Jumat, 16 Mei 2014

Undang-undang Pangan

Regulation (EC) 178/2002, yang umumnya disebut sebagai Undang-undang Pangan Uni Eropa, menjelaskan prinsip umum tata kelola pangan dan pakan, khususnya terkait keamanan pangan dan pakan, serta menetapkan prosedur untuk hal-hal yang memiliki dampak langsung atau tidak langsung terhadap keamanan pangan dan pakan. Undang-undang Pangan didukung oleh kerangka kerja hukum teknis yang berisi persyaratan bagi Pelaku Usaha Pangan mengenai kebersihan (Regulations (EC) 852/2004 dan 853/2004) serta persyaratan bagi Otoritas Berwenang (Competent Authorities) yang bertanggung jawab atas fungsi kontrol pemerintah (Regulations (EC) 882/2004 dan 854/2004). Regulation (EC) 178/2002 menetapkan bahwa semua pangan yang diimpor harus memenuhi kriteria yang sama dengan produk yang diproduksi di Negara Anggota. Hal ini berarti bahwa Pelaku Usaha Pangan (produsen) serta Otoritas yang bertanggung jawab untuk kontrol di negara di luar Uni Eropa harus mematuhi persyaratan undang-undang pangan UE yang relevan terhadap produk yang diekspor.

Peraturan fundamental UE terkait dengan keamanan pangan ditetapkan oleh Regulation (EC) 178/2002 yang menetapkan prinsip umum dan persyaratan undang-undang pangan, mendirikan Otoritas Keamanan Pangan Eropa dan menetapkan prosedur untuk keamanan pangan. Peraturan tersebut menjelaskan dasar dari "Undang-undang Pangan" serta menjabarkan prinsip-prinsip sebagai berikut:

1. Undang-undang pangan ditujukan untuk melindungi kesehatan manusia dan kepentingan konsumen
2. Undang-undang tersebut berlaku untuk pangan dan pakan
3. Undang-undang tersebut berlaku atas seluruh tahapan produksi pangan (disebut sebagai pendekatan “Farm to Fork”)
4. Pangan dan pakan yang diimpor ke Uni Eropa harus diproduksi dalam kondisi peraturan yang setara dengan produksi di dalam Uni Eropa
5. Pangan dan pakan tidak boleh dimasukkan ke dalam pasar jika produk tersebut tidak aman (misalnya, berbahaya untuk kesehatan atau tidak sesuai untuk konsumsi manusia)
6. Pangan dan pakan tidak boleh ditampilkan dengan cara yang menyesatkan konsumen (persyaratan pelabelan)
7. Pelaku Usaha Pangan bertanggung jawab untuk memastikan bahwa persyaratan Undang-undang Pangan ini dipenuhi serta bertanggung jawab untuk melakukan verifikasi terhadap kepatuhan terhadap Undang-undang pangan
8. Negara Anggota harus memberlakukan Undang-undang Pangan serta memantau dan melakukan verifikasi bahwa persyaratan tersebut telah dipenuhi oleh Pelaku Usaha pangan/pakan melalui suatu sistem kontrol pangan dan pemantauan pasar.
9. Suatu sistem sangsi telah dibuat
10. Sistem pelacakan untuk pangan, pakan, hewan yang memproduksi pangan dan semua bahan lain yang dimasukkan ke dalam suatu produk pangan atau pakan harus diberlakukan pada tiap tahapan proses produksi, pengolahan dan distribusi; pelabelan harus digunakan untuk mempermudah pelacakan (traceability)
11. Dalam situasi ketika pangan atau pakan menimbulkan suatu risiko pada konsumen, produk tersebut harus ditarik dari pasar dan Otoritas Berwenang (CA) harus diinformasikan
12. Pendirian Otoritas Keamanan Pangan Eropa (European Food Safety Authority) telah diusulkan
13. Suatu Sistem Peringatan Cepat untuk Pangan dan Pakan (Rapid Alert System for Food and Feed - RASFF) telah diusulkan

Sejumlah tindakan telah diambil sebagai konsekuensi dari prinsip-prinsip yang ditetapkan dalam Undang-undang Pangan tersebut:

1. Pendirian Food and Veterinary Office (FVO) dari EU Commission; bagian dari tanggung jawabnya adalah memastikan kesetaraan (equivalency) bagi para eksportir Negara Ketiga dalam Uni Eropa
2. Pengesahan Regulation (EC) 852/2004 yang menetapkan prinsip umum mengenai kebersihan seluruh produksi pangan
3. Pengesahan Regulation (EC) 853/2004 yang menetapkan standar kebersihan untuk pangan yang berasal dari hewan sebagai tambahan terhadap persyaratan umum yang terdapat dalam Regulation (EC) 852/2004
4. Regulation (EC) 882/2004 menjelaskan mengenai fungsi kontrol pemerintah yang akan dilaksanakan oleh Otoritas Berwenang dan mencakup aspek kesehatan dan kesejahteraan hewan
5. Regulation (EC) 854/2004 menjelaskan mengenai kontrol pemerintah yang diperlukan untuk pangan yang berasal dari hewan
6. Penetapan sistem impor pangan ke Uni Eropa untuk produk yang berasal dari hewan (Products of Animal Origin - POAO) dan produk yang bukan dari hewan (Products of Non-Animal Origin - PONAO) termasuk mengenai pelabuhan khusus (Designated Ports of Entry - DPE) dan pos inspeksi perbatasan (Border Inspection Posts - BIP)
7. Pendirian Badan Keamanan Pangan Eropa (European Food Safety Agency) dan tiap negara dalam Uni Eropa harus memiliki Badan Keamanan Pangan (Food Safety Agency ) atau badan lain yang setara
8. Pendirian Sistem Peringatan Cepat untuk Pangan dan Pakan (Rapid Alert System for Food and Feed - RASFF)

