Senin, 25 Maret 2013

Indikasi Geografis

Masyarakat dan perusahaan sering ingin menggunakan nama geografis untuk menunjukkan asal dari barang atau jasa yang mereka tawarkan kepada masyarakat, misalkan Kopi Toraja, Bika Ambon dll. Lalu apakah indikasi geografis itu ? Indikasi geografis adalah suatu tanda yang menunjukkan daerah asal barang yang dikaitkan dengan kualitas, reputasi atau karakteristik lain yang sesuai dengan asal geografis barang tersebut. Agar dapat dilindungi oleh undang-undang, indikasi geografis harus didaftarkan terlebih dahulu di kator Hak Kekayaan Intelektual (HKI) Indonesia (Hak Kekayaan Intelektual Suatu Pengantar, Lindsey T dkk, 2006).
Sedangkan pengertian Indikasi Geografis menurut UU No 15 tahun 2001 tentang Merek pasal 56 :
  1. : ” Indikasi geografis dilindungi sebagai suatu tanda yang menunjukkan daerah asal suatu barang, yang karena faktor lingkungan geografis termasuk faktor alam, faktor manusia, atau kombinasi dari kedua faktor tersebut, memberikan ciri dan kualitas tertentu pada barang yang dihasilkan“.

  2. Indikasi Geografis mendapatkan perlindungan setelah terdaftar atas dasar permohonan yang diajukan oleh :
    a. Lembaga yang mewakili masyarakat di daerah yang memproduksi barang yang bersangkutan, yang terdiri atas :
    1) Pihak yang mengusahakan barang yang merupakan hasil alam atau kekayaan alam.
    2) Produsen barang hasil pertanian
    3) Pembuat barang-barang kerajinan tangan atau hasil indrustri ; atau
    4) Pedagang yang menjual barang tersebut
b. Lembaga yang diberikan kewenangan untuk itu ; atau
c. Kelompok konsumen barang tersebut.

Perlindungan Indikasi Geografis di Indonesia
Indikasi Geografis (IG) di Indonesia  memuat perlindungan masyarakat dan tertuang dalam undang-undang hak eksklusif perlindungan IG terhadap suatu produk kepada masyarakat, bukan kepada individu atau perusahaan tertentu. Secara nasional perlindungan IG diatur dalam UU No.15 tahun 2001, dan setelah mengalami beberapa perubahan dan penyempurnaan maka pada tanggal 4 September 2007 keluarlah  PP No.51 2007, tentang perlindungan indikasi geografis (Dr. Surip Mawardi).
Beberapa contoh Indikasi Geografis dari Indonesia :
  1. Bika Ambon

