan bahan yang dibeli mutunya sesuai dengan yang diinginkan, dan terakhir untuk mengajak orang mengenal rasa kopi yang dimiliki.
Dalam industri perkopian, uji citarasa juga berguna bagi produsen, eksportir, importir dan juga roaster. Untuk para produsen gunanya untuk mengetahui mutu seduhan (cup quality) biji kopi yang dihasilkan dari kebunnya, termasuk konsistensinya juga berguna untuk menentukan cacat yang timbul dari pengolahan, untuk menentukan harga jual dari produk yang dihasilkan, dan terakhir untuk modifikasi/perbaikan metode pengolahan yang dilakukan.
Bagi eksportir uji citarasa berguna untuk membantu memutuskan apakah perlu membeli atau tidak, partai kopi yang diuji setelah hasil uji citarasa didapat barulah eksportir akan menentukan harga, ini berguna untuk memperkecil resiko claim karena citarasa. Bagi importir, berguna untuk menentukan harga jual/beli dan untuk meyakinkan para roaster (end user) .
Bagi para roaster uji cita rasa berguna untuk memilih bahan baku biji kopi yang baik juga berguna untuk pengembangan produk-produk baru khususnya variasi citarasa dan juga untuk meningkatkan daya saing di pasar dengan cara menawarkan cita rasa khas yang sesuai dengan segmen pasar. (surip/Aped-Project/kopigayo)
Dalam pasar kopi dunia dikenal dua jenis pasar kopi, yaitu Pasar Kopi Komersial dan Pasar Kopi Spesialti. Sifat kedua pasar kopi tersebut sangat berbeda, untuk pasar kopi komersial sifatnya mutu kurang diperhatikan, volumenya cendrung besar dan harga sangat berfluktuatif, sedangkan pasar kopi spesialti mutu sangat diperhatikan, volume terbatas dan harga lebih tinggi.
Kopi spesialti (coffee specialty) adalah kopi yang memiliki cita rasa enak, berciri rasa khas dan unik yang biasanya diberi nama sesuai daerah asal kopi diproduksi, jadi bisa dikatakan bahwa kata kunci dari kopi spesialti adalah terletak pada mutu citarasa. Penikmat kopi spesialti sangat peka terhadap citarasa kopi yang mereka konsumsi, untuk itulah citarasa kopi sangat penting dalam pasar kopi spesialti. Saat ini telah ada organisasi kopi spesialti di dunia, seperti SCCA (Specialty Coffee Association of America), SCAE (Specialty Coffee Association of Europe), SCAJ (Specialty Coffee Association of Japan.
Di Indonesia pada tanggal 12 Februari 2008 telah dideklarasikan organisasi spesialti yang diberi nama AKSI (Asosiasi Kopi Spesialti Indonesia) atau SCAI (Specialty Coffee Association of Indonesia). Citarasa kopi sangat dipengaruhi oleh mutu biji kopi, oleh sebab itu teknologi pasca panen kopi harus benar-benar diperhatikan sehingga kopi tidak cacat dan rusak.
Sebelum abad 20 penentuan mutu biji kopi untuk transaksi penjualan ke AS hanya dilakukan dengan cara yang sederhana, yaitu dengan penampilan fisik biji kopi dan penampilan fisik biji kopi yang telah disangrai. Uji citarasa atau sering disebut coffee cupping dipelopori oleh Clarence E. Bickford dari Sanfransisco (AS) pada pertengahan abad 19. Metode ini terus berkembang dan mengalami penyempurnaan, dan akhirnya pada saat ini setiap transaksi kopi menggunakan cupping untuk penentuan mutu kopi, khususnya disegmen specialty.
Pentingnya Uji Citarasa
Banyak orang awam yang menanyakan apa pentingnya uji citarasa kopi (coffee taster) dilakukan?. Menurut Kenneth Davids (coffee expert international), mengatakan bahwa seorang cup tester yang berpengalaman mampu membedakan citarasa kopi dari daerah penghasil dalam campuran (blending) dengan cara yang sederhana yaitu dari mencium dan merasakan, dengan demikian asal kopi yang akan ditransaksikan dapat diketahui. Untuk menjadi seorang cup taster haruslah melakukan pelatihan dasar dan melakukan latihan berulang-ulang sehingga peka terhadap aroma dan rasa kopi.
Begitu juga pendapat dari Ted Lingle (Executive Director of the Specialty Coffee Association of America), Cupping adalah metoda sistimatik dalam mengevaluasi aroma dan rasa contoh kopi. Cupping berasosiasi dengan tujuan ekonomi, seperti pembelian dan pembuatan campuran. Donald Schoenholt (Gillies Coffee Newyork), mengatakan bahwa uji cita rasa kopi merupakan ketrampilan kunci dalam pengendalian mutu, beberapa alasan adanya cupping adalah untuk menilai biji kopi yang akan dijual, pengendalian mutu produk, pengembangan dan evaluasi produk baru atau campuran (blend), untuk menyakinkan bahan yang dibeli mutunya sesuai dengan yang diinginkan, dan terakhir untuk mengajak orang mengenal rasa kopi yang dimiliki.
Dalam industri perkopian, uji citarasa juga berguna bagi produsen, eksportir, importir dan juga roaster. Untuk para produsen gunanya untuk mengetahui mutu seduhan (cup quality) biji kopi yang dihasilkan dari kebunnya, termasuk konsistensinya juga berguna untuk menentukan cacat yang timbul dari pengolahan, untuk menentukan harga jual dari produk yang dihasilkan, dan terakhir untuk modifikasi/perbaikan metode pengolahan yang dilakukan.
Bagi eksportir uji citarasa berguna untuk membantu memutuskan apakah perlu membeli atau tidak, partai kopi yang diuji setelah hasil uji citarasa didapat barulah eksportir akan menentukan harga, ini berguna untuk memperkecil resiko claim karena citarasa. Bagi importir, berguna untuk menentukan harga jual/beli dan untuk meyakinkan para roaster (end user) .
Bagi para roaster uji cita rasa berguna untuk memilih bahan baku biji kopi yang baik juga berguna untuk pengembangan produk-produk baru khususnya variasi citarasa dan juga untuk meningkatkan daya saing di pasar dengan cara menawarkan cita rasa khas yang sesuai dengan segmen pasar. (surip/Aped-Project/kopigayo)
Penjualan Gelondong Rusak Mutu Biji Kopi
Sejumlah pengusaha yang memasok kopi gelondong (biji kopi merah yang baru dipetik) ke luar daerah dapat menurunkan mutu kopi dan merusak aroma khas kopi Gayo.
Pengiriman kopi gelondong ke luar daerah ditengarai mulai dilakukan oleh sejumlah pengusaha yang bergerak dalam bidang perdagangan kopi di Bener Meriah. Hal itu dibuktikan dari pengamatan sehari-hari dimana puluhan ton kopi gelondongan yang siap dipasok keluar daerah.
Data yang dikumpulkan Serambi beberapa waktu lalu, petugas Pos Retribusi KM-35, Kecamatan Pintu Rime Gayo, Kabupaten Bener Meriah menahan sekitar 10 ton kopi gelondongan yang akan dikirim ke luar daerah. Padahal, Pemkab Bener Meriah telah melarang penjualan kopi gelondong ke luar daerah, tetapi sejumlah pedagang kopi daerah itu masih membandel untuk memasok kopi ke luar daerah dalam bentuk gelondongan.
Bupati Bener Meriah, Ir H Tagore Abubakar, Rabu (5/11) mengatakan, penjualan kopi gelondong ke luar daerah, disamping merusak kualitas dan aroma khas kopi Gayo, banyak warga daerah itu kehilangan pekerjaan. Karena prosessing kopi dari kopi gelondong hingga menjadi biji kopi hijau (green coffee) menyerap banyak tenaga kerja. “Sebenarnya aturan dengan tidak mengirimkan kopi gelondongan sudah sejak lama ada, tetapi tidak dipatuhi oleh sejumlah pegusaha kopi di daerah ini, dan untuk ke depannya hal itu tidak boleh lagi karena merugikan daerah dari segi nama dan mutu kopi asal Kabupaten Bener Meriah,” ungkap Bupati Bener Meriah.
Dikatakannya, banyak faktor pertimbangan untuk melarnag penjualan kopi gelondong ke luar daerah, selain merusak kualitas dan aroma, biji kopi asal dataran tinggi Gayo, biji kopi hijau (green coffee) Gayo sudah dikenal hingga luar negeri karena kualitas dan aromanya jika dibandingkan dengan daerah lain. Untuk itu, harap Ir H Tagore Abubakar, pengiriman biji kopi keluar daerah tidak dibenarkan memasok yang masih dalam kondisi gelondong, tetapi biji kopi yang benar-benar telah diolah menjadi biji kopi kering. “Tidak dibenarkannya pasokan biji kopi dalam kondisi masih gelondongan, karena banyak merugikan daerah, terutama Bener Meriah, penghasil kopi terbesar,” imbuh Bupati Tagore AB.(Serambi Indonesia/c35)
Pengiriman kopi gelondong ke luar daerah ditengarai mulai dilakukan oleh sejumlah pengusaha yang bergerak dalam bidang perdagangan kopi di Bener Meriah. Hal itu dibuktikan dari pengamatan sehari-hari dimana puluhan ton kopi gelondongan yang siap dipasok keluar daerah.
Data yang dikumpulkan Serambi beberapa waktu lalu, petugas Pos Retribusi KM-35, Kecamatan Pintu Rime Gayo, Kabupaten Bener Meriah menahan sekitar 10 ton kopi gelondongan yang akan dikirim ke luar daerah. Padahal, Pemkab Bener Meriah telah melarang penjualan kopi gelondong ke luar daerah, tetapi sejumlah pedagang kopi daerah itu masih membandel untuk memasok kopi ke luar daerah dalam bentuk gelondongan.
Bupati Bener Meriah, Ir H Tagore Abubakar, Rabu (5/11) mengatakan, penjualan kopi gelondong ke luar daerah, disamping merusak kualitas dan aroma khas kopi Gayo, banyak warga daerah itu kehilangan pekerjaan. Karena prosessing kopi dari kopi gelondong hingga menjadi biji kopi hijau (green coffee) menyerap banyak tenaga kerja. “Sebenarnya aturan dengan tidak mengirimkan kopi gelondongan sudah sejak lama ada, tetapi tidak dipatuhi oleh sejumlah pegusaha kopi di daerah ini, dan untuk ke depannya hal itu tidak boleh lagi karena merugikan daerah dari segi nama dan mutu kopi asal Kabupaten Bener Meriah,” ungkap Bupati Bener Meriah.
Dikatakannya, banyak faktor pertimbangan untuk melarnag penjualan kopi gelondong ke luar daerah, selain merusak kualitas dan aroma, biji kopi asal dataran tinggi Gayo, biji kopi hijau (green coffee) Gayo sudah dikenal hingga luar negeri karena kualitas dan aromanya jika dibandingkan dengan daerah lain. Untuk itu, harap Ir H Tagore Abubakar, pengiriman biji kopi keluar daerah tidak dibenarkan memasok yang masih dalam kondisi gelondong, tetapi biji kopi yang benar-benar telah diolah menjadi biji kopi kering. “Tidak dibenarkannya pasokan biji kopi dalam kondisi masih gelondongan, karena banyak merugikan daerah, terutama Bener Meriah, penghasil kopi terbesar,” imbuh Bupati Tagore AB.(Serambi Indonesia/c35)
Kopi Aceh Tengah Diusulkan Dapat Sertifikasi Nasional
BANDA ACEH -- Komoditi kopi varietas unggul asal Kabupaten Aceh Tengah diusulkan mendapat sertifikasi nasional karena produk pertanian itu memiliki citra rasa cukup tinggi dan prospek pasar yang mengembirakan."Aceh Partnerships For Economic Develoment (APED) dan forum kopi Aceh segera mengusulkan tiga jenis kopi unggul yakni varietas Bor-Bor, Tim-Tim dan P 88 agar mendapat sertivikasi nasional untuk dapat dikembangkan di Aceh Tengah," Kabag Humas Pemkab Aceh Tengah, Windi Darsa di Takengon, Minggu.
Ketiga varietas tersebut sebelumnya telah mendapat penelitian dari pusat penelitian kopi dan kakao Indonesia, tambahnya.Ia menjelaskan, tekad untuk mengusulkan tiga varietas unggul yang akan dikembangkan secara luas di Aceh Tengah itu terungkap dalam Workshop pemaparan hasil uji varietas kopi "Gayo" dan pembahasan indikasi geografis kopi.
Tiga varietas kopi "Gayo yang memiliki spesifikasi cita rasa tersebut disampaikan oleh DR. Surip Mawardi dari pusat penelitian kopi dan kakao, Jakarta.Dihadapan para eksportir kopi Aceh Tengah dan Bener Meriah, Surip menyatakan pihaknya telah melakukan penelitian selama sekitar tiga tahun di Aceh Tengah untuk mendapatkan varietas yang cukup unggul dikembangkan. Pengembangan kopi di daerah berhawa sejuk di NAD itu dinilai cukup memiliki keunikan.
Dari data menyebutkan luas tanaman kopi Aceh Tengah seluas 70 ribu hektar. Dari total luas itu seluas 40 ribu hektar merupakan perkebunan kopi produktif.Surip Mawardi menjelaskan, tahun 2008 merupakan trend bagi pasaran kopi yang tergolong special. Artinya dari 20 varietas kopi yang dikembangkan itu maka tiga jenis kopi yang memiliki cita rasa khas.
Dalam proses pengolahan kopi spesial yang harga pasarannya masih mengacu pada terminal di New York tersebut masih dilakukan secara proses pengolahan basah gerbus basah dan gerbus kering."Proses seperti itu dicari oleh para konumen kopi dunia. Saya berharap agar ketiga varietas kopi itu dapat dikembangkan di dua kabupaten (Aceh Tengah dan Bener Meriah)," kata dia. (ant/kp/republika)
Ketiga varietas tersebut sebelumnya telah mendapat penelitian dari pusat penelitian kopi dan kakao Indonesia, tambahnya.Ia menjelaskan, tekad untuk mengusulkan tiga varietas unggul yang akan dikembangkan secara luas di Aceh Tengah itu terungkap dalam Workshop pemaparan hasil uji varietas kopi "Gayo" dan pembahasan indikasi geografis kopi.
Tiga varietas kopi "Gayo yang memiliki spesifikasi cita rasa tersebut disampaikan oleh DR. Surip Mawardi dari pusat penelitian kopi dan kakao, Jakarta.Dihadapan para eksportir kopi Aceh Tengah dan Bener Meriah, Surip menyatakan pihaknya telah melakukan penelitian selama sekitar tiga tahun di Aceh Tengah untuk mendapatkan varietas yang cukup unggul dikembangkan. Pengembangan kopi di daerah berhawa sejuk di NAD itu dinilai cukup memiliki keunikan.
Dari data menyebutkan luas tanaman kopi Aceh Tengah seluas 70 ribu hektar. Dari total luas itu seluas 40 ribu hektar merupakan perkebunan kopi produktif.Surip Mawardi menjelaskan, tahun 2008 merupakan trend bagi pasaran kopi yang tergolong special. Artinya dari 20 varietas kopi yang dikembangkan itu maka tiga jenis kopi yang memiliki cita rasa khas.
Dalam proses pengolahan kopi spesial yang harga pasarannya masih mengacu pada terminal di New York tersebut masih dilakukan secara proses pengolahan basah gerbus basah dan gerbus kering."Proses seperti itu dicari oleh para konumen kopi dunia. Saya berharap agar ketiga varietas kopi itu dapat dikembangkan di dua kabupaten (Aceh Tengah dan Bener Meriah)," kata dia. (ant/kp/republika)
Tim Peneliti Temukan Varietas Kopi Gayo yang Bercitarasa Tinggi
http://kopigayo.blogspot.com
Team Peneliti Pusat Penelitian Kopi dan Kakao, Jember dan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Nanggroe Aceh Darussalam dalam kurun waktu setahun terakhir telah melakukan penelitian untuk mendapatkan varietas kopi arabika di dataran tinggi gayo yang bercitarasa tinggi yang disenangi oleh konsumen luar negeri sebagai pangsa eksport terbesar kopi gayo. Tiga varietas kopi arabika yang mempunyai citra rasa tinggi tersebut yaitu varietas PB 88, Borbor, dan Timtim. Menurut Teuku Iskandar, Kepala Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Nanggroe Aceh Darussalam , penelitan tersebut terlaksana berkat adanya kerjasama dengan Aceh Partnerships for Economic Development (APED, UNDP), dan Forum Kopi Aceh.
Hasil penelitian tersebut terungkap pada Workshop Pemaparan Hasil Uji Varietas Kopi Gayo, Sabtu (10 Oktober 2008) di Kebun Percobaan Gayo (KPG-BPTP NAD) , Pondok Gajah, Kabupaten Benar Meriah, yang dipaparkan oleh ketua team Peneliti Dr Surip Mawardi dari Puslit Kopi-Kakao, Jember, Jawa Timur. Menurut Surip, penelitian ini dimulai sejak tahun 2007 dengan metode obervasi dan pengambilan sample sembilan varietas kopi arabika yang ditanam oleh petani di dataran tinggi gayo, yakni Bergendal (varietas local, typical), S 288 (hasil seleksi di India), Borbor (hasil seleksi petani), S 795 (seleksi India, diperbaiki oleh PPKKI), Timtim (hasil seleksi KP-Gayo), C 50 (catimor type, introduksi dari Australia), Catimor Jaluk (hasil seleksi petani), P 88 (catimor type, introduksi dari Thailand) dan BP 542 A (hasil seleksi PPKKI).
Lebih lanjut Surip mengatakan “ test citarasa baik dalam negeri maupun luar negeri (Jepang, USA dan Australia) telah menemukan tiga varietas kopi arabika gayo mempunyai citarasa tinggi yakni Timtim (pada ketingian 1.250 meter dari permuaan laut/dpl), P 88 (1.400 meter dpl), dan Borbor (1.520 meter dpl)”. Keunggulan tiga varietas kopi tersebut dilihat dari beberapa indicator yaitu fragrance (bau bubuk kopi), aroma ( bau kopi setelah diseduh dengan air panas), body (kekentalan), flavor (rasa) dan rasa di mulut dan kerongkongan setelah minum kopi (after taste).
Lebih jauh Surip mengatakan “ tiga varietas kopi tersebut akan mampu merebut pangsa pasar terbesar penikmat kopi di manca negara”. Hal tersebut terindikasi, dimana akhir-akhir ini pasar kopi spesialti tumbuh pesat, khususnya di negara-negara konsumen utama, sebagai contoh katanya “ NCA (2008) melaporkan bahwa, konsumsi kopi gourmet (specialty) orang dewasa di Amerika Serikat (USA) meningkat dari 14 % menjadi 17 % pada tahun 2007 dan 2008.