Pelacakan (traceability) diwajibkan pada tiap tahapan proses produksi, pengolahan serta pemasaran. Dengan menggunakan pendekatan "Farm to Fork", Undang-undang Uni Eropa mewajibkan pelacakan di seluruh rantai nilai. Ini berarti bahwa tiap pelaku usaha harus mendokumentasikan pelacakan untuk semua masukan (input) dan keluaran (output) pada satu langkah sebelum dan satu langkah sesudah setiap kegiatan operasi dari pelaku usaha tersebut.

Penempatan pangan di pasar Uni Eropa harus diberi label atau diidentifikasi dengan baik untuk mempermudah pelacakan. Sistem tersebut harus memungkinkan pelacakan terhadap semua pemasok serta masukan (input) spesifik mereka, agar dapat digunakan ketika diperlukan, misalnya ketika dilakukan penyelidikan terjadinya wabah penyakit yang disebabkan oleh makanan. Sistem kode dan dokumen produsen merupakan alat bantu yang tepat untuk fungsi pelacakan.

Undang-undang Pangan mewajibkan pelaku usaha pangan untuk menempatkan sistem dan prosedur yang menjamin pelacakan produk. Undang-undang ini tidak memberikan rincian mengenai sistem tersebut, namun penggunaan kata "sistem" dan "prosedur" menyiratkan bahwa suatu struktur mekanisme harus diterapkan untuk menyediakan seluruh informasi yang dibutuhkan kepada Otoritas Berwenang (Competent Authorities) ketika dibutuhkan. Ketika mengembangkan suatu sistem pelacakan, yang penting adalah memberikan informasi, bukan format dari informasi tersebut. Oleh karena itu, sistem pelacakan dapat diterapkan dalam berbagai bentuk, mulai dari buku catatan sederhana hingga sistem komputerisasi canggih yang terhubung ke sistem barcode internasional, selama sistem tersebut dapat memenuhi tujuan dan terbukti efisien. Pada dasarnya, sistem tersebut harus mengumpulkan informasi tautan "pemasok-produk" dan tautan "produk-konsumen" dan pelaku usaha harus menggunakan sistem kode, pelabelan dan penyimpanan data yang sesuai untuk tujuan tersebut.

Catatan pelacakan harus dikelola dengan baik untuk memungkinkan ketersediaan data sewaktu-waktu ketika dibutuhkan, tanpa terlalu lama menunda penyelidikan atau penarikan produk (jika dianggap perlu) ketika suatu produk pangan diduga atau dianggap tidak aman untuk konsumsi.

Persyaratan legal minimum untuk pelacakan pada dasarnya bersifat sederhana dan dapat diterapkan oleh kebanyakan Pelaku Usaha Pangan. Akan tetapi, harus tetap diingat bahwa persyaratan komersial untuk pelacakan biasanya bersifat lebih mendalam daripada persyaratan umum tersebut, baik karena kebijakan khusus perusahaan pembeli atau karena pembeli mewajibkan sertifikasi terhadap suatu standar komersial sukarela.

Dalam rantai pangan, pelacakan berarti kemampuan untuk melacak dan mengikuti suatu produk pangan, pakan, hewan penghasil pangan atau bahan lain pada seluruh tahapan produksi dan distribusi.

Tahapan produksi dan distribusi tersebut mencakup semua tahapan, termasuk impor, mulai dari produksi pangan primer hingga penjualan dan pasokan ke konsumen akhir, serta jika relevan, dilakukan untuk keamanan pangan, produksi, manufaktur dan distribusi pakan hewan.

Karakteristik dasar sistem pelacakan mencakup:
- Identifikasi unit/kelompok produk (batch) seluruh bahan dan produk.
- Informasi mengenai kapan dan ke mana mereka dipindahkan atau ditransformasi
- Suatu sistem yang menghubungkan data tersebut

Pada praktiknya, sistem pelacakan merupakan prosedur penyimpanan catatan alur suatu unit atau batch tertentu dari suatu produk atau bahan dari para pemasok, di seluruh tahapan menengah (intermediate) yang melakukan pemrosesan dan penggabungan bahan menjadi produk baru dan pada seluruh rantai persediaan ke para pelanggan dan pada akhirnya, ke tingkat konsumen.

Tulisan tangan atau label tercetak dapat digunakan, walaupun seringkali diganti atau didukung oleh sistem identifikasi yang dapat dibaca oleh mesin, seperti bar codes, atau label (tag) frekuensi radio. Jumlah informasi yang dapat dilaksanakan oleh sistem identifikasi sangatlah besar; banyak sistem yang dapat mengakomodasi lebih dari 2.000 karakter informasi. Hal ini berdampak pada peningkatan kapasitas operasi sistem pelacakan.