  2. Kopi Jawa

  3. Kopi Toraja

  4. Kopi Arabika Kintamani

  5. Wajit Cililin, dll
Masih banyak lagi kekayaan Indikasi Geografis yang harus di daftarkan, karena tersebar luas di seluruh Indonesia. Oleh karena itu, peran pemerintah daerah untuk menginventarisasi dan membantu dalam mendaftarkan kekayaan Indikasi Geografis yang dimilikinya penting untuk dilakukan.
    Jika kita perhatikan, Indonesia sangat kaya akan kekayaan alam berupa hasil-hasil pertanian, barang-barang kerajinan tangan dan hasil indrustrinya, sangat banyak sekali potensi Indikasi Geografis yang perlu segera di daftarkan ke kantor Hak Kekayaan Intelektual (HKI) Indonesia. Seperti salah satunya adalah Kopi Arabika Kintamani Bali, Kopi Arabika Kintamani Bali adalah Indikasi Geografis yang pertama yang didaftarkan di Indonesia oleh pemohon dari Masyarakat Perlindungan Indikasi-Geografis Kopi Arabika Kintamani Bali (MPIG) pada tanggal 18 September 2007 dan pada seminar Nasional tentang Perlindungan Indikasi Geografis yang dilaksanakan di Hotel Mercure Resort Sanur Bali, telah dilakukan penyerahan sertifikat Indikasi Geografis oleh Asisten I Gubernur Bali, Patra S.H kepada perwakilan Masyarakat Perlindungan Indikasi-Geografis Kopi Arabika Kintamani Bali (MPIG) (Media HKI, Vol. VI/No. 1/Februari 2009). Selain itu, menurut staf khusus Dirjen Perkebunan Departemen Pertanian Riyaldi, Ada kemungkinan sertifikasi indikasi geografis akan diikuti yang lainnya. “Apa yang telah diterima oleh komunitas kopi Arabika Kintamani Bali akan diikuti oleh beberapa produk dari Jepara, Jawa Tengah dan sudah ada 5 produk dari Jepara yang telah siap mendapat sertifikasi indikasi geografis,” kata Riyaldi.
    “Kelimanya diajukan oleh komunitas Anak Muda Peduli Jepara (Ampera), dan kelima produk tersebut adalah susu kambing Kali Jesing, ukiran Jepara, kerupuk Tenggiri, kacang Open, serta blenyek ngemplak Jepara (sejenis ikan laut yang dikeringkan),” tambah Riyaldi (hukumham.info, Kamis, 04 Desember 2008).
Lalu bagaimanakah tahapan pendaftaran Indikasi Geografis (IG) ?
Adapun prosedur pendaftaran Indikasi Geografis (IG) adalah :
Pemohon mengajukan permohonan ke Direktorat Merek Direktorat Jendral Hak Kekayaan Intelektual (HKI) yang kemudian akan dilakukan pemeriksaan formalitas (14 hari) - dilakukan pemeriksaan substantif (2 tahun)-Disetujui didaftar (10 hari) - Pengumuman (3 bulan)- jika tidak ada oposisi- Indikasi-Geografis terdaftar- Daftar umum Indikasi Geografis (Media HKI, Vol. VI/No. 1/Februari 2009).
    Mengapa Indikasi Geografis itu penting ?
Adapun perlindungan Indikasi Geografis bertujuan sebagai perlindungan terhadap produk, mutu dari produk, nilai tambah dari suatu produk dan juga sebagai pengembangan pedesaan. (Dr. Surip Mawardi). Karena Indikasi Geografis (IG) merupakan salah satu komponen Hak Kekayaan Intelektual (HKI) yang penting dalam kegiatan perdagangan, khususnya memberikan perlindungan terhadap komoditas perdagangan yang terkait erat dengan nama daerah atau tempat asal produk barang. Maka bisa di bayangkan betapa besar nilai ekonomi kekayaan Indikasi Geografis ini, misalkan dari satu contoh produk indikasi geografis Kopi Arabika Kintamani, tentu sangat besar sekali potensi ekonominya bagi komunitas masyarakat Kintamani Bali. Secara tidak langsung, pendaftaran Indikasi Geografis akan memacu pertumbuhan ekonomi pedesaan sebagaimana pendapat Dr. Surip Mawardi, Ketua Tim Ahli Indikasi Geografis (TAIG) Indonesia. Menurut Dr. Surip Mawardi, dengan adanya produk IG, dengan sendirinya reputasi  suatu kawasan IG akan ikut terangkat, di sisi lain IG juga dapat melestarikan keindahan alam, pengetahuan tradisional, serta sumberdaya hayati,  dan ini akan berdampak pada pengembangan agrowisata, dengan IG juga akan merangsang timbulnya kegiatan-kegiatan lain yang terkait seperti pengolahan lanjutan suatu produk. Semua kegiatan ekonomi akibat adanya IG tersebut, secara otomatis ikut mengangkat perekonomian kawasan perlindungan IG itu sendiri. Oleh karena itu, penulis mengajak kepada seluruh pemerintahan daerah, komunitas-komunitas yang ada di daerah di Indonesia agar mendaftarkan Kekayaan Indikasi Geografis (IG) daerahnya seperti halnya yang telah dilakukan Bali dengan Kopi Arabika Kintamaninya. Kegiatan mengindikasi geografis produk unggulan di setiap wilayah di Indonesia sangat penting untuk dilakukan karena menurut Andy N. Sommeng Direktur Jendral Hak Kekayaan Intelektual (HKI) “Produk-produk unggulan di Indonesia sangat banyak, jadi sayang kalau tak mendapat pengaturan geografis ka