Luas areal kopi arabika di dataran tinggi gayo yang mencakup Kabupaten Aceh Tengah dan Benar Meriah mencapai 70.000 hektar, dari total luas tersebut 40.000 hektar merupakan perkebunan kopi produktif. Bupati Aceh Tengah, Ir H. Nasaruddin Ibrahim MM yang ikut hadir pada Workshop Pemaparan Hasil Uji Varietas Kopi Gayo tersebut mengatakan “ Saya yakin prospek pasar untuk tiga varietas kopi tersebut cukup bagus, sehingga perlu diusulkan pelepasan kepada Menteri Pertanian Republik Indonesia”. Dalam hal ini, Bupati Aceh Tengah minta Kepala BPTP NAD untuk dapat mengusulkan kepada team komisi pelepasan varietas nasional untuk proses pelepasan varietas dimaksud. Bupati Aceh Tengah juga berharap disamping citarasa, kopi arabika yang diusulkan untuk pelepasan tersebut juga memiliki produksi yang tinggi dan tahan terhadap penyakit. Kepada pihak yang terkait juga diminta untuk mengiformasikan kepada petani kopi di dataran tinggi gayo tentang tiga varietas yang diusulkan tersebut.
Workshop yang di laksanakan di ruang pertemuan KP-Gayo tersebut juga dihadiri oleh Ketua Furum Kopi Aceh, Drs Mustafa Ali, ahli kopi dari Fakultas Pertanian Universitas Syiah Kuala, Dr Abu Bakar Karim, Dr Tony Marsh, Coffe Consultant, Highfields, Australia dan sejumlah pakar kopi di Provinsi NAD. (BPTP NAD)
Team Peneliti Pusat Penelitian Kopi dan Kakao, Jember dan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Nanggroe Aceh Darussalam dalam kurun waktu setahun terakhir telah melakukan penelitian untuk mendapatkan varietas kopi arabika di dataran tinggi gayo yang bercitarasa tinggi yang disenangi oleh konsumen luar negeri sebagai pangsa eksport terbesar kopi gayo. Tiga varietas kopi arabika yang mempunyai citra rasa tinggi tersebut yaitu varietas PB 88, Borbor, dan Timtim. Menurut Teuku Iskandar, Kepala Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Nanggroe Aceh Darussalam , penelitan tersebut terlaksana berkat adanya kerjasama dengan Aceh Partnerships for Economic Development (APED, UNDP), dan Forum Kopi Aceh.
Hasil penelitian tersebut terungkap pada Workshop Pemaparan Hasil Uji Varietas Kopi Gayo, Sabtu (10 Oktober 2008) di Kebun Percobaan Gayo (KPG-BPTP NAD) , Pondok Gajah, Kabupaten Benar Meriah, yang dipaparkan oleh ketua team Peneliti Dr Surip Mawardi dari Puslit Kopi-Kakao, Jember, Jawa Timur. Menurut Surip, penelitian ini dimulai sejak tahun 2007 dengan metode obervasi dan pengambilan sample sembilan varietas kopi arabika yang ditanam oleh petani di dataran tinggi gayo, yakni Bergendal (varietas local, typical), S 288 (hasil seleksi di India), Borbor (hasil seleksi petani), S 795 (seleksi India, diperbaiki oleh PPKKI), Timtim (hasil seleksi KP-Gayo), C 50 (catimor type, introduksi dari Australia), Catimor Jaluk (hasil seleksi petani), P 88 (catimor type, introduksi dari Thailand) dan BP 542 A (hasil seleksi PPKKI).
Lebih lanjut Surip mengatakan “ test citarasa baik dalam negeri maupun luar negeri (Jepang, USA dan Australia) telah menemukan tiga varietas kopi arabika gayo mempunyai citarasa tinggi yakni Timtim (pada ketingian 1.250 meter dari permuaan laut/dpl), P 88 (1.400 meter dpl), dan Borbor (1.520 meter dpl)”. Keunggulan tiga varietas kopi tersebut dilihat dari beberapa indicator yaitu fragrance (bau bubuk kopi), aroma ( bau kopi setelah diseduh dengan air panas), body (kekentalan), flavor (rasa) dan rasa di mulut dan kerongkongan setelah minum kopi (after taste).
Lebih jauh Surip mengatakan “ tiga varietas kopi tersebut akan mampu merebut pangsa pasar terbesar penikmat kopi di manca negara”. Hal tersebut terindikasi, dimana akhir-akhir ini pasar kopi spesialti tumbuh pesat, khususnya di negara-negara konsumen utama, sebagai contoh katanya “ NCA (2008) melaporkan bahwa, konsumsi kopi gourmet (specialty) orang dewasa di Amerika Serikat (USA) meningkat dari 14 % menjadi 17 % pada tahun 2007 dan 2008.
Luas areal kopi arabika di dataran tinggi gayo yang mencakup Kabupaten Aceh Tengah dan Benar Meriah mencapai 70.000 hektar, dari total luas tersebut 40.000 hektar merupakan perkebunan kopi produktif. Bupati Aceh Tengah, Ir H. Nasaruddin Ibrahim MM yang ikut hadir pada Workshop Pemaparan Hasil Uji Varietas Kopi Gayo tersebut mengatakan “ Saya yakin prospek pasar untuk tiga varietas kopi tersebut cukup bagus, sehingga perlu diusulkan pelepasan kepada Menteri Pertanian Republik Indonesia”. Dalam hal ini, Bupati Aceh Tengah minta Kepala BPTP NAD untuk dapat mengusulkan kepada team komisi pelepasan varietas nasional untuk proses pelepasan varietas dimaksud. Bupati Aceh Tengah juga berharap disamping citarasa, kopi arabika yang diusulkan untuk pelepasan tersebut juga memiliki produksi yang tinggi dan tahan terhadap penyakit. Kepada pihak yang terkait juga diminta untuk mengiformasikan kepada petani kopi di dataran tinggi gayo tentang tiga varietas yang diusulkan tersebut.
Workshop yang di laksanakan di ruang pertemuan KP-Gayo tersebut juga dihadiri oleh Ketua Furum Kopi Aceh, Drs Mustafa Ali, ahli kopi dari Fakultas Pertanian Universitas Syiah Kuala, Dr Abu Bakar Karim, Dr Tony Marsh, Coffe Consultant, Highfields, Australia dan sejumlah pakar kopi di Provinsi NAD. (BPTP NAD)
Sifat Organoleptis Kopi
Sifat-sifat organoleptik adalah sifat-sifat yang dapat diukur dengan indera, misalnya rasa, aroma, warna dan sebagainya.
Sifat-sifat organoleptik ini dipengaruhi sifat fisik, kimiawi, factor-faktor agronomis dan teknologis. Beberapa batasan rasa dan aroma pada kopi yaitu:
After Taste: Rasa yang tertinggal di mulut lebih lama dari biasanya setelah minum kopi
Astringent: Flavor yang menyebabkan wajah mengkerut karena pahit
Bitter: Rasa pahit yang tidak enak seperi kina
Grassy: Bau seperti rumput
Green: Rasa yang kurang enak yang disebabkan oleh penyangraian yang kurang sempurna
Woody : Rasa seperti kayu
Fruity : Cita rasa seperti buah
Fermented: Cita rasa busuk
Musty: Cita rasa seperti lumut
Earty : Cita rasa seperti tanah
Bagsy : Cita rasa seperti goni
Mouldy: Cita rasa seperti jamur (apek)
Sifat-sifat organoleptik ini dipengaruhi sifat fisik, kimiawi, factor-faktor agronomis dan teknologis. Beberapa batasan rasa dan aroma pada kopi yaitu:
After Taste: Rasa yang tertinggal di mulut lebih lama dari biasanya setelah minum kopi
Astringent: Flavor yang menyebabkan wajah mengkerut karena pahit
Bitter: Rasa pahit yang tidak enak seperi kina
Grassy: Bau seperti rumput
Green: Rasa yang kurang enak yang disebabkan oleh penyangraian yang kurang sempurna
Woody : Rasa seperti kayu
Fruity : Cita rasa seperti buah
Fermented: Cita rasa busuk
Musty: Cita rasa seperti lumut
Earty : Cita rasa seperti tanah
Bagsy : Cita rasa seperti goni
Mouldy: Cita rasa seperti jamur (apek)
Kopi Luwak Rp 5,8 juta per kilo
Kopi khusus yang dibuat dari campuran kotoran musang sekarang dijual di sebuah toserba di London seharga £50 per cangkir atau hampir Rp1 juta.
Kopi Jenis Jamaica Blue Mountain dan Kopi Luwak digunakan untuk menciptakan Caffe Raro, yang diduga merupakan kopi dengan harga per cangkir paling mahal di dunia.
Biji kopi untuk membuat Kopi Luwak dimakan, dan kemudian dikeluarkan lewat kotoran, oleh musang dan dijual seharga £324 atau Rp5,9 juta per kilogram.
Seluruh keuntungan dari penjualan kopi di toserba Peter Jones di Sloane Square selama bulan April akan disumbangkan kepada sebuah organisasi penyakit kanker di Inggris, Macmillan Cancer Support.
Biji kopi terbaik
Musang, yang hidup di antara dedaunan di kebun-kebun kopi di Asia Tenggara, diyakini pandai memilih buah kopi terbaik dan paling matang.
Zat enzim dalam sistim pencernaan musang menghancurkan isi buah kopi sebelum binatang itu mengeluarkan biji kopi bersama kotoran.
Biji-biji kopi itu kemudian dikumpuklan dari kebun kopi oleh para pekerja yang memisahkan kotoran musang dari kopi, membersihkan kopi dan kemudian menyangrai biji-biji itu.
David Cooper, yang menciptakan ramuan kopi Caffe Raro, mengatakan: "Ini adalah kopi langka yang pelan-pelan disangrai selama 12 menit untuk mendapatkan potensi maksimal kedua jenis kopi."
"Warna setelah disangrai sangat gelap, untuk memastikan kopi espresso itu sempurna untuk membuat latte atau cappucino." (BBC indonesia)
Kopi Jenis Jamaica Blue Mountain dan Kopi Luwak digunakan untuk menciptakan Caffe Raro, yang diduga merupakan kopi dengan harga per cangkir paling mahal di dunia.
Biji kopi untuk membuat Kopi Luwak dimakan, dan kemudian dikeluarkan lewat kotoran, oleh musang dan dijual seharga £324 atau Rp5,9 juta per kilogram.
Seluruh keuntungan dari penjualan kopi di toserba Peter Jones di Sloane Square selama bulan April akan disumbangkan kepada sebuah organisasi penyakit kanker di Inggris, Macmillan Cancer Support.
Biji kopi terbaik
Musang, yang hidup di antara dedaunan di kebun-kebun kopi di Asia Tenggara, diyakini pandai memilih buah kopi terbaik dan paling matang.
Zat enzim dalam sistim pencernaan musang menghancurkan isi buah kopi sebelum binatang itu mengeluarkan biji kopi bersama kotoran.
Biji-biji kopi itu kemudian dikumpuklan dari kebun kopi oleh para pekerja yang memisahkan kotoran musang dari kopi, membersihkan kopi dan kemudian menyangrai biji-biji itu.
David Cooper, yang menciptakan ramuan kopi Caffe Raro, mengatakan: "Ini adalah kopi langka yang pelan-pelan disangrai selama 12 menit untuk mendapatkan potensi maksimal kedua jenis kopi."
"Warna setelah disangrai sangat gelap, untuk memastikan kopi espresso itu sempurna untuk membuat latte atau cappucino." (BBC indonesia)
Eksportir Minta Kenaikan Iuran Kopi Dibatalkan
Para eksportir kopi di Sumut minta kenaikan iuran kopi ekspor dari Rp 30/kg menjadi Rp 50/kg dibatalkan bisa menyebabkan ancaman penurunan ekspor.
Menurut eksportir, iuran kopi tersebut tidak hanya memberatkan pengusaha, tetapi juga petani dan pemerintah. Karena itu, batalkan kenaikan iuran dan bukan ditunda oleh BPP Asosiasi Eksportir Kopi Indonesia (AEKI) hingga Juli 2008.
Seharusnya di tengah kondisi sulit, eksportir dan petani dilindungi bukan digerogoti dengan berbagai iuran. Apalagi iuran itu tidak jelas peruntukannya," kata salah seorang eksportir yang enggan disebut identitasnya, Kamis (24/4) di Medan.
Menurut eksportir, apabila iuran dimaksud sebagai dalih membayar iuran International Coffee Organization, dinilai sangat tidak beralasan kuat, mengingat semestinya iuran ICO itu merupakan beban negara, sebab yang menjadi anggota ICO adalah Negara Indonesia bukan AEKI.
"Kalau dibilang untuk pembinaan atau keperluan eksportir dan petani. Apa yang sudah diterima pengusaha dan petani dari hasil iuran itu," katanya.
Ketua AEKI Sumut Suyanto Hussein, saat dikonfirmasi mengakui adanya penolakan beberapa eksportir atas kenaikan iuran berdasarkan realisasi ekspor kopi dari Rp 30 menjadi Rp 50/kg, sesuai surat BPP AEKI tanggal 15 April 2008.
"Namun kita tidak bisa memberi keputusan, karena kenaikan keputusan BPP. AEKI Sumut hanya akan meneruskan usulan penolakan dan pendapat lain yang disuarakan dalam rapat di AEKI Rabu (23/4)," terangnya sambil menambahkan, BPP AEKI sudah menyatakan menunda pelaksanaan iuran menjadi per tanggal 1 Juli 2008 dari sebelumnya 1 Mei 2008. (Global)
Menurut eksportir, iuran kopi tersebut tidak hanya memberatkan pengusaha, tetapi juga petani dan pemerintah. Karena itu, batalkan kenaikan iuran dan bukan ditunda oleh BPP Asosiasi Eksportir Kopi Indonesia (AEKI) hingga Juli 2008.
Seharusnya di tengah kondisi sulit, eksportir dan petani dilindungi bukan digerogoti dengan berbagai iuran. Apalagi iuran itu tidak jelas peruntukannya," kata salah seorang eksportir yang enggan disebut identitasnya, Kamis (24/4) di Medan.
Menurut eksportir, apabila iuran dimaksud sebagai dalih membayar iuran International Coffee Organization, dinilai sangat tidak beralasan kuat, mengingat semestinya iuran ICO itu merupakan beban negara, sebab yang menjadi anggota ICO adalah Negara Indonesia bukan AEKI.
"Kalau dibilang untuk pembinaan atau keperluan eksportir dan petani. Apa yang sudah diterima pengusaha dan petani dari hasil iuran itu," katanya.
Ketua AEKI Sumut Suyanto Hussein, saat dikonfirmasi mengakui adanya penolakan beberapa eksportir atas kenaikan iuran berdasarkan realisasi ekspor kopi dari Rp 30 menjadi Rp 50/kg, sesuai surat BPP AEKI tanggal 15 April 2008.
"Namun kita tidak bisa memberi keputusan, karena kenaikan keputusan BPP. AEKI Sumut hanya akan meneruskan usulan penolakan dan pendapat lain yang disuarakan dalam rapat di AEKI Rabu (23/4)," terangnya sambil menambahkan, BPP AEKI sudah menyatakan menunda pelaksanaan iuran menjadi per tanggal 1 Juli 2008 dari sebelumnya 1 Mei 2008. (Global)
PENGOLAHAN KOPI
Biji kopi yang sudah siap diperdagangkan adalah berupa biji kopi kering yang sudah terlepas dari daging buah, kulit tanduk dan kulit arinya, butiran biji kopi yang emikian ini disebut kopi beras (coffca beans) atau market koffie. Kopi beras berasal dari buah kopi basah yang telah mengalami beberapa tingkat proses pengolahan. Secara garis besar dan berdasarkan cara kerjanya, maka terdapat dua cara pengolahan buah kopi basah men.iadi kopi beras, yaitu yang disebut pengolahan buah kopi cara basah dan cara kering. Pengolahan buah kopi sccara basah biasa disebut W.I..B. (West lndische Bereiding), sedangkan pengolahan cara kering biasa disebut O.I.B (Ost Indische Bereiding). Perbedaan pokok dari kedua cara tersebut diatas adalah pada cara kering pengupasan daging buah, kulit tanduk dan kulit ari dilakukan setelah kering (kopi gelondong), sedangkan cara basah pengupasan daging buah dilakukan sewaktu masih basah.
Metode Pengolahan Kering
Metode ini sangat sederhana dan sering digunakan untuk kopi robusta dan juga 90 % kopi arabika di Brazil, buah kopi yang telah dipanen segera dikeringkan terutama buah yang telah matang. Pegeringan buah kopi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu :
a. Pengeringan Alami
Pengeringan alami yaitu pengeringan dengan menggunakan sinar matahari, caranya sangat sederhana tidak memerlukan peralatan dan biaya yang besar tetapi memerlukan tempat pengeringan yang luas dan waktu pengeringan yang lama karena buah kopi mengandung gula dan pektin. Pengeringan biasanya dilakukan di daerah yang bersih, kering dan permukaan lantai yang rata, dapat berupa lantai plester semen atau tanah telanjang yang telah diratakan dan dibersihkan. Ketebalan pengeringan 30-40 mm, terutama pada awal kegiatan pengeringan untuk menghindari terjadinya proses fermentasi, Panas yang timbul pada proses ini akan mengakibatkan perubahan warna dan buah menjadi masak.
Pada awal pengeringan buah kopi yang masih basah harus sering dibalik dengan Blat penggaruk. Jenis mikroorganisme yang dapat berkembang biak pada kulit buah (exocarp) terutama jamur (fusarium sp, colletotrichum coffeanum) pada permukaan buah kopi yang terlalu kering (Aspergilus niger, penicillium sp, Rhizopus, sp) beberapa jenis ragi dan bakteri juga dapat berkembang. Lamanya proses pengeringan tergantung pada cuaca, ukuran buah kopi, tingkat kematangan dan kadar air dala,m buah kopi, biasanya proses pengeringan memakan waktu sekitar 3 sampai 4 minggu. Setelah proses pengeringan Kadar air akan menjadi sekitar 12 %.
b. Pengeringan Buatan (Artificial Drying)
Keuntungan pengeringan buatan,dapat menghemat biaya dan juga tenaga kerja hal yang perlu diperhatikanadalah pengaturan suhunya. Menurut Roelofsen, pengeringan sebaiknya padasuhu rendah yaitu 55°C akan menghasilkan buah kopi yang bewarna merah dantidak terlalu keras. Untuk buah kopi kering dengan KA rendah dikeringkan dengansuhu tidak terlalu tinggi sehingga tidak akan terjadi perubahan rasa. Peralatan pengeringan yang biasa digunakan : mesin pengering statik dengan alat penggaruk mekanik, mesin pengering dari drum yang berputar, mesin pengering vertikal.