Sistem pelacakan sangat bergantung padapencatatan informasi. Jumlah informasi yang disimpan dalam suatu sistem pelacakan bervariasi dan tergantung dari karakteristik produk, praktik pada tingkat pertanian dan manufaktur, spesifikasi konsumen serta ketentuan hukum.

Mekanisme yang kuat diperlukan untuk memfasilitasi pengumpulan dan pengecekan (authentication) informasi, agar informasi tersebut dapat diperbarui dan dibagikan ke seluruh rantai pangan. Dalam beberapa kasus, pengujian analisis dapat digunakan untuk mendukung dan memeriksa sistem pelacakan.

Banyak sistem manufaktur, termasuk manufaktur pangan, telah mengupayakan registrasi ke sejumlah Sistem Manajemen Kualitas dan Keamanan Pangan (Food Safety and Quality Management System) (seperti BRC, IFS, ISO 22000). Sistem tersebut mewajibkan produk untuk dilacak mulai dari tahapan saat ini hingga ke seluruh tahapan manufaktur melalui penyimpanan catatan yang akurat dan tepat waktu. Dokumentasi kertas atau pencatatan komputer dapat digunakan sebagai bukti untuk kepatuhan.

Dalam produksi primer, pelacakan telah ditetapkan sebagai kemampuan untuk melacak sejarah produk di seluruh rantai persediaan ke atau dari tempat dan waktu produksi, termasuk identifikasi input yang digunakan dan operasi produksi yang dijalankan. Untuk produksi hewan, maka ini berarti identifikasi hewan ternak dan pelacakan perpindahan hewan ternak. Banyak skema jaminan pertanian atau farm assurance yang mewajibkan pelacakan dengan tingkat tertentu pada produksi primer pertanian.

Karakteristik mendasar sistem pelacakan, seperti identifikasi, informasi dan tautan antar informasi, merupakan hal yang umum dalam semua sistem mandiri dalam produk, proses produksi dan sistem kontrol produk itu sendiri. Pada praktiknya, sistem pelacakan merupakanprosedur penyimpanan catatan alur unit untuk suatu produk atau bahan tertentu, dari pemasok ke bisnis, pada seluruh tahapan menengah (intermediate) yang melakukan pemrosesan dan penggabungan bahan menjadi produk baru dan pada seluruh rantai persediaan hingga menuju ke konsumen.

Pelacakan produk didasarkan pada kemampuan untuk mengidentifikasi produk pada tiap titik dalam rantai persediaan. Perusahaan manufaktur atau importir menentukan ukuran dari suatu batch, yang diberikan suatu identifikasi unik. Di sepanjang rantai pangan, identitas baru selalu dibuat ketika bahan-bahan dimasukkan ke dalam resep, ketika barang dikumpulkan untuk pengiriman, dan/atau ketika suatu batch besar dipecah ke sejumlah tujuan pengiriman. Pelacakan mewajibkan bahwa tiap batch harus diidentifikasi dan identifikasi ini menyediakantautan ke sejarah produk.

Produk dan proses merupakan komponen penting dalam suatu sistem pelacakan, dengan penyimpanan informasi yang terkait satu sama lain. Dalam sistem yang paling sederhana, informasi yang disimpan hanyalah yang menunjukkan alur terhubung yang memastikan produk dapat diidentifikasi pada seluruh rantai manufaktur, distribusi dan ritel (misalnya, informasi mengenai identitas komponen, dari lokasi mana dan kapan produk tersebut berada di lokasi tertentu).

Informasi tambahan juga dapat diberikan, seperti informasi yang memungkinkan efisiensi pemrosesan untuk dihitung ke dalam sistem manufaktur, atau informasi terkait kualitas atau asal bahan-bahan. Jumlah dan jenis informasi dapat ditambah sesuai dengan ketentuan sistem, dan dapat dilakukan pada sebagian atau keseluruhan rantai pangan.

Pelacakan difasilitasi oleh EUDirective 2000/13 (mengenai pendekatan hukum Negara Anggota terkait dengan pelabelan, presentasi dan pengiklanan produk pangan) serta 2011/92 (mengenai indikasi atau pemberian tanda identifikasi kepada lot produk pangan) yang menjelaskan pelabelan dan persyaratan pemberian tanda pada lot. Directive tersebut mewajibkan produk pangan, khususnya untuk ritel, agar memiliki label yang mengindikasikan alamat Pelaku Usaha Bisnis dan informasi lain yang memungkinkan penarikan (recall/witdrawal) produk ketika terjadi suatu risiko yang serius bagi kesehatan masyarakat. Dalam kasus pangan yang berasal dari hewan, produk harus ditandai dengan nomor persetujuan lokasi usaha tempat material diolah, sesuai dengan prosedur yang diberikan dalam Regulation (EC) 853/2004 dan 854/2004.

Mulai berlaku pada bulan Desember 2014, pelabelan pangan harus mengikuti ketentuan dalam Directive 1169/2011 mengenai kewajiban untuk memberikan informasi tentang negara asal atau lokasi asal kepada konsumen.

Sistem pengolahan yang mencakup preservasi identitas (seperti organik atau Minyak Sawit Berkelanjutan / Sustainable Palm Oil) mengandalkan pelacakan yang memadai untuk menunjukkan asal produk kepada para pelanggan dan konsumen.