Penyerahan Sertifikat Indikasi Geografis (IG) Kopi Arabika Kalosi Kab.Enrekang Makasar

http://www.kemenkumham.go.id/berita/headline/1824-penyerahan-sertifikat-indikasi-geografis-ig-kopi-arabika-kalosi-kab-enrekang-makasar

“Dengan diserahkannya Kopi Arabika Kalosi Enrekang kabupaten Enrekang mempunyai perlindungan hukum atas pemakaian nama Kalosi Enrekang untuk barang kopi”

Makasar – Indonesia telah lama dikenal dengan negara yang mempunyai kekayaan alam dam produk-produk alam (pertanian) telah dikenal di dunia internasional. Dari keanekaragaman faktor geografis dan sosial budaya dihasilkan produk-produk yang unik dan berkualitas tinggi, seperti produk hasil pertanian, produk olahan hasil laut dan produk hasil kerajinan tangan. Kopi arabika Kalosi sudah terkenal sejak abad ke 17 dan terkait dengan sejarah kerajaan Enrekang sejak dahulu sebagai kopi terbaik di dunia yang dikenal dengan nama Kopi Kalosi DP. Kopi ini hanya dihasilkan di daerah tertentu yaitu di dataran tinggi Enrekang. Karakteristik produk Kopi Arabika Kalosi mempunyai mutu yang bagus, cita rasa kopi enak, rasa manis (sweetness), floral dan fragrances sangat kuat.

Pada hari selasa (19/2) Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan HAM RI menyerahkan sertifikat Indikasi Geografis Kopi Arabika Kalosi bertepatan dengan HUT Enrekang ke 19 di Pasar Cake Kabupaten Enrekang yang diserahkan oleh Direktur Jenderal Hak Kekayaan Intelektual, Ahmad M.Ramli kepada Bupati Enrekang, Ir. H. La Tinro La Tunrung acara tersebut juga meresmikan Pasar Cake Kabupaten Enrekang oleh Menteri Perdagangan, Gita Wirjawan. “momentum penyerahan sertifikat IG Kopi arabika Kalosi diharapkan juga dapat meningkatkan pemahaman IG pada khususnya dan HKI pada umumnya. Dengan diserahkannya Kopi Arabika Kalosi Enrekang berarti kabupaten Enrekang mempunyai perlindungan hukum atas pemakaian nama Kalosi Enrekang untuk barang kopi”, tutur Ahmad M.Ramli

Dengan diberikannya sertifikat Indikasi Geografis kepada Kopi Arabika Kalosi Enrekang diharapkan akan berdampak pada perkembangan dan peningkatan perekonomian daerah di Enrekang serta memacu daerah lain di Indonesia yang memiliki potensi Indikasi Geografis untuk melindungi Hak Kekayaan Intelektualnya.
(Humas DJHKI – Februari 2013)

Minggu, 10 Maret 2013

Sekilas dan Kondisi Umum Daerah Jawa Barat

Sekilas Jawa Barat (Jawa Barat at glance) 
a. Profil Jawa Barat
Provinsi Jawa Barat secara geografis terletak di antara 5°50' - 7°50' LS dan 104°48' - 104°48 BT. Luas wilayah Provinsi Jawa Barat Barat pada tahun 2008 adalah 34.816,96 Km2, terdiri atas 16 kabupaten dan 9 kota. Secara administrasi batas-batas Provinsi Jawa Barat adalah sebagai berikut :
  • Utara    :  Laut Jawa
  • Timur    :  Jawa Tengah
  • Selatan :  Samudra Hindia
  • Barat     :  DKI Jakarta dan Provinsi Banten
Sebagian besar wilayah kabupaten/kota di Jawa Barat berbatasan dengan laut, sehingga Wilayah Jawa Barat memiliki garis pantai cukup panjang, yaitu 755,83 Km.