Metode Pengolahan Basah
Proses Metode Pengolahan basah meliputi ; penerimaan, pulping, Klasifikasi,
fermentasi, pencucian, pengeringan, Pengawetan dan penyimpanan
a. Penerimaan
Hasil panen harus secepat mungkin dipindahkan ke tempat pemerosesan untuk menghindari pemanasan langsung yang dapat menyebabkan kerusakan (seperti : perubahan warna buah, buah kopi menjadi busuk).
Hasil panen dimasukkan kedalam tangki penerima yang dilengkapi dengan air untuk memindahkan buah kopi yang mengambang (buah kopi kering di pohon dan terkena penyakit (Antestatia, stephanoderes) dan biasanya diproses dengan pengolahan kering. Sedangkan buah kopi yang tidak mengambang (non floating) dipindahkan menuju bagian peniecah (pulper).
b. Pulping
Pulping bertujuan untuk memisahkan kopi dari kulit terluar dan mesocarp (bagian daging), hasilnya pulp. Prinsip kerjanya adalah melepaskan exocarp dan mesocarp buah kopi dimana prosesnya dilakukan dilakukan didalam air mengalir. Proses ini menghasilkan kopi hijau kering dengan jenis yang berbeda-beda. Macammacam alat pulper yang sering digunakan : Disc Pulper (cakram pemecah), Drum pulper, Raung Pulper, Roller pulper dan Vis pulper. Untuk di Indonesia yang sering digunakan adalah Vis Pulper dan Raung Pulper. Perbedaan pokok kedua alat ini adalah kalai Vis pulper hanya berfungsi sebagai pengupas kulit saja, sehingga hasilnya harus difermentasi dan dicuci lagi. Sedangkan raung pulper berfungsi sebagai pencuci sehingga kopi yang keluar dari mesin ini tidak perlu difermentasi dan dicuci lagi tetapi masuk ke tahap pengeringan.
c. Fermentasi
Proses fermentasi bertujuan untuk melepaskan daging buah berlendir (mucilage) yang masih melekat pada kulit tanduk dan pada proses pencucian akan mudah terlepas (terpisah) sehingga mempermudah proses pengeringan. Hidrolisis pektin disebabkan, oleh pektihase yang terdapat didalam buah atau reaksinya bias dipercepat dengan bantuan jasad renik. Proses fermentasi ini dapat terjadi, dengan bantuan jasad renik (Saccharomyces) yang disebut dengan proses peragian dan pemeraman. Biji kopi yang keluar dari mesin pulper dialirkan lewat saluran sebelum masuk bak fementasi.
Selama dalam pengaliran lewat saluran ini dapat dinamakan proses pencucian pendahuluan. Di dalam pencucian pendahuluan ini biji kopi yang berat (bernas) dapat dipisahkan dari sisa-sisa daging buah yang terbawa, lapisan lendir, biji-biji yang hampa karena bagian ini terapung di atas aliran air sehingga mudah dipisahkan.
Pengolahan kopi secara basah ini terbagi 3 cara proses fermentasinya :
1.Pengolahan cara basah tanpa fermentasi Biji kopi yang setelah melalui pencucian pendahuluan dapat langsung dikeringkan.
2.Pengolahan cara basah dengan fermentasi kering Biji kopi setelah pencucian pendahuluan lalu digundukan dalam bentuk gunungan kecil (kerucut) yang ditutup karung goni. Didalam gundukan itu segera terjadi proses fermentasi alami. Agar supaya proses fermentasi berlangsung secara merata, maka perlu dilakukan pengadukan dan pengundukan kembali sampai proses fermentasi dianggap selesai yaitu bila lapisan lendir mudah terlepas.
3.Pengolahan cara basah dengan fermentasi basah Setelah biji tersebut melewati proses pencucian pendahuluan segera ditimbun dan direndam dalam bak fermentasi. Bak fermentasi ini terbuat dari bak plester semen dengan alas miring. Ditengah-tengah dasar dibuat saluran dan ditutup dengan plat yang beriubang-lubang. Proses fermentasi di dalam bak-bak fermentasi terrsebut dilakukan bertingkat tingkat serta diselingi oleh pergantian air rendaman. Pada tingkat petama perendaman dilakukan selama 10 jam, Selama proses fermentasi ini dengan bantuan kegiatan jasad renik, terjadi pemecahan komponen lapisan lendir tersebut, maka akan terlepas dari permukaan kulit tanduk biji kopi.
Proses fermentasi akan berlangsung selama lebih kurang dari 1,5 sampai 4,5 hari tergantung pada keadaan iklim dan daerahnya. Proses fermentasi yang terlalu lama akan menghasilkan kopi beras yang berbau apek disebabkan oleh terjadinya pemecahan komponen isi putih lembaga.
Perubahan yang Terjadi selama Proses Fermentasi
1. Pemecahan Komponen mucilage
Bagian yang tepenting dari lapisan berlendir (getah) ini adalah komponen protopektin yaitu suatu "insoluble complex" tempat terjadinya meta cellular lactice dari daging buah. Material inilah yang terpecah dalam proses fementasi. Ada yang berpendapat bahwa tejadinya pemecahan getah itu adalah sebagai akibat bekerjanya suatu enzim yang terdapat dalam buah kopi. Enzim ini termasuk sejenis katalase yang akan memecah protopektin didalam buah kopi.
Kondisi fermentasi dengan pH 5.5-6.0, pemecahan getah akan berjalan cukup cepat. Apabila pH diturunkan menjadi ,4.0 maka kecepatan pemecahan akan menjadi 3 kali lebih cepat dan apabila pH 3.65 pemecahan akan menjadi dua kali lebih cepat. Dengan penambahan larutan penyangga fosfat sitrat maka kondisi pH akan dapat stabilbagi aktivitas protopektinase.
Dalam proses ferrmentasi dapat ditambahkan 0.025 persen enzim pektinase yang dihasilkan dari isolasi sejenis kacang. Dengan penambahan 0..025 persen enzim pektinase maka fementasi dapat berlangsung selama 5 sampai 10 jam dengan menaikkan suhu sedikit. Sedangkan bagi proses fermentasi yang alami diperlukanwaktu sekitar 36 jam. Pada waktu buah kopi tersebut mengalami pulping sebagian besar enzym tersebut terpisahkan dari kulit dan daging buah, akan tetapi sebagian kecil masih tertinggal dalam .bagian sari buah kopi.
2. Pemecahan Gula
Sukrosa merupakan komponen penting dalam daging buah kopi. Kadar gula akan meningkat dengan cepat selama proses pematangan buah yang dapat dikenal dengan adanya rasa manis.
Gula adalah senyawaan yang larut dalam air, oleh karena itu dengan adanya
proses pencucian lebih dari 15 menit akan banyak menyebabkan terjadinya
banyak kehilangan konsentrasinya. Proses difusi gula dari biji melalui parchment ke daging buah yang berjalan sangat lambat. Proses ini terjadi sewaktu perendaman dalam bak pengumpul dan pemisahan buah. Oleh karena itu kadar gula dalam daging biji akan mempengaruhi konsentrasi gula di dalam getah beberapa jam setelah fermentasi.
Sebagai hasil proses pemecahan gula adalah asam laktat dan asam asetatn dengan kadar asam laktat yang lebih besar. Asam-asam lain yang dihasilkan dari proses fert)entasi ini adalah etanol, asam butirat dan propionat. Asam lain akan memberikan onion flavor.
3. Perubahan Warna Kulit
Biji kopi yang telah terpisahkan dari pulp dan parchment maka kulit ari akan bewarna coklat. Juga jaringan daging biji akan bewarna sedikit kecoklatan yang tadinya bewarna abu-abu ata.u abu-abu kebiruan. Proses "browning" ini terjadi akibat oksidasi polifenol. Terjadinya warna kecoklatan yang kurang menarik ini dapat dicegah dalam proses fermentasi melalui pemakaian air pencucian yang bersifat alkalis.
d. Pencucian
Pencucian secara manual dilakukan pada biji kopi dari bak fementasi dialirkan dengan air melalui saluran dalam bak pencucian yang segera diaduk dengan tangan atau di injak-injak dengan kaki. Selama proses ini, air di dalam bak dibiarkan terus mengalir keluar dengan membawa bagian-bagian yang terapung beupa sisa-sisa lapisan lendir yang terlepas.
Pencucian biji dengan mesin pencucidilakukan dengan memasukkan biji kopi
tersebut kedalam suatu mesin pengaduk yang berputar pada sumbu horizontal dan mendorong biji kopi dengan air mengalir. Pengaduk mekanik ini akan memisahkan lapisan lendir yang masih melekat pada biji dan lapisan lendir yang masih melekat pada biji dan lapisan lendir yang telah terpisah ini akan terbuang lewat aliran air yang seterusnya dibuang.
e. Pengeringan
Pengeringan pendahuluan kopi parchment basah, kadar air berkurang dari 60 menjadi 53%. Sebagai alternatif kopi dapat dikeringkan dengan sinar matahari 2 atau 3 hari dan sering diaduk, Kadar air dapat mencapai 45 %. Pengeringan kopi Parchment dilanjutkan, dilakukan pada sinar matahari hingga kadar air mencapai 11 % yang pada akhirnya dapat menjaga stabilitas penyimpanan. Pengeringan biasanya dilakukan dengan menggunakan baki dengan penutupnya yang dapat digunakan sepanjang hari. Rata-rata pengeringan antara 10-15 hari. Pengeringan buatan (suhu tidak lebih dari 55°C) juga banyak digunakansejak pengeringan kopi alami menjadi lebih sulit dilakukan pada perkebunan yang lebih luas.
f. Curing
Proses selanjutnya baik kopi yang diproses secara kering maupun basah ialah curing yang bertujuan untuk menjaga penampilan sehingga baik untuk diekspor maupun diolah kembali. Tahapan proses curing ini meliputi :
- Pengeringan ulang
Kopi dari hasil pengolahan basah maupun kering harus dipastikan Kadar Airnya 11 %. Apabila tidak tercapai harus segera dilakukan pengeringan ulang, hal ini sangat penting dalam proses penyimpanan.
- Pembersihan (cleaning)
Buah kopi parchment kering yang dikeringkan secara alami banyak mengandung kotoran seperti kerikil, potongan besi, dan benda asing lainnya. Kotoran tersebut harus dihilangkan. Pembersihan dapat dilakukan dengan mengeluarkan kotoran dengan saringan untuk memindahkan kotoran yang berukuran besar, pemisah magnetik untuk memindahkan potongan baja, pemindahan debu dengan bantuanhembusan angin.
- Hulling.
Didalam mesin huller, maka biji kopi itu dihimpit dan diremas, dengan demikian kulit tanduk dan kulit arinya akan terlepas. Pecahan kulit tanduk dan kulit ari setelah keluar dari mesin huller tertiup dan terpisah dari biji kopi beras yang akan berjatuhan kebawah dan masuk ke dalam wadah.
g. Penyimpanan
Buah kopi dapat disimpan dalam bentuk buah kopi kering atau buah kopi parchment kering yang membutuhkan kondisi penyimpanan yang sama. Biji kopi KA air 11 % dan RH udara tidak lebih dari 74 %. Pada kondisi tersebut pertumbuhan jamur (Aspergilus niger, A. oucharaceous dan Rhizopus sp) akan minimal. Di Indonesia kopi yang sudah di klasifikasi mutunya disimpan didalam karung goni dan dijahit zigzag mulutnya dengan tali goni selanjutnya disimpan didalam gudang penyimpanan.
Syarat gudang penyimpanan kopi :
1. gudang mempunyai ventilasi yang cukup.
2. Suhu gudang optimum 20°C-25°C.
3. Gudang harus bersih, bebas dari hama penyakit serta bau asing.
4. Karung ditumpuk di lantai yang diben alas kayu setinggi 10 cm.
h. Standar Mutu Kopi
1. Pegolahan kering
- Kadar Air maksimum 13 % (bobot/bobot)
- Kadar kotoran berupa ranting, batu, gumpalan tanah dan benda-benda asing lainnya maksimum 0-5 % (bobot/bobot).
- Bebas dari serangga hidup.
- Bebas dari biji yang berrbau busuk, berbau kapang dan bulukan.
- Biji tidak lolos ayakan ukuran 3 mm x 3mm (8 mesh) dengan maksimum lolos 1 % (bobot/bobot).
- Untuk bisa disebut biji ukuran beger, harus memenuhi persyaratan tidak lolos ukuran (3,6 mesh) dengan maksimum lolos 1 % (bobot/bobot).
2. Pengolahan Basah
- Kadar air maksimum 12% (bobot/bobot)
- Kadar kotoran berupa ranting, batu, gumpalan tanah, dan berupa kotoran lainnya frlaksimum 0.5 % (bobot/bobot).
- Bebas dari serangga hidup
- Bebas dari biji yang berbau busuk, berbau kapang dan bulukan.
- Untuk robusta, dibedakan ukuran besar (L), sedang (M) dan kecil (S).
- Untuk jenis bukan robusta ukuran biji tidak dipersyaratkan.
(Ridwansyah/THP FP USU)
Metode Pengolahan Kering
Metode ini sangat sederhana dan sering digunakan untuk kopi robusta dan juga 90 % kopi arabika di Brazil, buah kopi yang telah dipanen segera dikeringkan terutama buah yang telah matang. Pegeringan buah kopi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu :
a. Pengeringan Alami
Pengeringan alami yaitu pengeringan dengan menggunakan sinar matahari, caranya sangat sederhana tidak memerlukan peralatan dan biaya yang besar tetapi memerlukan tempat pengeringan yang luas dan waktu pengeringan yang lama karena buah kopi mengandung gula dan pektin. Pengeringan biasanya dilakukan di daerah yang bersih, kering dan permukaan lantai yang rata, dapat berupa lantai plester semen atau tanah telanjang yang telah diratakan dan dibersihkan. Ketebalan pengeringan 30-40 mm, terutama pada awal kegiatan pengeringan untuk menghindari terjadinya proses fermentasi, Panas yang timbul pada proses ini akan mengakibatkan perubahan warna dan buah menjadi masak.
Pada awal pengeringan buah kopi yang masih basah harus sering dibalik dengan Blat penggaruk. Jenis mikroorganisme yang dapat berkembang biak pada kulit buah (exocarp) terutama jamur (fusarium sp, colletotrichum coffeanum) pada permukaan buah kopi yang terlalu kering (Aspergilus niger, penicillium sp, Rhizopus, sp) beberapa jenis ragi dan bakteri juga dapat berkembang. Lamanya proses pengeringan tergantung pada cuaca, ukuran buah kopi, tingkat kematangan dan kadar air dala,m buah kopi, biasanya proses pengeringan memakan waktu sekitar 3 sampai 4 minggu. Setelah proses pengeringan Kadar air akan menjadi sekitar 12 %.
b. Pengeringan Buatan (Artificial Drying)
Keuntungan pengeringan buatan,dapat menghemat biaya dan juga tenaga kerja hal yang perlu diperhatikanadalah pengaturan suhunya. Menurut Roelofsen, pengeringan sebaiknya padasuhu rendah yaitu 55°C akan menghasilkan buah kopi yang bewarna merah dantidak terlalu keras. Untuk buah kopi kering dengan KA rendah dikeringkan dengansuhu tidak terlalu tinggi sehingga tidak akan terjadi perubahan rasa. Peralatan pengeringan yang biasa digunakan : mesin pengering statik dengan alat penggaruk mekanik, mesin pengering dari drum yang berputar, mesin pengering vertikal.
Metode Pengolahan Basah
Proses Metode Pengolahan basah meliputi ; penerimaan, pulping, Klasifikasi,
fermentasi, pencucian, pengeringan, Pengawetan dan penyimpanan
a. Penerimaan
Hasil panen harus secepat mungkin dipindahkan ke tempat pemerosesan untuk menghindari pemanasan langsung yang dapat menyebabkan kerusakan (seperti : perubahan warna buah, buah kopi menjadi busuk).
Hasil panen dimasukkan kedalam tangki penerima yang dilengkapi dengan air untuk memindahkan buah kopi yang mengambang (buah kopi kering di pohon dan terkena penyakit (Antestatia, stephanoderes) dan biasanya diproses dengan pengolahan kering. Sedangkan buah kopi yang tidak mengambang (non floating) dipindahkan menuju bagian peniecah (pulper).
b. Pulping
Pulping bertujuan untuk memisahkan kopi dari kulit terluar dan mesocarp (bagian daging), hasilnya pulp. Prinsip kerjanya adalah melepaskan exocarp dan mesocarp buah kopi dimana prosesnya dilakukan dilakukan didalam air mengalir. Proses ini menghasilkan kopi hijau kering dengan jenis yang berbeda-beda. Macammacam alat pulper yang sering digunakan : Disc Pulper (cakram pemecah), Drum pulper, Raung Pulper, Roller pulper dan Vis pulper. Untuk di Indonesia yang sering digunakan adalah Vis Pulper dan Raung Pulper. Perbedaan pokok kedua alat ini adalah kalai Vis pulper hanya berfungsi sebagai pengupas kulit saja, sehingga hasilnya harus difermentasi dan dicuci lagi. Sedangkan raung pulper berfungsi sebagai pencuci sehingga kopi yang keluar dari mesin ini tidak perlu difermentasi dan dicuci lagi tetapi masuk ke tahap pengeringan.
c. Fermentasi
Proses fermentasi bertujuan untuk melepaskan daging buah berlendir (mucilage) yang masih melekat pada kulit tanduk dan pada proses pencucian akan mudah terlepas (terpisah) sehingga mempermudah proses pengeringan. Hidrolisis pektin disebabkan, oleh pektihase yang terdapat didalam buah atau reaksinya bias dipercepat dengan bantuan jasad renik. Proses fermentasi ini dapat terjadi, dengan bantuan jasad renik (Saccharomyces) yang disebut dengan proses peragian dan pemeraman. Biji kopi yang keluar dari mesin pulper dialirkan lewat saluran sebelum masuk bak fementasi.
Selama dalam pengaliran lewat saluran ini dapat dinamakan proses pencucian pendahuluan. Di dalam pencucian pendahuluan ini biji kopi yang berat (bernas) dapat dipisahkan dari sisa-sisa daging buah yang terbawa, lapisan lendir, biji-biji yang hampa karena bagian ini terapung di atas aliran air sehingga mudah dipisahkan.
Pengolahan kopi secara basah ini terbagi 3 cara proses fermentasinya :
1.Pengolahan cara basah tanpa fermentasi Biji kopi yang setelah melalui pencucian pendahuluan dapat langsung dikeringkan.
2.Pengolahan cara basah dengan fermentasi kering Biji kopi setelah pencucian pendahuluan lalu digundukan dalam bentuk gunungan kecil (kerucut) yang ditutup karung goni. Didalam gundukan itu segera terjadi proses fermentasi alami. Agar supaya proses fermentasi berlangsung secara merata, maka perlu dilakukan pengadukan dan pengundukan kembali sampai proses fermentasi dianggap selesai yaitu bila lapisan lendir mudah terlepas.