Pedoman mengenai pelacakan telah diterbitkan oleh Codex Elimentarius dalam “Principles for traceability / product tracing as a tool within a food inspection and certification system” (CAC/GL 60-2006) di http://www.codexalimentarius.org/download/standards/10603/CXG_060e.pdf.

Pelacakan (traceability) /pelacakan produk merupakan alat yang dapat diterapkan, pada saat yang tepat, dalam sistem inspeksi dan sertifikasi pangan untuk melindungi konsumen dari risiko bahaya dari pangan dan praktik pemasaran yang menyesatkan, dan fasilitasi perdagangan berdasarkan deskripsi produk yang akurat.

Alat pelacakan (traceability) /pelacakan produk harus dapat melakukan identifikasi pada tiap tahapan rantai produk (dari produksi hingga distribusi), dari lokasi asal pangan (satu tahap sebelumnya) dan ke lokasi tujuan pangan (satu langkah berikutnya), sesuai dengan tujuan dari sistem inspeksi dan sertifikasi pangan.

Diagram berikut diambil dari laporan “Indonesia’s Export Quality Infrastructure” oleh O’Brien & Schüller: Traceability:The Fundamental Feature of an Efficient EQI System


Undang-undang Pangan ditujukan untuk melindungi kepentingan konsumen. Selain itu, Undang-undang Pangan ditujukan untuk melindungi nyawa dan kesehatan manusia, termasuk praktik perdagangan yang adil. Undang-undang Pangan menetapkan bahwa pangan tidak boleh ditempatkan ke pasar jika dianggap tidak aman, yang berarti bahwa produk tersebut dianggap (1) berbahaya bagi kesehatan atau (2) tidak sesuai untuk konsumsi manusia.

Undang-undang Pangan menyatakan bahwa dalam menentukan apakah suatu produk itu tidak aman, hal yang harus dipertimbangkan adalah kondisi penggunaan normal pangan tersebut oleh konsumen dan informasi yang tercantum dalam label, atau informasi lain yang umumnya tersedia bagi konsumen mengenai cara menghindari dampak tertentu yang merugikan kesehatan dari pangan atau sekelompok pangan tertentu.

Undang-undang Pangan juga menetapkan bahwa ketika suatu pangan yang tidak aman merupakan bagian dari batch, lot atau pengiriman pangan dari kelas atau deskripsi yang sama, diasumsikan bahwa semua pangan dari batch, lot atau pengiriman tersebut juga tidak aman, kecuali telah dilakukanpengujian terperinci yangmenunjukkanbahwa tidak ada bukti yang mendukung hal ini.

Pangan yang dianggap berbahaya bagi kesehatan

Undang-undang Pangan menetapkan bahwa dalam menetapkan apakah suatu pangan itu berbahaya bagi kesehatan, beberapa hal yang harus dipertimbangkan mencakup:

Dampak segera dan/atau jangka pendek dan/atau jangka panjang yang mungkin terjadi dari pangan tersebut terhadap kesehatan orang yang mengkonsumsinya
Dampak racun kumulatif yang mungkin terjadi dalam tubuh manusia
Sensitivitas kesehatan dari kategori konsumen tertentu jika produk pangan ditujukan untuk kategori konsumen tersebut (misalnya, bayi atau orang dengan masalah daya tahan tubuh)

Pangan yang dianggap tidak sesuai untuk konsumsi manusia

Yang harus dipertimbangkan dalam menetapkan apakah suatu pangan tidak sesuai untuk tujuan konsumsi manusia adalah apakah suatu pangan tidak boleh dikonsumsi oleh manusia berdasarkan tujuan pengunaanya, karena kontaminasi baik dari benda asing atau yang lain, atau karena pembusukan, kerusakan atau penguraian. Ini berarti bahwa pangan yang 'tidak sesuai" tidak berarti berbahaya bagi kesehatan, namunbukan dalam kualitas yang dapat diharapkan untuk dikonsumsi

Pangan Impor

Negara Anggota Uni Eropa diwajibkan untuk melaksanakan kontrol produk impor pada saat pertama kali produk tersebut masuk ke Uni Eropa. Inspeksi tersebut dilaksanakan pada Pos Inspeksi Perbatasan (Border Inspection Posts) yang telah ditentukan. Inspeksi tersebut, termasuk pemeriksaan acak serta pemeriksaan terencana jika ada dugaan khusus, dilaksanakan berdasarkan prosedur yang ditetapkan oleh peraturan Uni Eropa. Jika suatu produk memenuhi seluruh kriteria yang ditetapkan oleh peraturan Uni Eropa, produk tersebut boleh didistribusikan tidak hanya di negara tempat Pos Inspeksi Perbatasan, namunjuga di seluruh 27 Negara Anggota. Sama halnya, jika suatu produk tidak memenuhi kriteria Uni Eropa, maka produk tersebut akan dilarang masuk ke seluruh 27 Negara Anggota. Kasus seperti itu akan didokumentasikan dalam sistem Rapid Alert System for Food and Feed (RASFF) Uni Eropa. RASFFmerupakansuatu basis data yang didirikan oleh EU Commission untuk memfasilitasi pertukaran informasi yang cepat dan efisien antara Negara Anggota mengenai upaya yang diambil untuk menanggapi risiko bahaya yang terdeteksi terkait dengan pangan atau pakan.  Informasi umum mengenai seluruh peringatan dan notifikasi yang ada tersedia di bagian publik basis data RASFF (http://ec.europa.eu/food/food/rapidalert/index_en.htm) dan informasi spesifik tersedia dengan menggunakan password untuk petugas khusus dalam Otoritas Berwenang.