Jawa Barat memiliki iklim tropis, selama ini  suhu terendah tercatat 9o C yaitu di Puncak Gunung Pangrango dan suhu tertinggi tercatat 34oC di daerah pantai utara. Tetapi pada bulan Oktober 2008 yang baru saja berlalu, suhu di Jawa Barat sempat mencapai 35 oCelcius selama 3 – 4 pekan lamanya yang hampir merata dialami oleh seluruh daerah di Jawa Barat. Curah hujan rata-rata tahunan di Jawa Barat mencapai 2.000 mm/tahun, namun di beberapa daerah pegunungan bisa mencapai 3.000 - 5.000 mm/tahun.

Proses geologi yang terjadi jutaan tahun lalu menyebabkan Provinsi Jawa Barat – dengan  luas 3,7 juta  hektar-  terbagi menjadi  sekitar 60 % daerah bergunung dengan ketinggian antara 500–3.079 meter dpl dan  40 %  daerah dataran yang memiliki variasi tinggi antara 0–500 meter dari permukaan laut . Wilayah pegunungan umumnya menempati bagian tengah dan selatan Jawa Barat. Pada bagian tengah dapat ditemukan gunung-gunung berapi aktif seperti Gunung. Salak  (2.211 m), Gede-Pangrango (3.019 m) , Ciremai (3.078 m) dan Tangkuban Perahu (2.076) berpadu dengan deretan pegunungan yang sudah tidak aktif seperti Gunung Halimun (1.744 m), Gn. Ciparabakti (1.525 m) dan Gn. Cakrabuana (1.721 m). Demikian pula halnya di wilayah selatan, gunung-gunung berapi masih umum dijumpai seperti Gunung Galunggung (2.168 m), Papandayan (2.622 m), dan Guntur (2.249 m); bersama deretan pegunungan yang sudah tidak aktif seperti pegunungan selatan Jawa. Keadaan sebaliknya dijumpai di wilayah utara Jawa Barat yang merupakan daerah dataran sedang hingga  rendah  dengan didominasi oleh dataran aluvial. Daerah daratan Jawa Barat dapat dikelompokkan menjadi beberapa karakter sebagai berikut:
  • daerah pegunungan curam di bagian selatan dengan ketinggian > 1.500 m dpl,
  • daerah lereng bukit landai di bagian tengah dengan ketinggian 100-1.500 m dpl.
  • daerah dataran rendah yang luas di bagian utara dengan ketinggian 0-10 m dpl.

Secara geologis daratan Jawa Barat merupakan bagian dari busur kepulauan gunung api (aktif dan tidak aktif) yang membentang dari ujung utara Pulau Sumatera hingga ujung utara Pulau Sulawesi.
 
Menurut Balai Dinas Pengelolaan Air Provinsi Jawa Barat, di Jawa Barat terdapat 40 sungai yang berarti ada 40 Daerah Aliran Sungai (DAS), sebagaimana ditampilkan pada gambar berikut. DAS-DAS tersebut dikelompokkan lagi menjadi beberapa kelompok DAS. Kelompok yang memiliki area terluas adalah DAS Citarum disusul kemudian oleh Kelompok DAS Cisadane-Cimandiri.
 
 Aspek iklim menunjukkan Jawa Barat merupakan daerah hampir selalu basah dengan curah hujan berkisar antara 1.000 - 6.000 mm, dengan pengecualian untuk daerah pesisir yang berubah menjadi kering pada musim kemarau. Pada daerah selatan dan tengah, intensitas hujan lebih tinggi dibandingkan dengan daerah utara (gambar 2.4). Sementara untuk Daerah Aliran Sungai (DAS), bagian utara menjadi muara bagi beberapa sungai besar seperti Citarum, Cimanuk, Ciliwung dan Cisadane. Sedangkan di selatan terdapat lebih sedikit sungai besar yang mengalir ke arah Samudra Hindia, yaitu Citanduy dan Cimandiri. Keadaan berbeda juga ditemukan pada perairan laut yang membatasi Jawa Barat. Daerah utara berbatasan dengan Laut Jawa dengan perairan dangkal sementara di selatan bersebelahan dengan Samudra Hindia  yang memiliki perairan dalam.