3.Pengolahan cara basah dengan fermentasi basah Setelah biji tersebut melewati proses pencucian pendahuluan segera ditimbun dan direndam dalam bak fermentasi. Bak fermentasi ini terbuat dari bak plester semen dengan alas miring. Ditengah-tengah dasar dibuat saluran dan ditutup dengan plat yang beriubang-lubang. Proses fermentasi di dalam bak-bak fermentasi terrsebut dilakukan bertingkat tingkat serta diselingi oleh pergantian air rendaman. Pada tingkat petama perendaman dilakukan selama 10 jam, Selama proses fermentasi ini dengan bantuan kegiatan jasad renik, terjadi pemecahan komponen lapisan lendir tersebut, maka akan terlepas dari permukaan kulit tanduk biji kopi.
Proses fermentasi akan berlangsung selama lebih kurang dari 1,5 sampai 4,5 hari tergantung pada keadaan iklim dan daerahnya. Proses fermentasi yang terlalu lama akan menghasilkan kopi beras yang berbau apek disebabkan oleh terjadinya pemecahan komponen isi putih lembaga.
Perubahan yang Terjadi selama Proses Fermentasi
1. Pemecahan Komponen mucilage
Bagian yang tepenting dari lapisan berlendir (getah) ini adalah komponen protopektin yaitu suatu "insoluble complex" tempat terjadinya meta cellular lactice dari daging buah. Material inilah yang terpecah dalam proses fementasi. Ada yang berpendapat bahwa tejadinya pemecahan getah itu adalah sebagai akibat bekerjanya suatu enzim yang terdapat dalam buah kopi. Enzim ini termasuk sejenis katalase yang akan memecah protopektin didalam buah kopi.
Kondisi fermentasi dengan pH 5.5-6.0, pemecahan getah akan berjalan cukup cepat. Apabila pH diturunkan menjadi ,4.0 maka kecepatan pemecahan akan menjadi 3 kali lebih cepat dan apabila pH 3.65 pemecahan akan menjadi dua kali lebih cepat. Dengan penambahan larutan penyangga fosfat sitrat maka kondisi pH akan dapat stabilbagi aktivitas protopektinase.
Dalam proses ferrmentasi dapat ditambahkan 0.025 persen enzim pektinase yang dihasilkan dari isolasi sejenis kacang. Dengan penambahan 0..025 persen enzim pektinase maka fementasi dapat berlangsung selama 5 sampai 10 jam dengan menaikkan suhu sedikit. Sedangkan bagi proses fermentasi yang alami diperlukanwaktu sekitar 36 jam. Pada waktu buah kopi tersebut mengalami pulping sebagian besar enzym tersebut terpisahkan dari kulit dan daging buah, akan tetapi sebagian kecil masih tertinggal dalam .bagian sari buah kopi.
2. Pemecahan Gula
Sukrosa merupakan komponen penting dalam daging buah kopi. Kadar gula akan meningkat dengan cepat selama proses pematangan buah yang dapat dikenal dengan adanya rasa manis.
Gula adalah senyawaan yang larut dalam air, oleh karena itu dengan adanya
proses pencucian lebih dari 15 menit akan banyak menyebabkan terjadinya
banyak kehilangan konsentrasinya. Proses difusi gula dari biji melalui parchment ke daging buah yang berjalan sangat lambat. Proses ini terjadi sewaktu perendaman dalam bak pengumpul dan pemisahan buah. Oleh karena itu kadar gula dalam daging biji akan mempengaruhi konsentrasi gula di dalam getah beberapa jam setelah fermentasi.
Sebagai hasil proses pemecahan gula adalah asam laktat dan asam asetatn dengan kadar asam laktat yang lebih besar. Asam-asam lain yang dihasilkan dari proses fert)entasi ini adalah etanol, asam butirat dan propionat. Asam lain akan memberikan onion flavor.
3. Perubahan Warna Kulit
Biji kopi yang telah terpisahkan dari pulp dan parchment maka kulit ari akan bewarna coklat. Juga jaringan daging biji akan bewarna sedikit kecoklatan yang tadinya bewarna abu-abu ata.u abu-abu kebiruan. Proses "browning" ini terjadi akibat oksidasi polifenol. Terjadinya warna kecoklatan yang kurang menarik ini dapat dicegah dalam proses fermentasi melalui pemakaian air pencucian yang bersifat alkalis.
d. Pencucian
Pencucian secara manual dilakukan pada biji kopi dari bak fementasi dialirkan dengan air melalui saluran dalam bak pencucian yang segera diaduk dengan tangan atau di injak-injak dengan kaki. Selama proses ini, air di dalam bak dibiarkan terus mengalir keluar dengan membawa bagian-bagian yang terapung beupa sisa-sisa lapisan lendir yang terlepas.
Pencucian biji dengan mesin pencucidilakukan dengan memasukkan biji kopi
tersebut kedalam suatu mesin pengaduk yang berputar pada sumbu horizontal dan mendorong biji kopi dengan air mengalir. Pengaduk mekanik ini akan memisahkan lapisan lendir yang masih melekat pada biji dan lapisan lendir yang masih melekat pada biji dan lapisan lendir yang telah terpisah ini akan terbuang lewat aliran air yang seterusnya dibuang.
e. Pengeringan
Pengeringan pendahuluan kopi parchment basah, kadar air berkurang dari 60 menjadi 53%. Sebagai alternatif kopi dapat dikeringkan dengan sinar matahari 2 atau 3 hari dan sering diaduk, Kadar air dapat mencapai 45 %. Pengeringan kopi Parchment dilanjutkan, dilakukan pada sinar matahari hingga kadar air mencapai 11 % yang pada akhirnya dapat menjaga stabilitas penyimpanan. Pengeringan biasanya dilakukan dengan menggunakan baki dengan penutupnya yang dapat digunakan sepanjang hari. Rata-rata pengeringan antara 10-15 hari. Pengeringan buatan (suhu tidak lebih dari 55°C) juga banyak digunakansejak pengeringan kopi alami menjadi lebih sulit dilakukan pada perkebunan yang lebih luas.
f. Curing
Proses selanjutnya baik kopi yang diproses secara kering maupun basah ialah curing yang bertujuan untuk menjaga penampilan sehingga baik untuk diekspor maupun diolah kembali. Tahapan proses curing ini meliputi :
- Pengeringan ulang
Kopi dari hasil pengolahan basah maupun kering harus dipastikan Kadar Airnya 11 %. Apabila tidak tercapai harus segera dilakukan pengeringan ulang, hal ini sangat penting dalam proses penyimpanan.
- Pembersihan (cleaning)
Buah kopi parchment kering yang dikeringkan secara alami banyak mengandung kotoran seperti kerikil, potongan besi, dan benda asing lainnya. Kotoran tersebut harus dihilangkan. Pembersihan dapat dilakukan dengan mengeluarkan kotoran dengan saringan untuk memindahkan kotoran yang berukuran besar, pemisah magnetik untuk memindahkan potongan baja, pemindahan debu dengan bantuanhembusan angin.
- Hulling.
Didalam mesin huller, maka biji kopi itu dihimpit dan diremas, dengan demikian kulit tanduk dan kulit arinya akan terlepas. Pecahan kulit tanduk dan kulit ari setelah keluar dari mesin huller tertiup dan terpisah dari biji kopi beras yang akan berjatuhan kebawah dan masuk ke dalam wadah.
g. Penyimpanan
Buah kopi dapat disimpan dalam bentuk buah kopi kering atau buah kopi parchment kering yang membutuhkan kondisi penyimpanan yang sama. Biji kopi KA air 11 % dan RH udara tidak lebih dari 74 %. Pada kondisi tersebut pertumbuhan jamur (Aspergilus niger, A. oucharaceous dan Rhizopus sp) akan minimal. Di Indonesia kopi yang sudah di klasifikasi mutunya disimpan didalam karung goni dan dijahit zigzag mulutnya dengan tali goni selanjutnya disimpan didalam gudang penyimpanan.
Syarat gudang penyimpanan kopi :
1. gudang mempunyai ventilasi yang cukup.
2. Suhu gudang optimum 20°C-25°C.
3. Gudang harus bersih, bebas dari hama penyakit serta bau asing.
4. Karung ditumpuk di lantai yang diben alas kayu setinggi 10 cm.
h. Standar Mutu Kopi
1. Pegolahan kering
- Kadar Air maksimum 13 % (bobot/bobot)
- Kadar kotoran berupa ranting, batu, gumpalan tanah dan benda-benda asing lainnya maksimum 0-5 % (bobot/bobot).
- Bebas dari serangga hidup.
- Bebas dari biji yang berrbau busuk, berbau kapang dan bulukan.
- Biji tidak lolos ayakan ukuran 3 mm x 3mm (8 mesh) dengan maksimum lolos 1 % (bobot/bobot).
- Untuk bisa disebut biji ukuran beger, harus memenuhi persyaratan tidak lolos ukuran (3,6 mesh) dengan maksimum lolos 1 % (bobot/bobot).
2. Pengolahan Basah
- Kadar air maksimum 12% (bobot/bobot)
- Kadar kotoran berupa ranting, batu, gumpalan tanah, dan berupa kotoran lainnya frlaksimum 0.5 % (bobot/bobot).
- Bebas dari serangga hidup
- Bebas dari biji yang berbau busuk, berbau kapang dan bulukan.
- Untuk robusta, dibedakan ukuran besar (L), sedang (M) dan kecil (S).
- Untuk jenis bukan robusta ukuran biji tidak dipersyaratkan.
(Ridwansyah/THP FP USU)
PENGOLAHAN PRODUK KOPI
A. Dekafeinasi Kopi
Dekafeinasi biasanya dilakukan sebelum proses penyangraian, sebelumnya dilakukan proses pembersihan dan Penyortiran biji. Prosesnya meliputi pembasahan biji kopi dengan air dan, diikuti oleh ekstraksi dengan pelarut organik yaitu metilen klorida(CH2Cl2)dalam ekstraktor.
Proses dekafeinasi pada tahap awal dilakukan pemanasan pendahuluan biji kopi dengan uap air panas pad a suhu 230°F selama setengah jam yang akan menghasilkan kadar air 16-18 % w/w pada kolom pertama dari kolom. Tujuan pemanasan pendahuluan adalah untuk membantu proses hidrolisis dari kafein selama ekstraksi. Kemudian dilakukan penambahan air/pre-wetting (hingga kadar air kopi menjadi 40%), setelah itu ditambahkan pelarut dengan perbandingan pelarut dengan biji kopi adalah 4 : 1.
Selanjutnya Proses ekstraksi kaffein dari biji kopi dilakukan pada suhu 50-120°C (120-250°F) pada kolom dimana kaffein sebagian besar akan dihilangkan (95-98%) akan dipisahkan. Setelah proses ekstraksi selesai, pelarut kemudian dialirkan keluar dari ekstraktor. Untuk menghilangkan sisa pelarut yang terdapat pada biji kopi, maka dilakukan penguapan pelarut dengan uap air panas (destilasi uap). Biji kopi yang dihilangkan kaffeinnya dikeluarkan dari kolom dengan segera dan biji dikeringkan mendekati kandungan air alaminya.
Setelah proses cekaffeinasi, bjji kopi biasanya akan kehilangan kandungan zat hijaunya dan tentu masih mengandung kaffein dan zat pelarut. Beberapa negera yang tergabung didalam EEC menetapkan batas kandungan kaffein didalam biji kopi bebas kaffein (decaffeinated) dan kopi instan tidak melebihi 0.1 % dan 0.3%. Sedangkan zat pelarut yang tersisa atau resedual dari decaffeinated coffe kurang dari 10 mg/kg pelarut.
B. Kopi Bubuk
1. Roasting
Roasting merupakan proses Penyangraian biji kopi yang tergantung pada
waktu dan suhu yang ditandai dengan perubahan kimiawi yang signifikan. Terjadi kehilangan berat kering terutama gas CO2 dan produk pirolisis volatil lainnya. Kebanyakan produk pirolisis ini sangat menentukan cita rasa kopi. Kehilangan berat kering terkait erat dengan suhu penyangraian.
Berdasarkan suhu penyangraian yang digunakan kopi sangrai dibedakan atas 3 golongan yaitu : ligh roast suhu yang digunakan 193 sampai 199°C, medium roast suhu yang digunakan 204°C dan dark roast suhu yang digunakan 213 sampai 221°C. Menurut Varnam dan Sutherland (1994) : ligh roast menghilangkan 3-5% kadar air: medium roast, 5-8 % dan dark roast 8-14%.
Penyangraian sangat menentukan warna dan cita rasa pruduk kopi yang akan dikonsumsi, perubahan warna biji dapat dijadikan dasar untuk sistem klasifikasi sederhana. Perubahan fisik terjadi termasuk kehilangan densitas ketika pecah. Penyangrai bisa berupa oven yang beroperasi secara batch atau kontinous. Pemanasan dilakukan pada tekanan atmosfir dengan media udara panas atau gas pembakaran. Pemanasan dapat juga dilakukan dengan melakukan kontak dengan permukaan yang dipanaskan, dan pada beberapa disain pemanas, hal ini merupakan faktor penentu pada pemanasan. Disain paling umum yang dapat disesuikan baik untuk penyangraian secara batch maupun kontinous merupakan drum horizontal yang dapat berputar. Umumnya, biji kopi dicurahkan sealiran dengan udara panas melalui drum ini, kecuali pada beberapa roaster dimana dimungkinkan terjadi aliran silang dengan udara panas. Udara yang digunakan langsung dipanaskan menggunakan gas atau bahanbakar, dan pada desain baru digunakan sistem udara daur ulang yang dapat menurunkan polusi di atmosfir serta menekan biaya operasional.
Tahap awal roasting adalah membuang uap air pada suhu penyangraian 100°C dan berikutnya tahap pyrolysis pada suhu 180°C. Pada tahap pyrolisis terjadi perubahan-perubahan komposisi kimia dan pengurangan berat sebanyak 10%. Proses roasting berlangsung 5-30 menit. Sampel segera diambil setelah roasting dan digiling dengan metoda standar sebelum menilai warna, sedikit air ditambahkan ke biji kopi pada tahap pendinginan untuk mempercepat pendinginan dan meningkatkan keseragaman ukuran partikel untuk penggilingan berikutnya.
Pada beberapa roaster, air ditambahkan ke biji dalam drum penyangrai diakhir proses. Biji kopi kemudian dikeluarkan lalu ditaruh dalam baki dingin berlobang dimanana udara dihembuskan. Perubahan sifat fisik dan kimia terjadi selama proses penyangraian, menurut Ukers dan Prescott dalam Ciptadi dan Nasution (1985) terjadi seperti swelling, penguapan air, tebentuknya senyawa volatile, karamelisasi karbohidrat, pengurangan serat kasar, denaturasi protein, terbentuknya gas CO2 sebagai hasil oksidasi dan terbentuknya aroma yang karakteristik pada kopi. Swelling selama penyangraian disebabkan karena terbentuknya gas-gas yang sebagian besar terdiri dari CO2 kemudian gas-gas ini mengisi ruang dalam sel atau pori-pori kopi. Senyawa yang membentuk aroma di dalam kopi menurut Mabrouk dan Deatherage dalam Ciptadi dan Nasution (1985) adalah :
1. Golongan fenol dan asam tidak mudah menguap yaitu asam kofeat, asam clorogenat, asam ginat dan riboflavin.
2.Golongan senyawa karbonil yaitu asetal dehid, propanon, alkohol, vanilin aldehid.
3. Golongan senyawa karbonil asam yaitu oksasuksinat, aseto asetat, hidroksi pirufat, keton kaproat, oksalasetat, mekoksalat, merkaptopiruvat.
4. Golongan asam amino yaitu leusin, iso leusin, variline, hidroksiproline, alanine, threonine, glysine dan asam aspartat.
5. Golongan asam mudah menguap yaitu asam asetat, propionat, butirat dan volerat.
Didalam proses penyangraian sebagian kecil dari kaffein akan menguap dan terbentuk komponen-komponen lain yaitu aseton, furfural, amonia, trimethylamine, asam formiat dan asam asetat. Caffein di dalam kopi terdapat baik sebagai senyawa bebas maupun dalam bentuk kombinasi dengan klorogenat sebagai senyawa kalium kaffein klorogenat.
Biji kopi yang disangrai dapat langsung dikemas. Pengemasan dilakukan dengan kantong kertas, ketika kopi dipisahkan dari otlet khusus dan digunakan langsung oleh konsomen. Tempat penyimpanan yang lebih baik serta kemasan vakum diperlukan untuk mencegah deteriorasi oksidatif jika kopi tidak melewati oulet khusus. Saat ini digunakan kemasan vakum dari kaleng yang mampu menahan tekanan yang terbentuk atau menggunakan kantung yang dapat melepaskan CO2 tapi menerima oksigen.
2. Penggilingan
Penggilingan kopi skala luas selalu menggunakan gerinda beroda (roller), gerinda roller ganda dengan gerigi 2 sampai 4 pasang merupakan alat yang paling banyak dipakai. Partikel kopi dihaluskan selama melewati tiap pasang roller. Derajat penggilingan ditentukan oleh nomor seri roller yang diguncikan. Kondisi ideal dimana ukuran partikel giling seragam adalah mustahil, namun variasi lebih rendah jika menggunakan gerinda roller ganda. Alternatif lain adalah penggilingan system tertutup berbasis proses satu tahap, dimana jika ukuran partikel melebihi saringan maka partikel dikembalikan ke pengumpan untuk digiling ulang.
Sejumlah kulit tipis (chaff) terlepas dari biji kopi, terutama Robusta, ikut tergiling. Kulit ini bisa dibuang menggunakan hembusan udara maupun, metode lainnya, meskipun mengakibatkan kehilangan padatan terlarut. Pencampuran kulit tipis ini, khususnya dengan kopi gosong, memberikan keuntungan berupa peningkatan sifat aliran dengan penyerapan minyak yang menetes.
Penampilan yang menarik bubuk kopi akan meningkatkan permintaan di pasaran. Hasil penggilingan biji kopi dibedakan menjadi: coarse (bubuk kasar), medium (bubuk sedang), fine (bubuk halus), very, fine (bubuk amat halus). Pilihan kasar halusnya bubuk kopi berkaitan dengan cara penyeduhan kopi yang digemari oleh masyarakat. Penggilingan melepaskan sejumlah kandungan CO2 dari kopi. Sebagian besar dilepaskan selama proses dan setelah penggilingan. Sejumlah besar mungkin masih tertahan terutama pada kopi giling kasar.
Untuk memperpanjang masa simpan kopi bubuk dikemas dengan menggunakan kemasan vakum dalam timah atau kantong fleksibel, untuk kopi giling halus, pengemasan vakum segera mungkin dilakukan selepas penggilingan tanpa perlakuan lain untuk mencegah terbentuknya t'ekanan akibat pelepasan CO2 Pada gilingan kasar, umumnya pengemasan ditunda beberapa jam untuk melepaskan CO2 Tindakan ini dapat memastikan penurunan CO2 kopi yang dikemas akibat penyerapan Oksigen.