Anda dapat menggunakan basis data RASFF untuk informasi mengenai peringatan cepat (rapid alerts) bagiproduk khusus dan negara khusus.

Inspeksi ini dilakukan di Pos Inspeksi Perbatasan yang telah ditetapkan sesuai dengan Directive 97/78. Inspeksi ini dapat terdiri dari 'pemeriksaan dokumen' - yang berarti pemeriksaan sertifikat atau dokumen kesehatan hewan (veterinary certicate/document), atau dokumen lain yang disertakan dalam pengiriman; 'pemeriksaan identitas' - yang berarti pemeriksaan secara visual untuk memastikan bahwa sertifikat atau dokumen kesehatan hewan (veterinary certicate/document) atau dokumen lain yang dikeluarkan untuk peraturan kesehatan hewan tersebut sesuai dengan produknya; dan/atau 'pemeriksaan fisik' - yang berarti pemeriksaan terhadap produk itu sendiri, yang dapat mencakup pemeriksaan terhadap pengemasan dan suhu serta pengambilan sampel dan pengujian laboratorium.
Negara Anggota harus memastikan bahwa tidak ada pengiriman dari negara ketiga yang diizinkan masuk tanpa melalui pemeriksaan kesehatan hewan (veterinary checks) yang diwajibkan dalam Directive ini. Negara Anggota juga harus memastikan bahwa pengiriman dilakukan melalui PosInspeksi Perbatasan, dan bahwa orang yang bertanggung jawab untuk pembongkaran barang memberikan informasi terlebih dahulu ke pada petugas kesehatan hewan di Pos Inspeksi Perbatasan dimanaproduk akan dimasukkan. Kemudian, pemeriksaan kesehatan hewan (veterinary checks) dilakukan padatiap pengiriman oleh Otoritas Berwenang di bawah tanggung jawab petugas kesehatan hewan.

Lebih lanjut lagi, Regulation (EC) 136/2004 menetapkan prosedur untuk tiap pemeriksaan kesehatan hewan (veterinary checks) di Pos Inspeksi Perbatasan Komunitas terhadap produk impor dari negara ketiga dan menetapkan Common Veterinary Entry Document (CVED).

Food and Veterinary Office (FVO) Uni Eropa

Komisi Eropa telah menunjuk Directorate General for Health and Consumers (DG SANCO) untuk mengawasi Negara Anggota Uni Eropa serta negara lain di luar Uni Eropa yang produk makanannya diimpor (Negara Ketiga Uni Eropa), agar mematuhi peraturan yang ada dalam Undang-undang Pangan Uni Eropa dan peraturan teknis terkait lainnya. Untuk tujuan ini, Komisi tersebut telah mendirikan Food and Veterinary Office (FVO) sebagai badan inspeksi dan audit untuk keamanan pangan dan pakan. FVO bekerja untuk memastikan bahwa sistem kontrol yang diterapkan di negara tersebut efektif dan sesuai dengan peraturan Uni Eropa di dalam negara Anggota UE serta Negara Ketiga UE terkait dengan ekspor mereka ke Uni Eropa. FVO melaksanakan tugas tersebut dengan menjalankan inspeksi di Negara Anggota dan di Negara Ketiga UE yang mengekspor ke Uni Eropa.

Ketetapan untuk kontrol Uni Eropa dalam Negara Ketiga Uni Eropa ditetapkan dalam pasar 46-48 pada Regulation (EC) 882/2004. Tujuan pemeriksaan yang dilaksanakan oleh FVO adalah untuk melakukan verifikasi, bahwa peraturan umum, khususnya sistem kontrol yang telah diterapkan oleh Otoritas Berwenang, setidaknya setara dengan persyaratan Uni Eropa. Oleh karena itu, cakupan inspeksi tersebut adalah termasuk:
  • Perundang-undangan dalam negara tersebut dibandingkan dengan peraturan Uni Eropa
  • Organisasi Otoritas Berwenang (CA) negara tersebut, termasuk otoritas dan kekuatan mereka untuk melaksanakan peraturan yang berlaku
  • Pelatihan staf terkait dengan kinerja kontrol pemerintah
  • Sumber daya yang tersedia bagi Otoritas Berwenang
  • Keberadaan dan operasi prosedur kontrol sertasistem kontrol yang terdokumentasi.
  • Prosedur untuk notifikasi situasi terkait dengan penyakit hewan yang bisa ditularkan ke manusia (zoonoses), kesehatan hewan dan tanaman ke Komisi Uni Eropa dan badan internasional terkait, seperti IPPC
  • Kontrol impor (misalnya bahan baku mentah) hingga tahap yang relevan terhadap ekspor ke Uni Eropa
Untuk memudahkan penilaian, Komisi dapat meminta terlebih dahulu informasi mengenai perundang-undangan, sistem kontrol pemerintah serta hasil dari kegiatan kontrol tersebut.