C. Kopi Instant
Kopi instan merupakan kopi yang bersifat mudah larut dengan air (soluble)
tanpa meninggalkan serbuk. Pengolahan kopi instan yang essensial berupa produksi ekstrak kopi melalui tahap : penyangraian (roasting), penggilingan (grinding), Ekstraksi, Drying (Spray Drying maupun Freze Drying) dan pengemasan produk
Pengolahan kopi instan (soluble coffe) sangat tergantung dari proses sebelumnya. Pada tahap penggilingan biji-biji kopi yang berbeda ukuran, partikelnya harus disesuaikan untuk menjamin efisiensi ekstraksi. Hasil penggilingan yang terlalu halus akan menganggu perjalanan cairan kopi pada kolom ekstraksi, karena itu hasil penggilingah yang agak kasar dan seragam lebih diinginkan.
1. Ekstraksi
Proses ekstraksi untuk pembuatan kopi instan dipergunakan percolator (penyaring kopi) dan alat sentrifuge untuk mengepres sisa ampas. Proses ini terjadai didalam 6 percolator (penyaring kopi) menggunakan prinsip counter curent. Tujuan pengolahan adalah untuk memperoleh ekstraksi optimum dari padatan terlarut tanpa merusak kualitas.
Ekstraksi yang optimum tergantung pada suhu air ekstraksi dan laju alir melalui ampas kopi. Pada prakteknya air panas dimasukkan dengan tekanan dan suhunya 180°C. Suhu dari cairan pada setiap kolom makin turun sampai cairan berhubungan dengan kopi pada suhu 100°C. Penggunaan suhu air tertinggi memungkinkan hasil konsentrasi ekstrak tertinggi. Akibat penggunaan suhu tinggi adalah menjaga tekanan sistem tetap rendah untuk mempertahankan kondisi hidroulik (suhu air 173°C, dibutuhkan tekanan 120 psig atau 828 kPa) dan kolom yang dihubungkan oleh pipa harus didesain pada tekanan sedemikian rupa sehingga tidak melebihi hidraulik minimum. Air tersebut mengumpulkan sisa padatan larut air pada tekanan tinggi dan sisa padatan terlarut yang tidak terekstraksi akan secara sengaja terbawa ke kolom percolator berikutnya dan terekstraksi, begitu selanjutnya. Setiap penyaring pelarut mengumpulkan padatan larut air lebih banyak. Pada gilingan kopi yang lebih bersih akan meningkatkan ekstraksi dan mengurangi waktu perputaran.
Larutan Ekstraks bergerak ke depan secara kontineu dan pada kolom terakhir keluar berupa sirup dengan konsentrasi bahan terlarut 25-35 %. Pengisian air panas mengalir secara kontineu dengan ampas kopi bubuk yang terbanyak. Setelah mencapai kolom terakhir larutan ekstrak dialirkan, didinginkan dan ditranfer ketangki penyimpanan (stroge tank). Kopi hasil ekstraksi kemudian dikeringkan dengan menggunakan metode spray drying dan frezee drying, namun biasanya terlebih dahulu dilakukan penyaringan (filter) atau sentrifugasi terhadap cairan tersebut untuk memisahkan koloid berupa ter atau bahan bahan tidak larut lainnya dan kemudian mengkonsentratkan cairan tersebut dengan cara melewatkan melalui evaporator konvensional sebagaimana, yang digunakan proses evoporasi pada industri pengolahan susu. Cairan konsentrat tersebut kemudian disimpan sementara ditangki penyimpanan untuk menunggu proses pengeringan. Ampas kopi bubuk yang dikeluarkan dari kolom untuk dibuang, terlebih dahulu dilakukan pengurangan kadar air agar mudah diangkut dengan truk ke tempat pembuangan karena masih mengandung 70% kadar air.
2. Drying
Proses Spray drying terjadi didalam tower silindris yang besar dengan dasar
kerucut, pada bagian ini cairan kopi dimasukkan dengan tekanan ke dalam bagian atas tower bersamaan dengan pancaran angin udara panas sekitar 250°C. Partikelpartikel yang disemprotkan akan kering dan jatuh serta terkumpul sebagai bubuk pada bagian ujung kerucut lalu dipindahkan menggunakan alat katup yang berputar.
Udara yang telah tefpakai dilepaskan melewati sisi tower dan biasanya dilewatkan melalui peralatan siklon dengan tujuan untuk memperoleh kembali partikel kopi halus yang mungkin tercampur dengan aliran bubuk. Pada proses kosentrasi awal larutan kopi, kecenderungan yang terjadi adalah diproduksinya partlkel bubuk berukuran besar dan sedikit halus, jika partikel berukuran besar lebih banyak pada proses recyling akan mengakibatkan rusaknya kualitas dan rendahnya mutu produk akhir. Selain itu makin sedikit bagian yang halus, makin kecil pula kemungkinan padatan kopi menempel pada dinding tower sehingga pengkonsentrasian larutan akan mengurangi beban pengering dan meningkatkan kapasitas produksi.
Untuk meningkatkan daya larut dalam air dan membentuk butiran biasanya
ditingkatkan dengan proses aglomerasi. Proses aglomerasi dicapai dengan membasahi partikel bubuk, membiarkannya bergabung dan kemudian mengeringkannya kembali.
b. Freeze Drying
Prinsip kerja Freeze drying meliputi pembekuan larutan, menggranulasikan larutan yang beku tersebut, mengkondisikannya pada vacum ultra-high dengan pemanasan yang sedang sehingga mengakibatkan air pada bahan pangan tersebut akan menyublin dan akan menghasilkan produk padat (solid product). Pada prakteknya, ekstrak kopi difilter dan dikumpulkan pada tangki utama, kemudi,9n cairan tersebut dibawa ke drum pendinginan yang berputar. Setelah itu di bawa keruang pendinginan. Pada ruang pendinginan ditambahkan ethylene glycol dan ekstrak dibiarkan berhubungan dengan larutan selama 20-30 menit dengan temperatur -40°C. Setelah meninggalkan daerah tesebut lemping beku dilewatkan menuju grinder untuk mengatur produksi granula sesuai dengan ukuran yakni sesuai persyaratan untuk produk jadi. partikel-partikel disaringuntuk keseragaman produk dan tingkat kekeringan yang merata. Granula-granula yang membeku tersebut kemudian dibawa menggunakan konveyor menuju ruangan vakum yang dioperasikan secara batch atau kontineu. Selama proses pengeringan suhu produk umumnya tidak lebih dari 50°C.
3. Aromatisasi
Produk akhir Spray Drying dan Freeze drying akan kehilangan aroma, sehingga pada perusahaan industri dilakukan aromatisasi untuk memberikan aroma kopi bagi konsumen saat mereka membuka kemasan kopi. Hal ini dilakukan dengan cara merecovery aroma volatil yaitu menyemprotkan aroma volatil tersebut kedalam kopi instant biasanya digunakan minyak kopi sebagai bahan pembawa aroma volatile dan diperlukan untuk mengurangi resiko oksidasi dan mengisi gas karbondioksida.
4. Pengemasan
Kopi instan harus dilindungi dengan cara menerapkan pengemasan sesuai sebelum didistribusikan ke toko-toko, ritel atau untuk pesanan pasar. Kemasan yang digunakan harus mampu melindungi produk dari absorbsi kelembaban atmosfir yang tidak hanya me~yebabkan produk menggumpal (mengeras/memadat) juga mempercepat penurunan (deterioration) aroma. Kemasan standar yang digunakan saat ini kertas membran atau alumunium foil dan kaleng dari bahan timah. Kaleng kosong biasanya disediakan bersama dengan tutup, cincin dan membran yang dimasukkan menuju mesin pengisi dalam keadaan posisi terbalik. Setelah pengisian, alas kemasan dikelim dan ketas lebel ditempelkan dikemasan. Untuk produk ritel, kemasan yang digunakan berupa botol gelas dengan tutup plastik berulir. Tutup yang digunakan disuplai dengan kertas membran, yang dilekatkan dengan menggunakan lilin. (Ridwansyah/THP FP USU)
http://kopigayo.blogspot.com/
Dekafeinasi biasanya dilakukan sebelum proses penyangraian, sebelumnya dilakukan proses pembersihan dan Penyortiran biji. Prosesnya meliputi pembasahan biji kopi dengan air dan, diikuti oleh ekstraksi dengan pelarut organik yaitu metilen klorida(CH2Cl2)dalam ekstraktor.
Proses dekafeinasi pada tahap awal dilakukan pemanasan pendahuluan biji kopi dengan uap air panas pad a suhu 230°F selama setengah jam yang akan menghasilkan kadar air 16-18 % w/w pada kolom pertama dari kolom. Tujuan pemanasan pendahuluan adalah untuk membantu proses hidrolisis dari kafein selama ekstraksi. Kemudian dilakukan penambahan air/pre-wetting (hingga kadar air kopi menjadi 40%), setelah itu ditambahkan pelarut dengan perbandingan pelarut dengan biji kopi adalah 4 : 1.
Selanjutnya Proses ekstraksi kaffein dari biji kopi dilakukan pada suhu 50-120°C (120-250°F) pada kolom dimana kaffein sebagian besar akan dihilangkan (95-98%) akan dipisahkan. Setelah proses ekstraksi selesai, pelarut kemudian dialirkan keluar dari ekstraktor. Untuk menghilangkan sisa pelarut yang terdapat pada biji kopi, maka dilakukan penguapan pelarut dengan uap air panas (destilasi uap). Biji kopi yang dihilangkan kaffeinnya dikeluarkan dari kolom dengan segera dan biji dikeringkan mendekati kandungan air alaminya.
Setelah proses cekaffeinasi, bjji kopi biasanya akan kehilangan kandungan zat hijaunya dan tentu masih mengandung kaffein dan zat pelarut. Beberapa negera yang tergabung didalam EEC menetapkan batas kandungan kaffein didalam biji kopi bebas kaffein (decaffeinated) dan kopi instan tidak melebihi 0.1 % dan 0.3%. Sedangkan zat pelarut yang tersisa atau resedual dari decaffeinated coffe kurang dari 10 mg/kg pelarut.
B. Kopi Bubuk
1. Roasting
Roasting merupakan proses Penyangraian biji kopi yang tergantung pada
waktu dan suhu yang ditandai dengan perubahan kimiawi yang signifikan. Terjadi kehilangan berat kering terutama gas CO2 dan produk pirolisis volatil lainnya. Kebanyakan produk pirolisis ini sangat menentukan cita rasa kopi. Kehilangan berat kering terkait erat dengan suhu penyangraian.
Berdasarkan suhu penyangraian yang digunakan kopi sangrai dibedakan atas 3 golongan yaitu : ligh roast suhu yang digunakan 193 sampai 199°C, medium roast suhu yang digunakan 204°C dan dark roast suhu yang digunakan 213 sampai 221°C. Menurut Varnam dan Sutherland (1994) : ligh roast menghilangkan 3-5% kadar air: medium roast, 5-8 % dan dark roast 8-14%.
Penyangraian sangat menentukan warna dan cita rasa pruduk kopi yang akan dikonsumsi, perubahan warna biji dapat dijadikan dasar untuk sistem klasifikasi sederhana. Perubahan fisik terjadi termasuk kehilangan densitas ketika pecah. Penyangrai bisa berupa oven yang beroperasi secara batch atau kontinous. Pemanasan dilakukan pada tekanan atmosfir dengan media udara panas atau gas pembakaran. Pemanasan dapat juga dilakukan dengan melakukan kontak dengan permukaan yang dipanaskan, dan pada beberapa disain pemanas, hal ini merupakan faktor penentu pada pemanasan. Disain paling umum yang dapat disesuikan baik untuk penyangraian secara batch maupun kontinous merupakan drum horizontal yang dapat berputar. Umumnya, biji kopi dicurahkan sealiran dengan udara panas melalui drum ini, kecuali pada beberapa roaster dimana dimungkinkan terjadi aliran silang dengan udara panas. Udara yang digunakan langsung dipanaskan menggunakan gas atau bahanbakar, dan pada desain baru digunakan sistem udara daur ulang yang dapat menurunkan polusi di atmosfir serta menekan biaya operasional.
Tahap awal roasting adalah membuang uap air pada suhu penyangraian 100°C dan berikutnya tahap pyrolysis pada suhu 180°C. Pada tahap pyrolisis terjadi perubahan-perubahan komposisi kimia dan pengurangan berat sebanyak 10%. Proses roasting berlangsung 5-30 menit. Sampel segera diambil setelah roasting dan digiling dengan metoda standar sebelum menilai warna, sedikit air ditambahkan ke biji kopi pada tahap pendinginan untuk mempercepat pendinginan dan meningkatkan keseragaman ukuran partikel untuk penggilingan berikutnya.
Pada beberapa roaster, air ditambahkan ke biji dalam drum penyangrai diakhir proses. Biji kopi kemudian dikeluarkan lalu ditaruh dalam baki dingin berlobang dimanana udara dihembuskan. Perubahan sifat fisik dan kimia terjadi selama proses penyangraian, menurut Ukers dan Prescott dalam Ciptadi dan Nasution (1985) terjadi seperti swelling, penguapan air, tebentuknya senyawa volatile, karamelisasi karbohidrat, pengurangan serat kasar, denaturasi protein, terbentuknya gas CO2 sebagai hasil oksidasi dan terbentuknya aroma yang karakteristik pada kopi. Swelling selama penyangraian disebabkan karena terbentuknya gas-gas yang sebagian besar terdiri dari CO2 kemudian gas-gas ini mengisi ruang dalam sel atau pori-pori kopi. Senyawa yang membentuk aroma di dalam kopi menurut Mabrouk dan Deatherage dalam Ciptadi dan Nasution (1985) adalah :
1. Golongan fenol dan asam tidak mudah menguap yaitu asam kofeat, asam clorogenat, asam ginat dan riboflavin.
2.Golongan senyawa karbonil yaitu asetal dehid, propanon, alkohol, vanilin aldehid.
3. Golongan senyawa karbonil asam yaitu oksasuksinat, aseto asetat, hidroksi pirufat, keton kaproat, oksalasetat, mekoksalat, merkaptopiruvat.
4. Golongan asam amino yaitu leusin, iso leusin, variline, hidroksiproline, alanine, threonine, glysine dan asam aspartat.
5. Golongan asam mudah menguap yaitu asam asetat, propionat, butirat dan volerat.
Didalam proses penyangraian sebagian kecil dari kaffein akan menguap dan terbentuk komponen-komponen lain yaitu aseton, furfural, amonia, trimethylamine, asam formiat dan asam asetat. Caffein di dalam kopi terdapat baik sebagai senyawa bebas maupun dalam bentuk kombinasi dengan klorogenat sebagai senyawa kalium kaffein klorogenat.
Biji kopi yang disangrai dapat langsung dikemas. Pengemasan dilakukan dengan kantong kertas, ketika kopi dipisahkan dari otlet khusus dan digunakan langsung oleh konsomen. Tempat penyimpanan yang lebih baik serta kemasan vakum diperlukan untuk mencegah deteriorasi oksidatif jika kopi tidak melewati oulet khusus. Saat ini digunakan kemasan vakum dari kaleng yang mampu menahan tekanan yang terbentuk atau menggunakan kantung yang dapat melepaskan CO2 tapi menerima oksigen.
2. Penggilingan
Penggilingan kopi skala luas selalu menggunakan gerinda beroda (roller), gerinda roller ganda dengan gerigi 2 sampai 4 pasang merupakan alat yang paling banyak dipakai. Partikel kopi dihaluskan selama melewati tiap pasang roller. Derajat penggilingan ditentukan oleh nomor seri roller yang diguncikan. Kondisi ideal dimana ukuran partikel giling seragam adalah mustahil, namun variasi lebih rendah jika menggunakan gerinda roller ganda. Alternatif lain adalah penggilingan system tertutup berbasis proses satu tahap, dimana jika ukuran partikel melebihi saringan maka partikel dikembalikan ke pengumpan untuk digiling ulang.
Sejumlah kulit tipis (chaff) terlepas dari biji kopi, terutama Robusta, ikut tergiling. Kulit ini bisa dibuang menggunakan hembusan udara maupun, metode lainnya, meskipun mengakibatkan kehilangan padatan terlarut. Pencampuran kulit tipis ini, khususnya dengan kopi gosong, memberikan keuntungan berupa peningkatan sifat aliran dengan penyerapan minyak yang menetes.
Penampilan yang menarik bubuk kopi akan meningkatkan permintaan di pasaran. Hasil penggilingan biji kopi dibedakan menjadi: coarse (bubuk kasar), medium (bubuk sedang), fine (bubuk halus), very, fine (bubuk amat halus). Pilihan kasar halusnya bubuk kopi berkaitan dengan cara penyeduhan kopi yang digemari oleh masyarakat. Penggilingan melepaskan sejumlah kandungan CO2 dari kopi. Sebagian besar dilepaskan selama proses dan setelah penggilingan. Sejumlah besar mungkin masih tertahan terutama pada kopi giling kasar.
Untuk memperpanjang masa simpan kopi bubuk dikemas dengan menggunakan kemasan vakum dalam timah atau kantong fleksibel, untuk kopi giling halus, pengemasan vakum segera mungkin dilakukan selepas penggilingan tanpa perlakuan lain untuk mencegah terbentuknya t'ekanan akibat pelepasan CO2 Pada gilingan kasar, umumnya pengemasan ditunda beberapa jam untuk melepaskan CO2 Tindakan ini dapat memastikan penurunan CO2 kopi yang dikemas akibat penyerapan Oksigen.
C. Kopi Instant
Kopi instan merupakan kopi yang bersifat mudah larut dengan air (soluble)
tanpa meninggalkan serbuk. Pengolahan kopi instan yang essensial berupa produksi ekstrak kopi melalui tahap : penyangraian (roasting), penggilingan (grinding), Ekstraksi, Drying (Spray Drying maupun Freze Drying) dan pengemasan produk
Pengolahan kopi instan (soluble coffe) sangat tergantung dari proses sebelumnya. Pada tahap penggilingan biji-biji kopi yang berbeda ukuran, partikelnya harus disesuaikan untuk menjamin efisiensi ekstraksi. Hasil penggilingan yang terlalu halus akan menganggu perjalanan cairan kopi pada kolom ekstraksi, karena itu hasil penggilingah yang agak kasar dan seragam lebih diinginkan.
1. Ekstraksi
Proses ekstraksi untuk pembuatan kopi instan dipergunakan percolator (penyaring kopi) dan alat sentrifuge untuk mengepres sisa ampas. Proses ini terjadai didalam 6 percolator (penyaring kopi) menggunakan prinsip counter curent. Tujuan pengolahan adalah untuk memperoleh ekstraksi optimum dari padatan terlarut tanpa merusak kualitas.