Jika suatu Negara Ketiga tidak menyediakan informasi yang memadai dan/atau jika hasil dari pemeriksaan lapangan tidak memberikan jaminan yang cukup terkait dengan kepatuhan terhadap peraturan Uni Eropa, Komisi Eropa dapat memutuskan untuk memberlakukan kondisi impor khusus terhadap produk tertentu dari negara tertentu. Kondisi tersebut dapat mencakup larangan impor ke Uni Eropa untuk produk tertentu atau kontrol wajib tambahan pada inspeksi perbatasan Uni Eropa.

Laporan terperinci mengenai seluruh Inspeksi FVO di Negara Anggota serta di Negara Ketiga diterbitkan di situs DG SANCO. Lihat situs DG SANCO untuk informasi lebih lengkap atau laporan mengenai Inspeksi FVO.

Sabtu, 28 Desember 2013

Harga Kopi Mulai Pahit

TRIBUNNEWS.COM, MEDAN -- Asosiasi Eksportir Kopi Indonesia (AEKI) memperkirakan, sampai akhir tahun ini harga kopi akan berada di kisaran 3 hingga 4 dolar AS per kilogram. Pahitnya harga kopi ini, katanya, membuat nilai ekspor kopi tahun ini diprediksi sama seperti tahun lalu, yakni sekitar 2 miliar dolar AS.

"Tahun lalu harganya sempat mencapai angka 9 dolar AS per kilogram. Meski nilai tukar rupiah terhadap dolar AS melemah, eksportir belum menikmatinya," kata Wakil Ketua Asosiasi Eksportir Kopi Indonesia (AEKI) Sumatera Utara, Saidul Alam.

Beruntung, volume ekspor kopi meningkat sekitar 5 persen menjadi sekitar 556.500 ton dibandingkan dengan tahun lalu mencapai 530.000 ton. Meski kenaikan volume ekspor kopi hanya naik tipis, namun cukup membantu kinerja nilai ekspor kopi.(ers)

http://www.tribunnews.com/bisnis/2013/11/02/harga-kopi-mulai-pahit

Sabtu, 07 Desember 2013

Kendaraan Oprasional yang PAS untuk Keliling Perkebunan Kopi


Merdeka.com - Sebagai generasi penerus CRF sang Honda penggaruk tanah dan lumpur, untuk model 2014 hadirlah Honda CRF125F terbaru. Belum lama ini Honda memang meluncurkan motor trail yang masih satu line-up dengan CRF80F dan CRF100F ini.




Honda CRF125F 2014

Di luar negeri Honda CRF125F untuk model 2014 ini dibanderol dengan harga sekitar US$ 2,799 atau setara dengan Rp 28,7 jutaan (versi standar dengan velg depan - 14 inci dan belakang 17 inci). Sedang untuk varian lain dengan velg depan 16 inci dan belakang 19 inci dibanderol dengan harga sekitar US$ 3,199 atau setara dengan Rp 32,8 jutaan.

Honda CRF125F 2014

Harga yang sangat terjangkau untuk sebuah motor trail baru ini tidak terlepas dari proses produksinya yang diintegrasi di negeri Tirai Bambu, China. Dengan demikian Honda selangkah lebih memahami para pecinta dunia off-road ro-da dua khususnya bagi para bikers pemula. Uniknya, motor trail Honda ini dilengkapi dengan starter elektrik.


Honda CRF125F 2014 - Handle bar - Electric starter

Honda CRF125F ini menganut mesin silinder tunggal, SOHC, 2-valve, berpendingin udara, 4-percepatan, dengan pemasok bahan bakar karburator.

Berikut spesifikasi lengkap Honda CRF125F 2014 (situs resmi Honda):

Honda CRF125F 2014

ENGINE
  • Engine Type: 124.9cc air-cooled single-cylinder four-stroke
  • Bore And Stroke: 52.4mm x 57.9mm
  • Compression Ratio: 9.0:1
  • Valve Train: SOHC; two-valve
  • Max. Power: 6,6 kW @ 7000 rpm
  • Max. Torque: 10,2 Nm @ 4500 rpm
  • Induction: 20mm piston-valve carburetor
  • Ignition: DC-CDI
  •  
Honda CRF125F 2014 - Final Drive - Brake

DRIVE TRAIN
  • Transmission :Four-speed
  • Final Drive: 13T/49T
Honda CRF125F 2014 - Front Brake

CHASSIS / SUSPENSION / BRAKES
  • Front Suspension: 31mm telescopic fork; 5.9 inches of travel
  • Rear Suspension: Pro-Link single-shock; 5.9 inches of travel
  • Front Brake: 220mm hydraulic disc
  • Rear Brake:Drum
  • Front Tire: 70/100-19
  • Rear Tire: 90/100-16
Honda CRF125F 2014 - Tail - Exhaust

Jumat, 06 Desember 2013

Why and how coffee is roasted? (cafebritt)

Why and how coffee is roasted?

The coffee plant produces a raw fruit or cherry that is harvested when ripe.  Once the pulp is removed from the cherry a seed or bean is left which is then dried.  This bean is called a green bean and must be roasted before consumers use it to brew coffee.

During the roasting process the natural sugars, fats and starches that are within the coffee beans are emulsified, caramelized and released when exposed to high temperatures.  Roasting methods vary and help determine the flavor of the final brewed cup of coffee.  But, it is important to know that the roast alone does NOT determine the overall coffee taste or quality.  The origin and quality of the beans are the true factors that determine the characteristics of a particular coffee.

Our Roasting Process

Perfect coffee roasting is an art form that must be perfected over many years. There are many important variables that must be considered when roasting coffee including origin, moisture content, age of the green (unroasted) coffee bean, and even the weather! Even the slightest mistake can ruin the flavor of the delicate beans. Roastmasters use sound, sight and smell to determine when the beans are roasted to perfection. Timing is everything.

We roast coffee beans in small batches, making sure that the beans are consistent in shape and size so that they roast evenly. First, the beans are placed in the roaster at a temperature above 400°F (204°C). A “POP!” sound indicates the beans are about to reach the ideal roasting and the process speeds up. They are constantly rotated inside the drum to achieve a consistent roast.  The beans are checked every few seconds until our experts see that they are the perfect color, size, surface texture and smokiness depending on the type of roast we’re creating.  When the desired result is achieved, the beans immediately travel to a cooling chamber to stop the process.  The smell of the freshly roasted coffee is captivating!

After the coffee is cooled, it is taken into the cupping room where it is tasted to ensure that it meets our flavor profile.  Once approved, the coffee is immediately packaged to protect it from oxygen, sunlight and water, all of which can alter the taste of the beans.


Kamis, 05 Desember 2013

Ekspor Kopi Kab. Bandung Rambah Amerika

SOREANG (bisnis-jabar.com)–Potensi pengembangan tanaman kopi di Kabupaten Bandung sangat besar untuk diekspor ke luar negeri. Anggota Koperasi Sunda Hejo Kabupaten Bandung Egi Maya Kurnia mengatakan pihaknya sudah dua tahun terakhir melakukan ekspor kopi ke Sran Francisco Amerika 100-200 ton kopi per bulan.

“Sebenarnya kebutuhan kopi di wilayah tersebut masih sangat besar hingga 1.000 ton per bulan. Akan tetapi, kami hanya bisa mengekspor masih dalam jumlah sedikit,” kata Egi kepada wartawan belum lama ini. Selain Amerika, pasar ekspor kopi luar negeri masih terbuka lebar, Eropa. Menurutnya, kualitas kopi asal Kabupaten Bandung masih baik dibanding kualitas kopi Aceh.

“Kopi yang dikembangkan di sini rerata masih banyak berjenis Arabika dan bagus dikembangkan,” ujar Egi. Perkebunan kopi rakyat di Kabupaten Bandung tersebar di beberapa kecamatan a.l di Kertasari, Pacet, Pangalengan, Pasirjambu, Ciwidey, dan Rancabali. Penyebaran perkebunan kopi tersebut mencapai 400 hektare. Namun demikian, Egi mengeluhkan dukungan pemerintah dalam mengembangkan komoditas kopi masih cukup rendah sehingga pemasaran kurang begitu optimal.

“Seperti melakukan sertifikasi terhadap bibit kopi unggulan dari Kabupaten Bandung atau melakukan sosialisasi mengenai keuntungan menanam kopi kepada masyarakat pemerintah masih kurang,” ungkap Egi. Dia menjelaskan sertifikasi bibit sangat penting dilakukan oleh pemerintah. Dengan begitu, memberikan jaminan terhadap kualitas produk saat dipasarkan.(k29/ija)

http://www.bisnis-jabar.com/index.php/berita/ekspor-kopi-kab-bandung-rambah-amerika

Peluang Ekspor Biji Kopi Kabupaten Bandung Terbuka Lebar


REPUBLIKA.CO.ID, SOREANG -- Pasar ekspor biji kopi Kabupaten Bandung masih terbuka lebar. Selain kualitas kopi yang bagus dan diperhitungkan, banyak kecamatan di Kabupaten Bandung yang cocok untuk ditanami kopi. Upaya pemerintah untuk mendorong pengembangan kopi dinilai belum maksimal. Sehingga, peluang yang ada belum ditangkap secara maksimal.

Anggota Koperasi Sunda Hejo Rancamanyar, Kabupaten Bandung, Egi Maya Kurnia, mengatakan, peluang ekspor kopi ke Amerika serikat dan Eropa, hingga saat ini masih terbuka luas. Bahkan, peluang ekspor kopi mencapai 500 hingga 1000 ton per bulannya. "Kebutuhan kopi di luar negeri masih sangat besar, seharusnya peluang seperti ini tidak boleh disia-siakan," ujarnya saat dihubungi, Jumat (12/4).

Egi mencontohkan, saat ini Koperasi Sunda Hejo mampu mengekspor 100 hingga 200 ton biji kopi kualitas terbaik. Koperasi Sunda Hejo mengekspor ke Kota San Francisco, Amerika Serikat. Pihaknya sudah berkosentrasi mengembangkan tanaman kopi selama dua tahun.
"Kami baru mampu di jumlah 100 sampai 200 ton. Sebenarnya, kalau ada pengembangan lahan dan dibantu pemerintah, bisa lebih tambah lagi," katanya.