Ekstraksi yang optimum tergantung pada suhu air ekstraksi dan laju alir melalui ampas kopi. Pada prakteknya air panas dimasukkan dengan tekanan dan suhunya 180°C. Suhu dari cairan pada setiap kolom makin turun sampai cairan berhubungan dengan kopi pada suhu 100°C. Penggunaan suhu air tertinggi memungkinkan hasil konsentrasi ekstrak tertinggi. Akibat penggunaan suhu tinggi adalah menjaga tekanan sistem tetap rendah untuk mempertahankan kondisi hidroulik (suhu air 173°C, dibutuhkan tekanan 120 psig atau 828 kPa) dan kolom yang dihubungkan oleh pipa harus didesain pada tekanan sedemikian rupa sehingga tidak melebihi hidraulik minimum. Air tersebut mengumpulkan sisa padatan larut air pada tekanan tinggi dan sisa padatan terlarut yang tidak terekstraksi akan secara sengaja terbawa ke kolom percolator berikutnya dan terekstraksi, begitu selanjutnya. Setiap penyaring pelarut mengumpulkan padatan larut air lebih banyak. Pada gilingan kopi yang lebih bersih akan meningkatkan ekstraksi dan mengurangi waktu perputaran.
Larutan Ekstraks bergerak ke depan secara kontineu dan pada kolom terakhir keluar berupa sirup dengan konsentrasi bahan terlarut 25-35 %. Pengisian air panas mengalir secara kontineu dengan ampas kopi bubuk yang terbanyak. Setelah mencapai kolom terakhir larutan ekstrak dialirkan, didinginkan dan ditranfer ketangki penyimpanan (stroge tank). Kopi hasil ekstraksi kemudian dikeringkan dengan menggunakan metode spray drying dan frezee drying, namun biasanya terlebih dahulu dilakukan penyaringan (filter) atau sentrifugasi terhadap cairan tersebut untuk memisahkan koloid berupa ter atau bahan bahan tidak larut lainnya dan kemudian mengkonsentratkan cairan tersebut dengan cara melewatkan melalui evaporator konvensional sebagaimana, yang digunakan proses evoporasi pada industri pengolahan susu. Cairan konsentrat tersebut kemudian disimpan sementara ditangki penyimpanan untuk menunggu proses pengeringan. Ampas kopi bubuk yang dikeluarkan dari kolom untuk dibuang, terlebih dahulu dilakukan pengurangan kadar air agar mudah diangkut dengan truk ke tempat pembuangan karena masih mengandung 70% kadar air.
2. Drying
Proses Spray drying terjadi didalam tower silindris yang besar dengan dasar
kerucut, pada bagian ini cairan kopi dimasukkan dengan tekanan ke dalam bagian atas tower bersamaan dengan pancaran angin udara panas sekitar 250°C. Partikelpartikel yang disemprotkan akan kering dan jatuh serta terkumpul sebagai bubuk pada bagian ujung kerucut lalu dipindahkan menggunakan alat katup yang berputar.
Udara yang telah tefpakai dilepaskan melewati sisi tower dan biasanya dilewatkan melalui peralatan siklon dengan tujuan untuk memperoleh kembali partikel kopi halus yang mungkin tercampur dengan aliran bubuk. Pada proses kosentrasi awal larutan kopi, kecenderungan yang terjadi adalah diproduksinya partlkel bubuk berukuran besar dan sedikit halus, jika partikel berukuran besar lebih banyak pada proses recyling akan mengakibatkan rusaknya kualitas dan rendahnya mutu produk akhir. Selain itu makin sedikit bagian yang halus, makin kecil pula kemungkinan padatan kopi menempel pada dinding tower sehingga pengkonsentrasian larutan akan mengurangi beban pengering dan meningkatkan kapasitas produksi.
Untuk meningkatkan daya larut dalam air dan membentuk butiran biasanya
ditingkatkan dengan proses aglomerasi. Proses aglomerasi dicapai dengan membasahi partikel bubuk, membiarkannya bergabung dan kemudian mengeringkannya kembali.
b. Freeze Drying
Prinsip kerja Freeze drying meliputi pembekuan larutan, menggranulasikan larutan yang beku tersebut, mengkondisikannya pada vacum ultra-high dengan pemanasan yang sedang sehingga mengakibatkan air pada bahan pangan tersebut akan menyublin dan akan menghasilkan produk padat (solid product). Pada prakteknya, ekstrak kopi difilter dan dikumpulkan pada tangki utama, kemudi,9n cairan tersebut dibawa ke drum pendinginan yang berputar. Setelah itu di bawa keruang pendinginan. Pada ruang pendinginan ditambahkan ethylene glycol dan ekstrak dibiarkan berhubungan dengan larutan selama 20-30 menit dengan temperatur -40°C. Setelah meninggalkan daerah tesebut lemping beku dilewatkan menuju grinder untuk mengatur produksi granula sesuai dengan ukuran yakni sesuai persyaratan untuk produk jadi. partikel-partikel disaringuntuk keseragaman produk dan tingkat kekeringan yang merata. Granula-granula yang membeku tersebut kemudian dibawa menggunakan konveyor menuju ruangan vakum yang dioperasikan secara batch atau kontineu. Selama proses pengeringan suhu produk umumnya tidak lebih dari 50°C.
3. Aromatisasi
Produk akhir Spray Drying dan Freeze drying akan kehilangan aroma, sehingga pada perusahaan industri dilakukan aromatisasi untuk memberikan aroma kopi bagi konsumen saat mereka membuka kemasan kopi. Hal ini dilakukan dengan cara merecovery aroma volatil yaitu menyemprotkan aroma volatil tersebut kedalam kopi instant biasanya digunakan minyak kopi sebagai bahan pembawa aroma volatile dan diperlukan untuk mengurangi resiko oksidasi dan mengisi gas karbondioksida.
4. Pengemasan
Kopi instan harus dilindungi dengan cara menerapkan pengemasan sesuai sebelum didistribusikan ke toko-toko, ritel atau untuk pesanan pasar. Kemasan yang digunakan harus mampu melindungi produk dari absorbsi kelembaban atmosfir yang tidak hanya me~yebabkan produk menggumpal (mengeras/memadat) juga mempercepat penurunan (deterioration) aroma. Kemasan standar yang digunakan saat ini kertas membran atau alumunium foil dan kaleng dari bahan timah. Kaleng kosong biasanya disediakan bersama dengan tutup, cincin dan membran yang dimasukkan menuju mesin pengisi dalam keadaan posisi terbalik. Setelah pengisian, alas kemasan dikelim dan ketas lebel ditempelkan dikemasan. Untuk produk ritel, kemasan yang digunakan berupa botol gelas dengan tutup plastik berulir. Tutup yang digunakan disuplai dengan kertas membran, yang dilekatkan dengan menggunakan lilin. (Ridwansyah/THP FP USU)
http://kopigayo.blogspot.com/
Roaster’s Guild of America membantu pengembangan petani kopi di Sumatera Utara dan Nanggroe Aceh Darusalam
Medan, Kompas - Pengusaha Amerika Serikat yang tergabung dalam Roaster’s Guild of America membantu pengembangan petani kopi di Sumatera Utara dan Nanggroe Aceh Darusalam. Bantuan dalam bentuk edukasi itu dilakukan untuk meningkatkan kualitas kopi Sumut dan Aceh yang dikenal memiliki potensi tinggi.
"Secara kualitas sangat berpotensi. Tapi, sayang, kualitasnya tidak bisa stabil. Jika tidak berkualitas, tidak bisa bersaing dengan kopi dari negara lain," tutur Geoff Watts yang juga Juru Bicara Roaster’s Guild of America, Selasa (6/11) di Medan.
Geoff datang bersama tujuh pengusaha kopi di AS. Selama seminggu, mereka mengunjungi NAD dan melihat langsung petani Aceh Tengah dan Bener Meriah mengolah kopi gayo. Kunjungan ini dilakukan sebagai kelanjutan pertemuan dengan Gubernur Aceh Irwandy Yusuf di AS.
"Saya terkejut, petani di Aceh masih memakai cara tradisional. Salah satunya dengan mengeringkan kopi di atas tanah. Proses seperti itu sangat memengaruhi kualitasnya," tuturnya.
Para pengusaha AS ingin berbagi pengetahuan cara memproses kopi agar nilai jualnya menjadi tinggi. Geoff mengatakan, proses pengolahan kopi dengan teknik yang baik akan menghasilkan kopi berkualitas sehingga nilai jual kopi bisa jauh lebih tinggi. "Mengubah kebiasaan memang susah. Para petani belum banyak yakin, dengan kopi yang berkualitas akan mendapatkan harga lebih tinggi," katanya.
Kunjungan berikutnya dimulai Selasa di Sumut. Para pengusaha mengunjungi Kabupaten Humbang Hasundutan yang sudah mengembangkan kopi lintong sebagai produk unggulan. Roaster’s Guild bersama tenaga ahli Indonesia terlibat dalam pendirian "sekolah kopi" di Desa Sitio-Tio, Sigumpar, Humbang Hasundutan.
Pendirian sekolah merupakan salah satu dari bentuk keterlibatan pengusaha AS membantu petani kopi Indonesia. Sekolah yang sudah disiapkan 1,5 tahun itu akan mulai beroperasi bulan depan. Pengajaran sekolah yang mirip dengan model pemagangan itu dilakukan sarjana ahli kopi dari Kosta Rika.
"Dia sudah ahli di bidangnya. Pengajar dari Kosta Rika akan mendidik anak lulusan sekolah pertanian selama tiga bulan. Setelah selesai tiga bulan, ada program berikutnya dalam waktu yang sama. Harapan kami, mereka yang lulus dari sekolah itu bisa menularkan ilmu pengolahan kopi mulai dari penanaman sampai panen kepada petani kopi lain," kata tenaga ahli PT Volkopi Indonesia Eko Purnomowidi.
Alan Nietlisbach dari Volcafe Speciality Coffee AS mengatakan, pasaran kopi Indonesia di AS kalah dominan dari kopi Kolombia. Dia berharap, kopi Indonesia asal Aceh dan Sumut bisa menembus pasar AS. Persoalannya, pendekatan para pengusaha kopi sekarang adalah pendekatan kualitas. (NDY)
http://kopigayo.blogspot.com/
"Secara kualitas sangat berpotensi. Tapi, sayang, kualitasnya tidak bisa stabil. Jika tidak berkualitas, tidak bisa bersaing dengan kopi dari negara lain," tutur Geoff Watts yang juga Juru Bicara Roaster’s Guild of America, Selasa (6/11) di Medan.
Geoff datang bersama tujuh pengusaha kopi di AS. Selama seminggu, mereka mengunjungi NAD dan melihat langsung petani Aceh Tengah dan Bener Meriah mengolah kopi gayo. Kunjungan ini dilakukan sebagai kelanjutan pertemuan dengan Gubernur Aceh Irwandy Yusuf di AS.
"Saya terkejut, petani di Aceh masih memakai cara tradisional. Salah satunya dengan mengeringkan kopi di atas tanah. Proses seperti itu sangat memengaruhi kualitasnya," tuturnya.
Para pengusaha AS ingin berbagi pengetahuan cara memproses kopi agar nilai jualnya menjadi tinggi. Geoff mengatakan, proses pengolahan kopi dengan teknik yang baik akan menghasilkan kopi berkualitas sehingga nilai jual kopi bisa jauh lebih tinggi. "Mengubah kebiasaan memang susah. Para petani belum banyak yakin, dengan kopi yang berkualitas akan mendapatkan harga lebih tinggi," katanya.
Kunjungan berikutnya dimulai Selasa di Sumut. Para pengusaha mengunjungi Kabupaten Humbang Hasundutan yang sudah mengembangkan kopi lintong sebagai produk unggulan. Roaster’s Guild bersama tenaga ahli Indonesia terlibat dalam pendirian "sekolah kopi" di Desa Sitio-Tio, Sigumpar, Humbang Hasundutan.
Pendirian sekolah merupakan salah satu dari bentuk keterlibatan pengusaha AS membantu petani kopi Indonesia. Sekolah yang sudah disiapkan 1,5 tahun itu akan mulai beroperasi bulan depan. Pengajaran sekolah yang mirip dengan model pemagangan itu dilakukan sarjana ahli kopi dari Kosta Rika.
"Dia sudah ahli di bidangnya. Pengajar dari Kosta Rika akan mendidik anak lulusan sekolah pertanian selama tiga bulan. Setelah selesai tiga bulan, ada program berikutnya dalam waktu yang sama. Harapan kami, mereka yang lulus dari sekolah itu bisa menularkan ilmu pengolahan kopi mulai dari penanaman sampai panen kepada petani kopi lain," kata tenaga ahli PT Volkopi Indonesia Eko Purnomowidi.
Alan Nietlisbach dari Volcafe Speciality Coffee AS mengatakan, pasaran kopi Indonesia di AS kalah dominan dari kopi Kolombia. Dia berharap, kopi Indonesia asal Aceh dan Sumut bisa menembus pasar AS. Persoalannya, pendekatan para pengusaha kopi sekarang adalah pendekatan kualitas. (NDY)
http://kopigayo.blogspot.com/
Garuda Suguhkan Kopi Gayo untuk Calon Jemaah Haji
BANDA ACEH–Garuda Indonesia menyiapkan dua pesawat Air Bus tipe 330 untuk mengangkut calon jamaah haji (CJH) Aceh. Pesawat dengan kapasitas muatan lebih dari 300 penumpang itu hanya satu digunakan untuk memberangkatkan jemaah haji, sedangkan satunya lagi tetap standby sebagai cadangan.
General Manager Garuda Banda Aceh, Banjari Suhardi mengatakan, dua pesawat garuda itu hingga saat ini masih berada di Jakarta, sambil menunggu keberangkatan perdana 17 November 2007 mendatang. Rencananya pesawat yang akan digunakan hanya satu unit, sementara satu unit lagi siaga di Bandara Halim Perdana Kusuma Jakarta.
Dia menyebutkan, selama dalam perjalanan, para calon jamaah haji (CJH) akan mendapatkan jatah makan sebanyak 2 kali dan sekali snack (makanan ringan) dengan menu makanan bercirikan khas ke Acehan, yaitu Keumamah dan snack disuguhkan dengan kopi Gayo.
General Manager Garuda Banda Aceh, Banjari Suhardi mengatakan, dua pesawat garuda itu hingga saat ini masih berada di Jakarta, sambil menunggu keberangkatan perdana 17 November 2007 mendatang. Rencananya pesawat yang akan digunakan hanya satu unit, sementara satu unit lagi siaga di Bandara Halim Perdana Kusuma Jakarta.
Dia menyebutkan, selama dalam perjalanan, para calon jamaah haji (CJH) akan mendapatkan jatah makan sebanyak 2 kali dan sekali snack (makanan ringan) dengan menu makanan bercirikan khas ke Acehan, yaitu Keumamah dan snack disuguhkan dengan kopi Gayo.
USAID : Pembukaan Industri Pabrik Kopi Yang Telah Diremajakan di Dataran Tinggi Gayo
Para tokoh masyarakat berkumpul di Dataran Tinggi Gayo di luar kota Takengon pada 10 Februari untuk merayakan pembukaan sebuah proyek perkebunan kopi yang akan meremajakan industri kopi premium di Aceh Tengah. Renovasi pabrik pengolahan dan perkebunan kopi ini merupakan bagian dari proyek pengembangan senilai 10 juta dolar AS yang didanai oleh Badan Pembangunan Internasional Pemerintah AS (USAID).
Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (UKM), Surya Dharma dan para undangan lainnya meninjau fasilitas di pabrik ini yang akan menjadi pusat usaha produksi kopi dengan mutu premium bersertifikasi organik di provinsi Aceh. Pabrik ini dijalankan oleh Koperasi Baitul Qiradh Baburrayyanb (KBQB), sebuah koperasi terdaftar yang terdiri dari 5.000 penghasil kopi berskala kecil.
“Kami yakin akan masa depan provinsi ini dan melihat bahwa provinsi ini banyak memiliki potensi,” ujar Wakil Pemerintah A.S. Tom Morris. “Kami berkomitmen untuk bekerja bersama dengan para petani ini guna menjalin hubungan jangka panjang dan mengembangkan produksi mereka ke pasar internasional.”
Proyek perkebunan kopi yang didanai oleh USAID ini dikelola oleh Asosiasi Usaha Koperasi Nasional (the National Cooperative Business Association/NCBA) Amerika Serikat – sebuah organisasi yang berpengalaman selama bertahun-tahun dalam pengembangan usaha koperasi di Indonesia dan mahir di bidang industri kopi jenis khusus. USAID bermitra dengan NCBA untuk meremajakan infrastruktur perkebunan kopi dan pengolahan kopi di daerah ini.
Melalui proyek yang dimulai tahun 2005 ini, KBQB telah memperluas keanggotaannya yang berbasis-petani dari 39 orang menjadi 5.000 orang hanya dalam setahun. Dengan pelatihan yang diberikan, semua anggota kini merupakan penghasil kopi organik Arabika berkualitas tinggi yang bersertifikat internasional. Proyek ini juga menawarkan keahlian dan peralatan untuk membantu pemrosesan berkualitas serta pemasaran internasional kopi milik koperasi tersebut. Sejauh ini, koperasi telah menjual 720 ton metrik kopi Arabika berkualitas dengan harga premium pada pembeli produk-produk khas daerah di Amerika Serikat.
Proyek USAID/NCBA juga merehabilitasi kompleks-kompleks perkebunan kopi yang musnah selama 30 tahun konflik di wilayah ini. Proyek tersebut juga memfasilitasi pembentukan sebuah koperasi baru yang dikenal dengan Koperasi Kredit Maju Bersama, yang menyediakan peluang memperoleh kredit mikro bagi para petani lokal untuk membantu mereka meningkatkan sarana pertumbuhan dan produksi kopi mereka.
http://kopigayo.blogspot.com
Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (UKM), Surya Dharma dan para undangan lainnya meninjau fasilitas di pabrik ini yang akan menjadi pusat usaha produksi kopi dengan mutu premium bersertifikasi organik di provinsi Aceh. Pabrik ini dijalankan oleh Koperasi Baitul Qiradh Baburrayyanb (KBQB), sebuah koperasi terdaftar yang terdiri dari 5.000 penghasil kopi berskala kecil.
“Kami yakin akan masa depan provinsi ini dan melihat bahwa provinsi ini banyak memiliki potensi,” ujar Wakil Pemerintah A.S. Tom Morris. “Kami berkomitmen untuk bekerja bersama dengan para petani ini guna menjalin hubungan jangka panjang dan mengembangkan produksi mereka ke pasar internasional.”
Proyek perkebunan kopi yang didanai oleh USAID ini dikelola oleh Asosiasi Usaha Koperasi Nasional (the National Cooperative Business Association/NCBA) Amerika Serikat – sebuah organisasi yang berpengalaman selama bertahun-tahun dalam pengembangan usaha koperasi di Indonesia dan mahir di bidang industri kopi jenis khusus. USAID bermitra dengan NCBA untuk meremajakan infrastruktur perkebunan kopi dan pengolahan kopi di daerah ini.
Melalui proyek yang dimulai tahun 2005 ini, KBQB telah memperluas keanggotaannya yang berbasis-petani dari 39 orang menjadi 5.000 orang hanya dalam setahun. Dengan pelatihan yang diberikan, semua anggota kini merupakan penghasil kopi organik Arabika berkualitas tinggi yang bersertifikat internasional. Proyek ini juga menawarkan keahlian dan peralatan untuk membantu pemrosesan berkualitas serta pemasaran internasional kopi milik koperasi tersebut. Sejauh ini, koperasi telah menjual 720 ton metrik kopi Arabika berkualitas dengan harga premium pada pembeli produk-produk khas daerah di Amerika Serikat.
Proyek USAID/NCBA juga merehabilitasi kompleks-kompleks perkebunan kopi yang musnah selama 30 tahun konflik di wilayah ini. Proyek tersebut juga memfasilitasi pembentukan sebuah koperasi baru yang dikenal dengan Koperasi Kredit Maju Bersama, yang menyediakan peluang memperoleh kredit mikro bagi para petani lokal untuk membantu mereka meningkatkan sarana pertumbuhan dan produksi kopi mereka.
http://kopigayo.blogspot.com
Persyaratan Kualitas Mikro Hambat Eksport Kopi Indonesia
Negara-negara maju mulai memperketat persyaratan kualitas kopi yang akan dibeli ke masalah aspek mikro. Sebelumnya persyaratan kualitas kopi yang dibeli Negara-negara maju hanya dilihat dari aspek makronya saja, yaitu masalah kebersihan dan jumlah kadar cacat pada kopi. Terakhir mereka memperketat persyaratan kualitas kopi dengan melihat aspek mikro seperti kandungan unsur mikrobiologi, bakteri, racun, sisa bahan aktif pembasmi hama/pestisida Cypermentrin, dll. Aspek mikro dalam menentukan persyaratan kualitas kopi yang di ekspor tersebut menjadi hambatan dalam mengekspor kopi Indonesia, karena Indonesia belum memiliki laboratorium yang memadai untuk mendeteksi aspek mikro yang terkandung dalam kopi. Baru-baru ini terdapat dua peti kemas (36 ton) kopi arabika Mandhailing yang di tahan Badan Karantina Jepang karena mengandung unsur aktif pestisida Cypermenthrin melebihi ambang batas yang diizinkan. Unsur aktif pestisida Cypermenthrin dalam kopi arabika diizinkan di Jepang 0,05 ppm. Eksportir kopi Indonesia kesulitan memenuhi standar ambang batas residu kimia dalam kopi, karena Standar Nasional Indonesia (SNI) untuk kopi baru merumuskan aspek makro (unsure kasat mata)
http://kopigayo.blogspot.com
http://kopigayo.blogspot.com
Perjanjian Kopi Internasional 2007 Siap Diterapkan
Negara-negara produsen dan konsumen kopi yang tergabung dalam Organisasi Kopi Internasional atau International Coffee Organization (ICO) pada tanggal 25 Januari 2008 telah menyelenggarakan Sidang Khusus ke-99 Dewan Kopi Internasional (99th Special Session of the International Coffee Council) di London. Sebelum sidang Council, terlebih dahulu diadakan Sidang ke-266 Executive Board (266th Meeting of the Executive Board) pada tanggal 24 Januari 2008.
Sidang-sidang ini dihadiri oleh delegasi dari 77 negara anggota, yang terdiri atas 45 negara produsen kopi (exporting countries) dan 32 negara konsumen (importing countries). Delegasi RI dipimpin oleh Deddy Saleh, Direktur Kerjasama Multilateral, Ditjen Kerjasama Perdagangan Internasional, Departemen Perdagangan, dengan anggota terdiri atas wakil/pejabat dari KBRI London dan penasehat dari Asosiasi Eksportir Kopi Indonesia (AEKI).
Agenda utama sidang Council Khusus ini membahas perjanjian kopi baru yaitu International Coffee Agreement (ICA) 2007 sebagai pengganti ICA 2001 yang berakhir pada bulan September 2007. Teks ICA 2007 telah disetujui dalam sidang ke-98 Council pada bulan September 2007 melalui Resolusi 431. Teks final ICA 2007 tersedia dalam 4 bahasa resmi ICO, yaitu Inggris, Perancis, Portugis dan Spanyol. Mengingat bahasa Portugis bukan merupakan bahasa resmi yang diakui UN, sehingga UN tidak bersedia untuk menjadi Depository dari ICA 2007, akhirnya dengan berpedoman pada Konvensi Wina tahun 1969 mengenai Law of Treaties, sidang menyetujui Sekretariat ICO sebagai Depository ICA 2007.
Dengan telah disepakatinya Teks Final ICA 2007, maka dalam sidang council telah dibahas pula mengenai Prosedur keanggotaan dan Persiapan implementasi ICA 2007.
1. Prosedur keanggotaan :
Sesuai pasal 40 dan 43 dari ICA 2007, telah disepakati bahwa prosedur untuk menjadi anggota ICO diatur sebagai berikut :
- Penandatanganan terhadap Agreement (original) dilakukan mulai tanggal 1 Februari sampai dengan 30 Agustus 2008 di Sekretariat ICO
- Negara anggota diminta untuk menyampaikan instrumen-instrumen berupa Ratification, Acceptance, atau Approval selambat-lambat tanggal 30 September 2008
- Tahapan-tahapan penandatanganan ICA 2007, salah satunya terlebih dahulu harus menyiapkan dan menyampaikan instrumen Full Power yang ditanda-tangani oleh Kepala Pemerintahan atau Menteri Luar Negeri ke Sekretariat ICO.
2. Persiapan implementasi ICA 2007
Executive Director telah menyampaikan laporannya tentang persiapan-persiapan implementasi ICA 2007, antara lain meliputi :
- Persiapan teks asli agreement untuk ditandatangani; verifikasi Full Power dan instrumen-instrumen ratification, acceptance, atau approval yang diterima dari negara anggota; sampai kepada registrasi ICA 2007 ke UN;
- Strategi pengembangan action plan ICA 2007
- TOR pembentukan 4 (empat) lembaga baru, yaitu Consultative Forum on Coffee Sector Finance; Promotion and Market Development Committee; Project Committee; dan Finance and Administration Committee.
- Revisi terhadap Rules of the Organizations
- Pembentukan MoU atau kerjasama dengan organisasi internasional lainnya, seperti : ITC, UNCTAD, WTO, UN – Environment Programme, dan FAO.
Informasi lebih lanjut dapat menghubungi:
Direktorat Jenderal Kerjasama Perdagangan Internasional
Direktorat Kerjasama Multilateral
Jl. M.I. Ridwan Rais No.5 Blok II, Lt.6 Jakarta 10110
Telp. 3840139, 3858171 Pes. 1106
Fax. 3847273
Tanggapan/ pertanyaan / komentar sebagai masukan dapat dikirimkan kepada:
arifrw@depdag.go.id
yanto_kpi@depdag.go.id
herlian_j@depdag.go.id
http://ditjenkpi.depdag.go.id/index.php?module=news_detail&news_category_id=1&news_sub_category_id=0&news_content_id=595&alldate=true
Sidang-sidang ini dihadiri oleh delegasi dari 77 negara anggota, yang terdiri atas 45 negara produsen kopi (exporting countries) dan 32 negara konsumen (importing countries). Delegasi RI dipimpin oleh Deddy Saleh, Direktur Kerjasama Multilateral, Ditjen Kerjasama Perdagangan Internasional, Departemen Perdagangan, dengan anggota terdiri atas wakil/pejabat dari KBRI London dan penasehat dari Asosiasi Eksportir Kopi Indonesia (AEKI).
Agenda utama sidang Council Khusus ini membahas perjanjian kopi baru yaitu International Coffee Agreement (ICA) 2007 sebagai pengganti ICA 2001 yang berakhir pada bulan September 2007. Teks ICA 2007 telah disetujui dalam sidang ke-98 Council pada bulan September 2007 melalui Resolusi 431. Teks final ICA 2007 tersedia dalam 4 bahasa resmi ICO, yaitu Inggris, Perancis, Portugis dan Spanyol. Mengingat bahasa Portugis bukan merupakan bahasa resmi yang diakui UN, sehingga UN tidak bersedia untuk menjadi Depository dari ICA 2007, akhirnya dengan berpedoman pada Konvensi Wina tahun 1969 mengenai Law of Treaties, sidang menyetujui Sekretariat ICO sebagai Depository ICA 2007.
Dengan telah disepakatinya Teks Final ICA 2007, maka dalam sidang council telah dibahas pula mengenai Prosedur keanggotaan dan Persiapan implementasi ICA 2007.
1. Prosedur keanggotaan :
Sesuai pasal 40 dan 43 dari ICA 2007, telah disepakati bahwa prosedur untuk menjadi anggota ICO diatur sebagai berikut :
- Penandatanganan terhadap Agreement (original) dilakukan mulai tanggal 1 Februari sampai dengan 30 Agustus 2008 di Sekretariat ICO
- Negara anggota diminta untuk menyampaikan instrumen-instrumen berupa Ratification, Acceptance, atau Approval selambat-lambat tanggal 30 September 2008
- Tahapan-tahapan penandatanganan ICA 2007, salah satunya terlebih dahulu harus menyiapkan dan menyampaikan instrumen Full Power yang ditanda-tangani oleh Kepala Pemerintahan atau Menteri Luar Negeri ke Sekretariat ICO.
2. Persiapan implementasi ICA 2007
Executive Director telah menyampaikan laporannya tentang persiapan-persiapan implementasi ICA 2007, antara lain meliputi :
- Persiapan teks asli agreement untuk ditandatangani; verifikasi Full Power dan instrumen-instrumen ratification, acceptance, atau approval yang diterima dari negara anggota; sampai kepada registrasi ICA 2007 ke UN;
- Strategi pengembangan action plan ICA 2007
- TOR pembentukan 4 (empat) lembaga baru, yaitu Consultative Forum on Coffee Sector Finance; Promotion and Market Development Committee; Project Committee; dan Finance and Administration Committee.
- Revisi terhadap Rules of the Organizations
- Pembentukan MoU atau kerjasama dengan organisasi internasional lainnya, seperti : ITC, UNCTAD, WTO, UN – Environment Programme, dan FAO.
Informasi lebih lanjut dapat menghubungi:
Direktorat Jenderal Kerjasama Perdagangan Internasional
Direktorat Kerjasama Multilateral
Jl. M.I. Ridwan Rais No.5 Blok II, Lt.6 Jakarta 10110
Telp. 3840139, 3858171 Pes. 1106
Fax. 3847273
Tanggapan/ pertanyaan / komentar sebagai masukan dapat dikirimkan kepada:
arifrw@depdag.go.id
yanto_kpi@depdag.go.id
herlian_j@depdag.go.id
http://ditjenkpi.depdag.go.id/index.php?module=news_detail&news_category_id=1&news_sub_category_id=0&news_content_id=595&alldate=true
Senin, 03 Oktober 2011
Interfood : Brewing Class & Barista Workshop
Apa kelebihan french press dibanding Vietnam Drip ? Berapa suhu seduh kopi yang optimal ? Berapa rasio kopi dan air ? Hubungan body dan acidity dengan alat yang digunakan ? Itu hanya sebagian dari presentasi yang dibawakan oleh Adi W. Taroepratjeka dan Mirza Luqman dalam kegiatan “Brewing Class” pada Interfood, 30 September 2011 di Jakarta Expo Kemayoran. Keeseokan harinya kegiatan dilanjutkan dengan Barista Workshop dengan dua pembicara Irvan Helmi (Anomali Coffee) dan Heri Setiadi (La Tazza cafe). Semua kelas terbuka untuk umum yang sebelumnya telah membayar biaya pendaftaran melalui “Asosiasi Kopi Spesial Indonesia” atau SCAI (Specialty Coffee Association of Indonesia) sebagai pihak penyelenggara.
Walau Adi dalam dalam presentasinya menyebutkan bahwa rasio kopi dan air 10 gram untuk 200 ml, tapi peserta diharapkan bisa mencoba rasio lain yang sesuai dengan seleranya. Adi mendemonstrasikan penggunaan french press yang relatif mudah dan bisa menghasilkan rasa kopi yang optimal dan mengajak peserta mencicipi hasil seduhan dengan alat ini. Gunakan kopi yang digiling medium hingga kasar, biarkan 4 menit setelah diseduh untuk menghasilkan ekstraksi maksimal, lalu tekan plunger-nya untuk memisahkan ampas kopi, lalu sajikan dan nikmati. Demikian tahapan yang dijelaskan Adi untuk penggunaan french press.
French press rekomendasi bagi siapa saja yang ingin rasa kopi maksimal tanpa harus berinvesati alat mahal seperti mesin espresso. Mungkin itu kira-kira benang merah yang disampaikan oleh Adi.
Mirza Luqman menjelaskan penggunan Kalita Wave dengan timbangan digital sebagai cara lain untuk menyeduh kopi. Tapi pada prinsipnya tetap sama, walau pada metode ini perlu diperhatikan turbulensi, yakni saat air pertama kali dituang secara perlahan dengan gerakan memutar dimulai dari tengah terus melingkar ke arah luar.
Ini kegiatan yang menarik cukup banyak menarik peserta yang datang dan secara langsung bisa berinteraksi dengan kedua pembicara. Sehari sebelumnya acara dibuka dengan “Cupping Class” disajikan oleh Resi dari SCAI.
Barista Workshop
Irvan Helmi, Agam Abgari, dan Heri Setiadi menjadi pembicara dalam Barista Workshop pada keesokan harinya. Sebuah penjelasan detail mengenai tahapan-tahapan apa saja yang harus diperhatikan dalam pembuatan espresso. Mengapa espresso ? Karena inilah dasar pembuatan kopi yang harus dikuasai oleh setiap Barista.
Secara lebih detail ketiga pembicara mendemonstrasikan cara pembuatan espresso sejak tahap membersihkan portafilter, dosing, tamping, hingga brewing. Peserta juga diajak untuk melihat proses under dan over extraction (waktu seduh yang terlalu singkat dan lama) yang secara langsung akan berpengaruh terhadap rasa espresso. Masih banyak hal-hal yang mereka sampaikan berkaitan dengan protokol pembuatan espresso dimana para peserta langsung dapat melihat tata kerja yang dilakukan oleh Barista.
Synesso tipe Hydra digunakan dalam acara ini, sebuah mesih espresso high end yang akan digunakan oleh Anomali Coffee disemua outlet mereka sekaligus sebagai distributor mesin ini di Indonesia. Synesso merupakan perusahaan pembuat mesin espresso dari Seattle yang didirikan oleh mantan insinyur dari La Marzocco, dan mengenalkan Hydra di pertengahan tahun 2008 setelah sebelumnya memulai debut dengan model Cyncra di awal berdirinya tahun 2004. Ritual Roaster dan Square Mile adalah contoh kafe dan roaster di dunia menggunakan Synesso sebagai salah satu ikon perusahaan mereka.
Dengan harga 16.800 US$ mesin ini dilengkapi dengan pompa independen untuk masing-masing group head, diklaim sebagai sistem terbaik untuk melakukan pressure profiling atau pengaturan brewing pressure antara 0 hingga 9 bar saat melakukan ekstraksi. Sebagaimana diketahui mesin espresso pada umumnya sudah mengatur tekanan pompa atau brewing pressure di angka 8 hingga 9 bar sebagai sebuah angka ideal untuk ekstraksi. Hydra sebagai salah satu mesin yang dilengkapi dengan pengaturan pressure profiling membuka lebar sebuah kesempatan para Barista yang sangat terlatih untuk mengekplorasi komponen rasa dari setiap kopi dan bereksperimen tanpa batas dengan memaksimalkan fitur profiling mesin ini.
cikopi.com
Walau Adi dalam dalam presentasinya menyebutkan bahwa rasio kopi dan air 10 gram untuk 200 ml, tapi peserta diharapkan bisa mencoba rasio lain yang sesuai dengan seleranya. Adi mendemonstrasikan penggunaan french press yang relatif mudah dan bisa menghasilkan rasa kopi yang optimal dan mengajak peserta mencicipi hasil seduhan dengan alat ini. Gunakan kopi yang digiling medium hingga kasar, biarkan 4 menit setelah diseduh untuk menghasilkan ekstraksi maksimal, lalu tekan plunger-nya untuk memisahkan ampas kopi, lalu sajikan dan nikmati. Demikian tahapan yang dijelaskan Adi untuk penggunaan french press.
French press rekomendasi bagi siapa saja yang ingin rasa kopi maksimal tanpa harus berinvesati alat mahal seperti mesin espresso. Mungkin itu kira-kira benang merah yang disampaikan oleh Adi.
Mirza Luqman menjelaskan penggunan Kalita Wave dengan timbangan digital sebagai cara lain untuk menyeduh kopi. Tapi pada prinsipnya tetap sama, walau pada metode ini perlu diperhatikan turbulensi, yakni saat air pertama kali dituang secara perlahan dengan gerakan memutar dimulai dari tengah terus melingkar ke arah luar.
Ini kegiatan yang menarik cukup banyak menarik peserta yang datang dan secara langsung bisa berinteraksi dengan kedua pembicara. Sehari sebelumnya acara dibuka dengan “Cupping Class” disajikan oleh Resi dari SCAI.
Barista Workshop
Irvan Helmi, Agam Abgari, dan Heri Setiadi menjadi pembicara dalam Barista Workshop pada keesokan harinya. Sebuah penjelasan detail mengenai tahapan-tahapan apa saja yang harus diperhatikan dalam pembuatan espresso. Mengapa espresso ? Karena inilah dasar pembuatan kopi yang harus dikuasai oleh setiap Barista.
Secara lebih detail ketiga pembicara mendemonstrasikan cara pembuatan espresso sejak tahap membersihkan portafilter, dosing, tamping, hingga brewing. Peserta juga diajak untuk melihat proses under dan over extraction (waktu seduh yang terlalu singkat dan lama) yang secara langsung akan berpengaruh terhadap rasa espresso. Masih banyak hal-hal yang mereka sampaikan berkaitan dengan protokol pembuatan espresso dimana para peserta langsung dapat melihat tata kerja yang dilakukan oleh Barista.