Egi mengatakan, selain pasar ekspor ke Amerika Serikat, peluang ekspor kopi dari Kabupaten Bandung ini masih terbuka luas ke negara-negara lainnya. Terutama negara-negara Eropa. Apalagi, kata dia, kualitas kopi dari Kabupaten Bandung ini, jauh di atas produk kopi dari Nigeria, ataupun kopi dari Gayo, Aceh.
"Selain pasar Amerika Serikat sebagai tujuan ekspor. Pasar ekspor ke Eropa juga terbuka luas. Ini tinggal kesiapan dan kemauan kita untuk mengisinya," ujarnya.

Selama ini, kata Egi, pertanian kopi di Kabupaten Bandung, lebih banyak mengembangkan jenis Linies (Arabika). Jenis kopi ini memiliki kualitas baik dan sesuai dengan iklim serta geografis wilayah Kabupaten Bandung. Sehingga, sangat cocok untuk terus dikembangkan.

"Perkebunan kopi rakyat di Kabupaten Bandung tersebar di beberapa kecamatan. Seperti di Kecamatan Kertasari, Pacet, Pangalengan, Pasirjambu, Ciwidey dan Rancabali. Luasan perkebunan lebih dari 400 hektare. Potensi perluasan kebunnya pun masih memungkinkan," katanya.

Meski potensi pertanian kopi di Kabupaten Bandung ini cukup luas, kata Egi, dorongan dan dukungan dari pemerintah sangat kurang. Padahal, pemerintah bisa mengambil peran lebih. Seperti melakukan sertifikasi terhadap bibit kopi unggulan dari Kabupaten Bandung.

Dengan sertifikasi, memberikan jaminan terhadap kualitas produk saat dipasarkan. "Contohnya di Jawa Tengah ada sertifikasi yang

dikeluarkan pemerintahnya untuk pohon jati, dengan nama Jati Unggul Nusantara, kita juga bisa melakukannya untuk kopi," ujarnya.

Selain itu, kata Egi, pemerintah juga bisa melakukan sosialisasi mengenai keuntungan menanam kopi kepada masyarakat. Pemerintah juga bisa berperan memberikan bantuan bibit. Pemanfaatan lahan kritis dan tidak terpakai, bisa dilakukan untuk mengembangkan luas kebun kopi.
"Kan banyak juga tanah cari desa atau lahan tidur lainnya yang bisa dipakai. Selain itu, pola kemitraan juga dapat meningkatkan derajat para buruh tani menjadi petani. Dengan begitu, otomatis dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat," katanya.


Source :  
REPUBLIKA ONLINE - Jumat, 12 April 2013, 18:27 WIB

Perubahan Profile Waktu dan Suhu saat Meroasting Kopi

EFFECTS OF DIFFERENT TIME-TEMPERATURE PROFILES ON COFFEE PHYSICAL AND CHEMICAL PROPERTIES


Green coffee beans provide neither the characteristic aroma nor the taste of a cup of coffee. To reveal their flavour, green coffee beans need to be roasted. Roasting is one of the most important steps in coffee processing that leads to the development of the desired aroma, taste, and color of the final brewed product. In general, the use of roasting temperature of greater than 200oC is required in order to result in desirable chemical, physical, structural, and sensorial changes in the coffee beans (Schenker 2000; Schenker et al. 2002; Baggenstoss et al. 2008).

The time and temperature conditions applied during roasting have a major impact on the physical and chemical properties of roasted coffee beans. Geiger et al. reported that CO2, a by-product formed due to Strecker reactions and the degradation of organic compounds, increased greatly towards the end phase of a high-temperature-short-time process (260oC, 170 s), while the CO2 formed was much lower when a low-temperature-long-time (228oC, 720s) process was employed (Geiger et al. 2005). Schenker et al. found that roasting process that involved a ramping temperature profile (150 to 240oC in 270 s; 240oC for 55 s) resulted in the formation of a greater quantity of aroma volatiles than a low-temperature-long-time process (isothermal heating at 220oC for 600 s) (Schenker et al. 2002). Baggenstoss also reported that high-temperature-short-time roasting led to beans of lower density, higher volume, less roast loss, and lower moisture content as compared to the low-temperature-short time process (Baggenstoss et al. 2008). Lyman et al. roasted green coffee beans under various process conditions to study the effect of roasting on brewed coffee (Lyman et al. 2003). Using a medium roast process (6.5 min to the onset of the first crack and 1.0 min to the onset of the second crack), Lyman et al. observed that coffee of balanced taste and aroma with citrus flavour was produced. However, using the so-called “sweated process” (4.5 min to the first crack and 6.5 min to the second crack), coffee beans of non-uniform bean color with “sour, grassy, and underdeveloped” were resulted. In comparison, the “baked process” (11 min to the first crack and 18 min to the second crack) produced coffees that were “flat, woody with low brightness and acidity” (Lyman et al. 2003). Based on the these observations, one can conclude that the quality of roasted coffee does not solely depend on the physical parameters at the start and end point of roasting, but rather it is dependent on the time-temperature conditions applied during the roasting process. 

Source : Physicochemical Changes of Coffee Beans During Roasting

JAVA PREANGER COFFEE ADDICT
Fadillah Satria
 
FTIP TMIP UNPAD
fadilprojectkopi@gmail.com