Synesso tipe Hydra digunakan dalam acara ini, sebuah mesih espresso high end yang akan digunakan oleh Anomali Coffee disemua outlet mereka sekaligus sebagai distributor mesin ini di Indonesia. Synesso merupakan perusahaan pembuat mesin espresso dari Seattle yang didirikan oleh mantan insinyur dari La Marzocco, dan mengenalkan Hydra di pertengahan tahun 2008 setelah sebelumnya memulai debut dengan model Cyncra di awal berdirinya tahun 2004. Ritual Roaster dan Square Mile adalah contoh kafe dan roaster di dunia menggunakan Synesso sebagai salah satu ikon perusahaan mereka.
Dengan harga 16.800 US$ mesin ini dilengkapi dengan pompa independen untuk masing-masing group head, diklaim sebagai sistem terbaik untuk melakukan pressure profiling atau pengaturan brewing pressure antara 0 hingga 9 bar saat melakukan ekstraksi. Sebagaimana diketahui mesin espresso pada umumnya sudah mengatur tekanan pompa atau brewing pressure di angka 8 hingga 9 bar sebagai sebuah angka ideal untuk ekstraksi. Hydra sebagai salah satu mesin yang dilengkapi dengan pengaturan pressure profiling membuka lebar sebuah kesempatan para Barista yang sangat terlatih untuk mengekplorasi komponen rasa dari setiap kopi dan bereksperimen tanpa batas dengan memaksimalkan fitur profiling mesin ini.
cikopi.com
* * * *
Sabtu, 01 Oktober 2011
Pemilihan Putri Kopi Indonesia 2011: Ikut Promosikan Pariwisata Indonesia
Pemilihan Putri Kopi Indonesia 2011 akan diselenggarakan untuk pertama kalinya di Jakarta pada tanggal 15-18 April 2011, dan grand finalnya akan berlangsung di Hotel Mulia Jakarta pada tanggal 18 April 2011. Ajang ini akan diikuti empat belas (14) provinsi dari seluruh Indonesia dimana masing-masing provinsi akan diwakili dua (2) orang finalis. Acara tersebut terselenggara atas kerja sama Yayasan Indonesia Kebanggaanku dengan Direktorat Jenderal Pemasaran, Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata (Kemenbudpar).
Empat belas (14) provinsi yang berpartisipasi tersebut adalah Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Lampung, DKI Jakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur, DI Yogyakarta, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Selatan, dan Papua. Finalis terpilih sebagai Putri Kopi Indonesia 2011 nantinya akan mewakili Indonesia mengikuti ajang pemilihan Putri Kopi Dunia atau World Queen of Coffee sebagai acara tahunan di Kolombia, Amerika Selatan. Ajang tingkat internasional akan berlangsung di Kolombia pada November 2011. Sementara untuk tingkat nasional akan diadakan April 2011.
Indonesia merupakan salah satu produsen kopi terbesar di dunia atau keempat terbesar setelah Brazil, Vietnam, dan Kolombia. Indonesia memiliki keunggulan berbagai produk kopi arabika dan robusta yang berkualitas tinggi. Selain itu juga ada kopi luwak Indonesia yang dikenal sebagai kopi eksotis termahal dan sangat digemari. Melalui promosi dan kerjasama secara langsung dengan negara-negara konsumen kopi diharapkan Indonesia dapat menjadi negara produsen kopi terbesar di dunia.
Pemilihan Putri Kopi Indonesia 2011 juga nantinya diarahkan menjadi sarana mempromosikan aneka produk kopi unggulan Indonesia serta daya tarik pariwisata Indonesia ke seluruh dunia saat pemilihan World Queen of Coffee yang berlangsung setiap tahun di Kolombia. Selain itu untuk membangun kesadaran publik, melalui kopi Indonesia dapat mempromosikan dirinya ke mancanegara serta mendorong perkembangan industri kopi dalam negeri.
Di Indonesia terdapat 12 daerah yang merupakan penghasil kopi dan bahkan diekspor ke mancanegara. Dua belas (12) daerah tersebut secara ekonomi dipengaruhi oleh kopi, yang salah satunya adalah Aceh dimana kini banyak warung kopi tersebar di Banda Aceh dan di kota lainnya, seperti Lhokseumawe dan Takengon. Bahkan banyak yang menyebut Aceh sebagai Negeri Seribu Warung Kopi, sebuah identitas yang bisa digunakan untuk menggerakkan pariwisata. Kebiasaan minum kopi di Banda Aceh dan sekitarnya sudah mengakar di kalangan masyarakat terutama dari fakta sejarah mengenai komunikasi yang intens antara Kesultanan Aceh dan Kesultanan Ottoman di Turki. Warung kopi tradisional di Aceh membuat minuman kopi yang direbus lalu menggunakan saringan saat hendak disajikan. Fasilitasnya tak lebih dari meja dan kursi. Warung kopi tradisional digolongkan sebagai generasi pertama. Generasi kedua adalah warung kopi yang dikembangkan dengan waralaba. Generasi ketiga adalah warung kopi yang memberi fasilitas tak hanya minuman dan makanan, tetapi juga musik, televisi satelit, dan akses internet.
Selain di Aceh, Sungai Musi di Kota Palembang tepatnya di bawah Jembatan Ampera terdapat warung kopi terapung di atas sungai. Disebut warung kopi terapung karena penjualan makanan khas Palembang itu dilakukan di atas perahu motor. Ada juga sebuah ketek, atau sejenis sampan kecil, tertambat di samping sebagai ruang duduk tambahan. Warung kopi terapung itu tak sekadar tempat singgah, tetapi juga ruang bertemu dan berinteraksi masyarakat Palembang. Pengunjungnya beragam dari anak sekolah, ibu-ibu, serta karyawan swasta yang tengah menunggu perahu untuk pulang ke rumahnya. Mereka berbaur di satu meja sehingga suasana terasa akrab.
Kopi Indonesia
Keberadaan kopi di Indonesia memiliki sejarah panjang dan berperan dalam pertumbuhan ekonomi masyarakat tertentu. Indonesia memiliki alam yang cocok untuk tanaman kopi dan produksi kopi. Di Indonesia umumnya dikenal 2 kopi saja yaitu kopi tubruk dan kopi instan atau disebut juga kopi arabica dan kopi robusta. Kopi secara umum ada 4 jenis, yaitu kopi arabica (coffea arabica), kopi robusta (coffea canephora), kopi liberica (coffea liberica) dan kopi excelso (coffea dewevrei).
Kopi yang beredar di dunia saat ini secara umum terbagi menjadi 70% arabica dan 30% robusta dimana Indonesia merupakan penghasil kopi arabica terbaik di dunia, meskipun bukan penghasil kopi arabica terbesar di dunia. Kopi arabica ada 2 jenis, yaitu commercial arabica dan specialty arabica. Commercial arabica mendominasi pasaran kopi sekitar 63% terutama dihasilkan di Kolombia dan Brazil. Sementara specialty arabica hanya 7% dimana dari 7 macamnya, 6 di antaranya dihasilkan di Indonesia dan hanya 1 dihasilkan oleh Jamaica yang sangat terkenal dengan nama Blue Mountain. Enam jenis kopi arabica yang dihasilkan di Indonesia adalah: kopi gayo di Aceh, kopi mandheling di Sumatera Utara, kopi java di Jawa Timur, kopi kintamani di Bali, kopi toraja di Sulawesi dan kopi mangkuraja dari Bengkulu. Ada juga kopi dari Papua yang dikenal amungme gold arabica.
Kopi jawa merupakan salah satu yang terkenal dan terbaik adalah kopi java jampit dari Jember, Jawa Timur. Kopi ini diproses dengan cara digosongkan dan setelah diseduh air panas akan tercium sedikit aroma cabe. Di luar negeri kopi ini terkenal dan masih menjadi sebutan nama segala jenis kopi dari Indonesia yang beredar di Amerika. Ada juga kopi bali, merupakan pencampuran dua kopi robusta dan arabica yang ditanam di Desa Banyuatis hasilnya memiliki rasa dan aroma yang khas berkualitas tinggi dan sebagian besar di ekspor ke Amerika Serikat dan Eropa. Kopi toraja, kopi ini juga mempunyai aroma daun yang khas, banyak yang memilih meminumnya tanpa campuran apapun, termasuk gula. Salah satu jenis kopi Toraja yang paling terkenal adalah jenis Toraja Kalosi yang banyak di ekspor ke Jepang. Kopi aceh, kopi ini sekilas mirip cappuccino encer. Ada juga kopi tarik yang cara penyajiannya sama dengan cara di India atau kopi telur yang mencampurkan sebutir telur mentah pada secangkir kopi. Sementara di Papua ada dua jenis kopi yaitu arabica dan bica, yang utama adalah amungme gold arabica coffee yang berasal dari Gunung Nemangkawi dengan warna cokelat tanah dan rasanya asam.
Kopi Indonesia yang terkenal sekarang ini adalah kopi luwak. Kopi luwak merupakan kopi paling ekotis di dunia dan produsen kopi luwak yang paling besar dan berkualitas adalah Indonesia dan Filipina. Kopi luwak dihasilkan dengan peran binatang sejenis musang yaitu luwak (paradoxurus) yang memakan daging dari buah kopi yang betul-betul matang dari pohon lalu mengeluarkan biji kopi bersamaan dengan kotorannya yang tersebar di seluruh perkebunan kopi di pegunungan. Biji kopi yang tidak tercerna akan ikut keluar bersama kotoran hewan tersebut dimana sudah mengalami proses alami di pencernaan luwak yang setara dengan fermentasi dan pemanggangan khusus kelas tinggi. Biji dari kotoran Luwak ini lalu dikumpulkan, dicuci bersih, dijemur hingga kering, kemudian dipanggang dan digiling. Rasanya sangat unik dan membuat ketagihan. Harganya pun sangat mahal dimana per kilogram kopi ini sekitar 2 juta rupiah tergantung kualitas. Kopi luwak seberat 113 gram kadang harganya bisa mencapai 1 juta rupiah.
Ada lagi 1 jenis kopi dari Indonesia yang berkualitas yaitu kopi liberica. Kopi ini dianggap kopi terbaik dari segala kopi di dunia. Sayangnya kopi liberica sangat jarang beredar dimana tanaman kopinya sendiri adalah tanaman hutan yang terdapat di pedalaman Kalimantan dan sudah berabad lamanya menjadi minuman tradisional suku Dayak. Pohon liberica tingginya bisa mencapai 30 meter dan bijinya merupakan biji kopi dengan ukuran terbesar di dunia.
Sumber:
http://www.antaranews.com/berita/248892/promosikan-pariwisata-lewat-pemilih-putri-kopi-indonesia,
Disarikan juga dari berbagai sumber.
Empat belas (14) provinsi yang berpartisipasi tersebut adalah Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Lampung, DKI Jakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur, DI Yogyakarta, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Selatan, dan Papua. Finalis terpilih sebagai Putri Kopi Indonesia 2011 nantinya akan mewakili Indonesia mengikuti ajang pemilihan Putri Kopi Dunia atau World Queen of Coffee sebagai acara tahunan di Kolombia, Amerika Selatan. Ajang tingkat internasional akan berlangsung di Kolombia pada November 2011. Sementara untuk tingkat nasional akan diadakan April 2011.
Indonesia merupakan salah satu produsen kopi terbesar di dunia atau keempat terbesar setelah Brazil, Vietnam, dan Kolombia. Indonesia memiliki keunggulan berbagai produk kopi arabika dan robusta yang berkualitas tinggi. Selain itu juga ada kopi luwak Indonesia yang dikenal sebagai kopi eksotis termahal dan sangat digemari. Melalui promosi dan kerjasama secara langsung dengan negara-negara konsumen kopi diharapkan Indonesia dapat menjadi negara produsen kopi terbesar di dunia.
Pemilihan Putri Kopi Indonesia 2011 juga nantinya diarahkan menjadi sarana mempromosikan aneka produk kopi unggulan Indonesia serta daya tarik pariwisata Indonesia ke seluruh dunia saat pemilihan World Queen of Coffee yang berlangsung setiap tahun di Kolombia. Selain itu untuk membangun kesadaran publik, melalui kopi Indonesia dapat mempromosikan dirinya ke mancanegara serta mendorong perkembangan industri kopi dalam negeri.
Di Indonesia terdapat 12 daerah yang merupakan penghasil kopi dan bahkan diekspor ke mancanegara. Dua belas (12) daerah tersebut secara ekonomi dipengaruhi oleh kopi, yang salah satunya adalah Aceh dimana kini banyak warung kopi tersebar di Banda Aceh dan di kota lainnya, seperti Lhokseumawe dan Takengon. Bahkan banyak yang menyebut Aceh sebagai Negeri Seribu Warung Kopi, sebuah identitas yang bisa digunakan untuk menggerakkan pariwisata. Kebiasaan minum kopi di Banda Aceh dan sekitarnya sudah mengakar di kalangan masyarakat terutama dari fakta sejarah mengenai komunikasi yang intens antara Kesultanan Aceh dan Kesultanan Ottoman di Turki. Warung kopi tradisional di Aceh membuat minuman kopi yang direbus lalu menggunakan saringan saat hendak disajikan. Fasilitasnya tak lebih dari meja dan kursi. Warung kopi tradisional digolongkan sebagai generasi pertama. Generasi kedua adalah warung kopi yang dikembangkan dengan waralaba. Generasi ketiga adalah warung kopi yang memberi fasilitas tak hanya minuman dan makanan, tetapi juga musik, televisi satelit, dan akses internet.
Selain di Aceh, Sungai Musi di Kota Palembang tepatnya di bawah Jembatan Ampera terdapat warung kopi terapung di atas sungai. Disebut warung kopi terapung karena penjualan makanan khas Palembang itu dilakukan di atas perahu motor. Ada juga sebuah ketek, atau sejenis sampan kecil, tertambat di samping sebagai ruang duduk tambahan. Warung kopi terapung itu tak sekadar tempat singgah, tetapi juga ruang bertemu dan berinteraksi masyarakat Palembang. Pengunjungnya beragam dari anak sekolah, ibu-ibu, serta karyawan swasta yang tengah menunggu perahu untuk pulang ke rumahnya. Mereka berbaur di satu meja sehingga suasana terasa akrab.
Kopi Indonesia
Keberadaan kopi di Indonesia memiliki sejarah panjang dan berperan dalam pertumbuhan ekonomi masyarakat tertentu. Indonesia memiliki alam yang cocok untuk tanaman kopi dan produksi kopi. Di Indonesia umumnya dikenal 2 kopi saja yaitu kopi tubruk dan kopi instan atau disebut juga kopi arabica dan kopi robusta. Kopi secara umum ada 4 jenis, yaitu kopi arabica (coffea arabica), kopi robusta (coffea canephora), kopi liberica (coffea liberica) dan kopi excelso (coffea dewevrei).
Kopi yang beredar di dunia saat ini secara umum terbagi menjadi 70% arabica dan 30% robusta dimana Indonesia merupakan penghasil kopi arabica terbaik di dunia, meskipun bukan penghasil kopi arabica terbesar di dunia. Kopi arabica ada 2 jenis, yaitu commercial arabica dan specialty arabica. Commercial arabica mendominasi pasaran kopi sekitar 63% terutama dihasilkan di Kolombia dan Brazil. Sementara specialty arabica hanya 7% dimana dari 7 macamnya, 6 di antaranya dihasilkan di Indonesia dan hanya 1 dihasilkan oleh Jamaica yang sangat terkenal dengan nama Blue Mountain. Enam jenis kopi arabica yang dihasilkan di Indonesia adalah: kopi gayo di Aceh, kopi mandheling di Sumatera Utara, kopi java di Jawa Timur, kopi kintamani di Bali, kopi toraja di Sulawesi dan kopi mangkuraja dari Bengkulu. Ada juga kopi dari Papua yang dikenal amungme gold arabica.
Kopi jawa merupakan salah satu yang terkenal dan terbaik adalah kopi java jampit dari Jember, Jawa Timur. Kopi ini diproses dengan cara digosongkan dan setelah diseduh air panas akan tercium sedikit aroma cabe. Di luar negeri kopi ini terkenal dan masih menjadi sebutan nama segala jenis kopi dari Indonesia yang beredar di Amerika. Ada juga kopi bali, merupakan pencampuran dua kopi robusta dan arabica yang ditanam di Desa Banyuatis hasilnya memiliki rasa dan aroma yang khas berkualitas tinggi dan sebagian besar di ekspor ke Amerika Serikat dan Eropa. Kopi toraja, kopi ini juga mempunyai aroma daun yang khas, banyak yang memilih meminumnya tanpa campuran apapun, termasuk gula. Salah satu jenis kopi Toraja yang paling terkenal adalah jenis Toraja Kalosi yang banyak di ekspor ke Jepang. Kopi aceh, kopi ini sekilas mirip cappuccino encer. Ada juga kopi tarik yang cara penyajiannya sama dengan cara di India atau kopi telur yang mencampurkan sebutir telur mentah pada secangkir kopi. Sementara di Papua ada dua jenis kopi yaitu arabica dan bica, yang utama adalah amungme gold arabica coffee yang berasal dari Gunung Nemangkawi dengan warna cokelat tanah dan rasanya asam.
Kopi Indonesia yang terkenal sekarang ini adalah kopi luwak. Kopi luwak merupakan kopi paling ekotis di dunia dan produsen kopi luwak yang paling besar dan berkualitas adalah Indonesia dan Filipina. Kopi luwak dihasilkan dengan peran binatang sejenis musang yaitu luwak (paradoxurus) yang memakan daging dari buah kopi yang betul-betul matang dari pohon lalu mengeluarkan biji kopi bersamaan dengan kotorannya yang tersebar di seluruh perkebunan kopi di pegunungan. Biji kopi yang tidak tercerna akan ikut keluar bersama kotoran hewan tersebut dimana sudah mengalami proses alami di pencernaan luwak yang setara dengan fermentasi dan pemanggangan khusus kelas tinggi. Biji dari kotoran Luwak ini lalu dikumpulkan, dicuci bersih, dijemur hingga kering, kemudian dipanggang dan digiling. Rasanya sangat unik dan membuat ketagihan. Harganya pun sangat mahal dimana per kilogram kopi ini sekitar 2 juta rupiah tergantung kualitas. Kopi luwak seberat 113 gram kadang harganya bisa mencapai 1 juta rupiah.
Ada lagi 1 jenis kopi dari Indonesia yang berkualitas yaitu kopi liberica. Kopi ini dianggap kopi terbaik dari segala kopi di dunia. Sayangnya kopi liberica sangat jarang beredar dimana tanaman kopinya sendiri adalah tanaman hutan yang terdapat di pedalaman Kalimantan dan sudah berabad lamanya menjadi minuman tradisional suku Dayak. Pohon liberica tingginya bisa mencapai 30 meter dan bijinya merupakan biji kopi dengan ukuran terbesar di dunia.
Sumber:
http://www.antaranews.com/berita/248892/promosikan-pariwisata-lewat-pemilih-putri-kopi-indonesia,
Disarikan juga dari berbagai sumber.
Langganan:
Postingan (Atom)